Tidak butuh waktu lama hingga insiden tersebut menarik perhatian warga sekitar. Tidak sukar pula upaya mereka untuk memadamkan api agar tidak merambat ke pemukiman pinggiran yang berada di sekitar bengkel terbengkalai. Sungguh sebuah mukjizat api seolah enggan menyentuh Itkas dan Puspa hingga berhasil keluar dari sana nyaris tanpa luka bakar serius. Sementara itu, tubuh Gunardi ditemukan dalam kondisi mengenaskan tak jauh dari puing-puing bangunan yang hangus terbakar.
Polisi datang menyusul kemudian. Mereka mengorek keterangan dari Itkas dan Puspa yang sedang menerima pertolongan pertama. Kulit wajah dan tangan keduanya mengilat akibat olesan salep luka bakar. “Orang tak dikenal menculik kami, lalu membawa kami ke sini.” Puspa mengaku pada seorang petugas polisi pertengahan tiga puluh yang cukup ramah, tetapi seolah memperlakukan mereka bagai sekelompok anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Itkas tidak ingin mendahului Puspa. Gadis itu lebih berhak berbicara setelah misteri yang melingkupi kebenaran hidupnya terungkap. Jika Puspa ingin tetap menyimpannya sebagai rahasia, maka Itkas akan menghormati pilihan tersebut.
Petugas tersebut tampaknya tidak puas dengan perkembangan laporan saat itu. Keduanya terus didesak agar bersedia memberikan informasi lebih lengkap tentang ciri-ciri si pelaku yang kini tidak bisa diidentifikasi lagi. Jenazahnya hangus terbakar sampai ke DNA. Namun, Puspa dengan konsisten terus mengelak bahwa ia tidak mengenali Gunardi. Segenap inti sel tubuhnya menjerit tidak sudi. Setelah mengetahui identitas sejati lelaki itu yang mencengangkan, dunia Puspa seakan runtuh.
Situasi berubah dengan cepat ketika sekelompok lelaki berkaus dan celana safari hitam mengambil alih penyelidikan. Para petugas dari kepolisian tampaknya dilobi untuk menyerahkan pengusutan kasus tersebut selanjutnya pada mereka. Itkas dan Puspa tidak jadi digelandang ke markas kepolisian, tetapi orang-orang itu mengangkut mereka ke rumah sakit militer untuk diproses.
“Mas Itkas,” bisik Puspa cemas saat melihat lelaki yang mencarinya ke kampus waktu lalu ada di antara orang-orang itu. “Saya pernah diamankan sama mereka. Bagaimana kalau mereka mengira kita ada di balik kejadian ini?”
“Hasbunallahu wa ni’mal wakiil. Jangan takut, Mbak. Kita tidak bersalah,” ucap Itkas menegarkan hati Puspa. Peristiwa tewasnya Gunardi pasti akan menimbulkan macam-macam spekulasi yang mungkin saja bakal turut menyeret nama mereka, terutama Puspa. Ujian untuk keduanya belum berakhir. Saat akan dipisahkan dengan Itkas di ruang perawatan berbeda, Puspa menolak. Denyar ketakutan dalam mata gadis itu terbaca jelas. Tampaknya, Puspa belum siap untuk menerima tekanan lain setelah mentalnya terjatuh. Itkas pun merasa kasihan sehingga memohon agar ia tetap diinterogasi bersama Puspa. Untunglah, para prajurit itu bersedia melapor kepada atasan mereka sampai turun izin perintah yang melegakan.
Seseorang kemudian menemui mereka. Orang itu adalah lelaki yang siang tadi mencari Puspa ke kampus. Cepat betul lelaki itu bertindak untuk berbicara dengan Puspa lebih dahulu. Pertemuan dilakukan di luar ketentuan resmi sehingga obrolan berlangsung teramat singkat dan hati-hati. “Kita tidak punya banyak waktu,” katanya. “Kami hanya ingin tahu apakah Saudari Puspa mengenali jenazah yang terbakar di bengkel?”
Puspa menggeleng. Jawabannya tetap sama seperti ketika ditanyai oleh pihak kepolisian. Itkas pun memberi keterangan serupa.
“Anda siapa dan kenapa bisa berada di tempat kejadian?” tanya lelaki itu sambil menyelisik wajah serta penampilan Itkas dengan saksama. Tidak ada bagian dari Itkas yang terlewat dari ekor mata jelinya.
“Saya terapis spiritual yang mendampingi Mbak ini,” jelas Itkas jujur. “Kami sedang berada di rumah sakit saat pelaku beraksi. Saya berusaha mencegah aksi penculikan tadi, tetapi malah ikut tertangkap.”
Lelaki itu mendengarkan penuturan Itkas sambil lalu karena perhatiannya tertarik sepenuhnya pada Puspa. “Kira-kira, Anda mengetahui alasan orang itu berbuat demikian?”tanyanya langsung pada Puspa.
“Menurut Anda?” Sorot mata Puspa berkilat-kilat. “Pihak Anda pasti lebih paham soal culik-menculik dibanding saya.”