Bocah Angin

Arief Setiawan, M.M.
Chapter #4

PENGHAYATAN (Pusaka/ Jenglot = Tahi Ayam)

Laku, Waktu

Berdiri jiwaku utuh; di kayu t’lah rapuh

Digergaji tukang; di sebuah ladang

Dibuat papan; sebagai tempat pijakan

Lapuk terendam air; yang tak mengalir

Lalu kucari lagi; tambatan hati

Tempat berteduh; dimana bahteraku labuh

Kurapal doa; lalu kucandra semesta

Fenomena ilmu alam jiwa

Ungguli rahsia tentang binatang

Lebih tinggi dari kitab suci; yang tanpa kaji

Bahkan lebihi sesakti sufi; yang tak mau berbagi

Diurai lewat ayat; yang tersirat

Secercah pancaran cahya surya

Tembus dalamnya laut samudra

Berdendang; ikuti irama gelombang

Masuk ke tiap mili; ruang hati

Semua butuh laku

Lakuku, bukan lakumu

Bukan juga mereka yang membuat laku

Bahkan, tidak juga laku sang guru

Setelah itu, kutunggu waktu

Yang ‘kan datang hampiriku

Sesuaikan sigapnya kesiapanku

Wadahnya disesuaikan serapan ilmu

Telah banyak contoh sudah

Salah wadah; ilmunya salah

Dia ‘kan layu sebelum berkembang

Atau seringkali; mati suri

Ada juga salah beri

Butuh umpan; diberi tali pancingan

Tali dipakai; gantung diri

Justru buat anak adam; jadi terbenam

Juga gaib malaikat; di setiap ayat

Tak boleh diumbar; segala umbar

Justru malaikat ‘kan menyambar

Jikalau kita suka sesumbar

Laku butuh rentang waktu

Waktu datang karena t’lah cukup laku

Laku dan waktu dalam tuntut ilmu

Itulah melulu yang kita tuju

***

Keeseokan harinya, Itkaspun mencari kediaman Kyai Tulus di Magelang. Perjalanan dari Weleri menuju Magelang membutuhan waktu sekitar 6 jam. Rutenya adalah Weleri- Sukorejo- Magelang. Kali ini perjalanan lewat jalur Pegunungan Dieng. Lama mencari dan setelah bertanya kepada beberapa orang, kediaman beliau akhirnya ditemukan. Secara singkat dapat digambarkan laku beliau: Tahun 1950an, sebagai TNI, tentu tugas berat karena masih banyak gangguan keamanan (tidak mengherankan pula jika banyak ahli spiritual adalah dari TNI, sebut saja Pak Karno, Pak Harto dan SBY) karena tugasnya yang berat sehingga memang butuh spiritual tinggi. Selain itu, kebersihan hati beliau sehingga bagaimana gaji beliau bisa mencukupi keluarga dan empat anaknya. Dari perenungan dan laku ini, tidak heran jika beliau menemukan ilmu hikmah sejati. Sederhana kan? Tetapi sesungguhnya laku yang berat. Di TNI taruhan nyawa, masalah ekonomi, kalau tidak arif, maka akan menjadi gila atau justru menjadi penjahat.

Beliau adalah salah satu insan yang berani menginjak pusaka ampuh, jenglot, dsb, seperti menginjak-injak tahi ayam saja. Dimana terkadang orang lain justru menyembah- nyembah benda tersebut. Minimal, carilah guru/ kyai seperti itu, selain harus dilihat tingkatan ilmunya, lihat pula track record dan pola kehidupannya sehari- hari, harus agamis, sabar, sederhana, ikhlas dan tidak sombong.

“Assalamu’alaikum,” sapa Itkas.

Lihat selengkapnya