Bodyguard Cinta

Murtiissa
Chapter #1

Bab 1 - Aksi Bully?

Adegan baku hantam tak terelakkan, suasana semakin kisruh. Dentingan suara besi yang beradu terdengar semakin jelas, membuat telinga menjadi sedikit pengang. Namun, seorang gadis masih saja duduk dengan tenang di tempatnya. Seolah menikmati apa yang dialaminya saat ini, ia menyilangkan kakinya sembari bersendekap tangan. Mata bulatnya menilik ke segala arah, sesekali ia membuat gelembung dengan permen karet yang sedang dimakannya.

Tring!

Suara lonceng terdengar, dengan segera ia menghentikan semua kegiatan yang ada di ruangan itu. Hari sudah menjelang malam, jam latihan juga telah selesai.

"Mohon perhatian untuk semuanya, sebelum kalian pulang saya ingin mengatakan sesuatu. Mulai besok jadwal latihan kita diubah menjadi jam tujuh sampai sembilan malam. Dikarenakan kegiatan saya bertambah akhir-akhir ini, untuk itu saya mohon pengertiannya. Sekian dan terima uang," celoteh gadis tersebut. Kalimat awalnya memang terdengar serius, tetapi di akhir kalimat justru membuat semua orang tertawa. Mereka beruntung karena memiliki pelatih seperti ini, membuat mereka nyaman dan tidak stres saat berlatih.

"Oke, Bos, dimengerti. Kami pulang dulu. Permisi dan terima pesangon," ucap seorang pemuda tinggi kurus yang merupakan salah satu murid gadis tersebut. Sebenarnya, ini tempat latihan beladiri atau latihan komedi?

"Sebentar, Bos. Gue mau tanya, boleh?" Seorang pemuda berkulit kuning langsat dengan wajah yang bisa dibilang tampan mengeluarkan suara setelah semua orang pulang. Dengan senyum tengil ia menghampiri gadis yang dipanggilnya bos tadi.

"Ada apa, Jonathan? Gue capek, pengen cepet pulang."

"Haha, santai, Ta. Kayak cewek PMS aja lo, galak amat. Perasaan tadi lo ramah banget sama mereka," ujar pemuda yang bernama Jonathan itu. Ia juga heran, mengapa sifat sahabatnya ini selalu judes saat mereka hanya berdua. Apa sahabatnya ini memiliki kepribadian ganda?

"Gue ingetin sama lo, gue ini emang cewek, ya. Kebetulan juga hari ini gue lagi PMS," cetus Alneeta. Sedang Jonathan menggaruk rambutnya yang memang gatal. Ia lupa belum keramas selama seminggu. Euh, ganteng-ganteng tetapi malas keramas.

"Besok lo berangkat sama siapa? Bareng gue aja, ya? Nanti gue jemput. Oke, gue pulang dulu. Wassalamu'alaikum, Alneeta Sayang." Meski urakan, Jonathan itu pemuda yang tahu ajaran Islam. Ia selalu menyempatkan salat dan mengucap salam jika bertemu dengan temannya. Ia nakal, tetapi masih dalam batas wajar dan tahu aturan.

"Ck, ngapain dia tanya segala tadi. Belum gue jawab aja dia udah nyelonong pergi, sopan banget emang tuh anak. Untung sahabat, kalo nggak udah gue patahin tulang-tulangnya." Alneeta mengoceh tak keruan, entah kenapa mood-nya berubah dalam waktu sekejap. Segera ia mengambil tas kemudian keluar dari dojo. Tak lupa ia mengunci pintu, bisa bahaya kalau ia lupa menguncinya dan ada maling yang masuk, kan?

"Huh, badan gue capek banget. Mana udah Magrib lagi. Ya Allah, gue kangen Mama sama Papa," lirih Alneeta. Benar, ia sebatang kara. Orang tuanya meninggal saat ia berumur 15 tahun, tiga tahun belakangan ini ia tinggal bersama kakeknya. Namun, takdir seolah-olah masih ingin mengujinya. Kakeknya meninggal satu bulan yang lalu, sekarang ia benar-benar sendirian.

Dengan lesu ia berjalan menuju motor Scoopy putih miliknya, mengenakan helm dan segera menstater motornya pulang ke rumah. Huh, ia tak boleh lemah. Dia gadis kuat, yang selamanya akan begitu.

***

Lihat selengkapnya