Huft!! Damar menghela napas panjang sebelum akhirnya menundukkan kepalanya. Saat ini perasaan Damar sedang berkecamuk tak karuan. Ada banyak perasaan yang sekarang berputar-putar dalam hatinya: kesal, marah, kecewa, takut dan juga … sedih. Tapi di antara semua perasaan itu, perasaan takut dan sedih, dua perasaan itu benar-benar hampir menguasai perasaan Damar saat ini.
Sudah kuduga!! Itu tadi firasat buruk sama seperti waktu itu!! Damar yang sedang menyalahkan dirinya, menarik rambutnya sendiri untuk melampiaskan perasaannya saat ini.
“Kamu nggak salah! Kamu tahu kan?”
Damar melepaskan tangannya dan buru-buru mengangkat kepalanya, ketika mendengar suara familiar di dekatnya: Yayok. Damar yang tahu wajahnya saat ini terlihat sangat buruk, pura-pura tersenyum pada Yayok. “Ke-kenapa kamu di sini, Yok?”
“Ali, gimana?” Bukannya menjawab pertanyaan Damar, Yayok justru bertanya balik pada Damar.
“Nggak papa kok. Bentar lagi, mungkin sadar.”
“Gimana lukanya?” tanya Yayok lagi.
“Lukanya nggak fatal. Tembakan Amar nggak kena jantung. Jadi Ali hanya perlu cuti dan nantinya dia pasti akan baik-baik saja.”
“Yeah sudah aku duga operasinya lancar. Harusnya aku nggak ke sini!” Yayok duduk di samping Damar sembari menghela napas pertanda rasa leganya.
“Yeah … kenapa kamu di sini? Yang terluka kan, anak buahku bukan anak buahmu!” Damar menjawab seolah dirinya baik-baik saja.
Tapi Yayok tahu bahwa Damar saat ini sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Yayok menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan melirik ke arah Damar. “Kamu tahu kan selama kamu kerja di bidang ini, kamu nggak akan bisa lepas dari yang namanya kecelakaan, luka dan kematian??”
Damar menganggukkan kepalanya lemah. “Aku tahu.”
“Jangan nyalahin diri sendiri! Aku sudah dengar ceritanya, Ali begini karena merasa tindakannya benar! Kalo bukan karena kamu yang tadi bergerak cepat melindunginya, memberi pertolongan pertama dan segera membawanya ke rumah sakit, Ali mungkin sudah kehilangan nyawanya.” Yayok memberikan wejangan pada Damar. Cukup dengan melihat saja, Yayok tahu bahwa Damar saat ini sedang dalam keadaan kacau karena melihat Ali terluka.
“Ya, aku tahu.” Damar bangkit dari duduknya di depan ruang rawat Ali. “Aku harus pergi, bisa aku titip Ali? Kabari aku kalo dia sadar nanti! Aku masih harus ngerjain tugas Ali dan buat laporan ke komisaris.”
“Ya.” Yayok menganggukkan kepalanya paham. “Setelah ini … traktir aku makan, jangan lupa!!”
“Ya, mie ayam cukup kan?” Damar menjawab sembari berjalan pergi.