BOMBER: THE CONDUCTOR

mahes.varaa
Chapter #5

BAB 5

Tuk, tuk!! Damar mengetukkan jarinya sembari menatap papan di mana terpajang beberapa foto dari teror bom-bomber lima hari yang lalu.

Lima bom, Damar mengetukkan jarinya lagi sembari berpikir dengan keras. Tuk, tuk!!  Kenapa aku merasa lima bom itu punya arti?

Buk!! Pukulan kencang di bahunya, membuat Damar yang duduk menatap ke arah papan di ruang kerja timnya memikirkan banyak rancangan, langsung tersentak.

“Apa yang-“ Damar tidak sempat menyelesaikan ucapannya bernada kesal ketika menoleh dan menemukan ketua timnya-Erdo sedang berdiri di belakangnya dengan kedua tangan di pinggangnya.

“Apa?? Kenapa??” Erdo berbalik bertanya dengan nada dingin dan tatapan tajamnya pada Damar.

“Ah, nggak, Pak! Sa-saya kira … anak-anak yang biasanya godain saya!” Buru-buru, Damar langsung mengganti raut wajahnya dan nada bicaranya ketika menyadari orang yang memukul bahunya adalah atasannya-Erdo.

“Kupikir kamu bakalan marah, Damar!” Dengan cepat Erdo mengganti raut wajahnya dan nada bicaranya seolah mengatakan apa yang baru saja diperlihatkannya pada Damar adalah candaan darinya.

“Ng-nggak kok, Pak!” Damar buru-buru berdiri dari duduknya, dengan menundukkan kepala sebagai tanda hormatnya.

Buk! Erdo merangkul Damar dan memaksa Damar untuk berjalan mengikutinya. “Apa kamu lupa kalo kita punya tugas hari ini? Kenapa kamu malah duduk di sini melamun memandang papan itu?”

Ah benar! Aku hampir lupa! Damar langsung teringat tugas khususnya hari ini. Lima hari berlalu dan penyelidikan mengenai bomber yang meneror Kota J, masih belum ditemukan petunjuknya sedikit pun. Dan hari ini … hari di mana salah satu event terbesar, teramai dan paling menarik perhatian di Kota J diadakan, banyak anggota kepolisian dikerahkan untuk berjaga sepanjang jalur karnaval.

Komisaris berpesan karena bomber peneror itu belum ditemukan, polisi diharapkan untuk siaga dan waspada selama bulan Agustus mengingat bulan ini adalah bulan tersibuk di Kota J.

“Ma-maaf, Pak. Saya terlalu fokus berpikir sampai lupa kalo ada tugas penting hari ini.”

“Apa yang kamu pikirkan, Damar?” Erdo melepaskan rangkulannya di bahu Damar ketika sudah hampir berada di luar bangunan kantor pusat kepolisian Kota J.

Damar mendekat kepalanya ke arah Erdo dan bicara dengan nada lirihnya.  Damar ingat  pesan komisaris mengenai masalah mengenai bomber itu, yang hanya boleh diketahui oleh pihak kepolisian saja. “Lima bom itu, Pak.”

“Kenapa dengan itu?” Erdo bicara sama lirihnya dengan Damar.

“Saya merasa bahwa lima bom itu punya maksud sendiri.”

Damar dan Erdo berhenti di barisan polisi yang siap berangkat menuju ke tempat siaga mereka dan berjaga sepanjang perjalanan peserta karnaval.

“Kenapa mikir gitu?” Erdo bertanya dengan nada lirihnya lagi.

“Keterangan saksi dan korban. Mereka bilang ledakannya tidak bersamaan.”

“Hanya itu?” Erdo mengerutkan alisnya merasa heran.

“Ya, Pak.”

“Yah … bisa ya, bisa juga nggak. Kita belum tahu kan karena kita belum tangkap bomber itu!” Erdo menjawab.

“Ya, Pak.”

“Kita pikirkan masalah itu nanti! Sekarang kita punya tugas yang lebih penting dulu!”  Erdo bicara dengan mimik wajahnya yang sedikit kesal menatap langit biru tanpa sedikit pun awan. “Berkat bomber sialan itu, kita para detektif sampe harus terjun untuk berjaga di jalanan!”

Lihat selengkapnya