Dua hari kemudian.
Sabtu, 17 Agustus 2013.
Kantor Kepolisian Kota J.
Berita hari ini: Dua hari berlalu pasca terjadinya pengeboman di jalur karnaval Kota J. Hingga hari ini jumlah korban yang berjatuhan terus saja bertambah. Korban tewas hari ini adalah 110 orang dan 500 orang lainnya mengalami luka-luka. Kerugian diperkirakan mencapai milyaran rupiah mengingat saat bom terjadi, keadaan kota sedang sangat ramai karena penduduk Kota J sedang menyaksikan karnaval terbesar dan termeriah di Kota J.
Hingga dua hari berlalu, pihak kepolisian Kota J masih belum bisa memberikan informasi mengenai ledakan yang menewaskan ratusan nyawa. Hingga saat ini … pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku dibalik pengeboman di hari karnaval kemarin.
Klik!
Komisaris mematkan TV di ruang meeting dan kembali melihat ke arah Erdo dan seluruh anggota timnya. “Jadi … ledakan kemarin, karena bom yang sama dengan yang waktu itu ada di alun-alun?”
Setelah dua hari sibuk melakukan penyelidikan dari mengumpulkan bukti dan kesaksian korban, Erdo dan timnya kini sedang duduk di ruang rapat dengan komisaris yang sedang mendengarkan langsung hasil dari penyelidikannya.
“Ya, Pak.” Erdo sebagai ketua, mewakili timnya menjawab pertanyaan dari komisaris. “Dari hasil pemeriksaan forensik di lokasi pengeboman, ledakan disebabkan oleh bom yang sama: RDX. Bedanya, pengeboman di alun-alun menggunakan RDX 50 kg, sementara bom di sepanjang jalur karnaval menggunakan bom RDX 150 kg. Persamaan dari dua bom itu adalah lima bom. Kedua kejadian itu sama-sama menggunakan lima bom dalam prosesnya dan meletakkannya di lokasi yang berbeda.”
“Ini merepotkan!” Komisaris mengeluh kesal dengan satu tangannya mengepal erat. “Bomber gila sialan ini sengaja memilih waktu ketika Kota J saat sedang ramai-ramainya! Berkat itu sekarang … pamor Kota J yang sudah dibangun beberapa tahun terakhir nyaris kehilangan pamor. Padahal baru tahun lalu kota ini mendapatkan penghargaan karena karnaval kita dan sekarang … ini yang terjadi!!”
“…”
Semua orang di dalam ruang meeting hanya bisa diam mendengarkan keluhan dari komisaris yang sedang kesal setengah mati. Semua orang di dalam ruang meeting tahu bahwa sore ini, pihak kepolisian diminta untuk segera memberikan klarifikasi mengenai penyebab ledakan dan menghentikan kemungkinan kemarahan warga Kota J yang mungkin akan timbul karena mereka merasa pihak kepolisian sengaja menyembunyikan fakta bahwa teror bom sedang terjadi di Kota J. Semua terjadi berkat berita yang tak sengaja keluar kemarin.
Berita hari ini: Ledakan yang terjadi di karnaval kemarin diduga disebabkan oleh teror bom. Kejadian kemarin mengingatkan kita pada kebakaran yang terjadi di alun-alun pada tanggal 10 Agustus 2013. Dari beberapa keterangan saksi yang kami kumpulkan, sebelum kebakaran terdengar beberapa kali bunyi ledakan. Kami menduga penyebab kebakaran bukanlah gas bocor seperti yang dberitakan sebelumnya melainkan teror bom yang sama dengan yang terjadi pada karnaval kemarin.
Kami menduga pihak kepolisian bekerja sama dengan pemerintahan menyembunyikan fakta mengerikan ini karena di bulan Agustus ini, Kota J menjadi kota destinasi banyak turis, baik turis asing dan lokal yang tertarik dengan penampilan unik dari karnaval.
“Gimana dengan pelakunya? Motifnya? Apa masih belum ada petunjuk?” Melihat anak buahnya terdiam, komisaris membuka mulutnya lagi setelah berusaha menahan rasa kesalnya.
“Kami menduga … alasan dibalik teror bom kali ini adalah dendam, Pak. Mengingat sasarannya adalah lokasi penting di Kota J, kami menduga bomber punya dendam dengan orang penting di kota ini yang mungkin berhubungan dengan pemerintahan.”