Damar langsung teringat akan kejadian dua hari lalu di mana teror bom terjadi di RS Husada di mana Damar tadinya ingin memeriksakan bekas lukanya.
“A-Apa Ibu yang waktu itu menggendong anak laki-laki?”
“Ya itu saya, Pak.”
Damar melihat wanita itu menganggukkan kepalanya merasa senang karena Damar berhasil mengingatnya. Selama beberapa detik, Damar memperhatikan sekilas wanita itu dari ujung kepala hingga ke ujung sepatunya. Dari wajahnya, Damar menduga wanita itu harusnya berumur tidak beda jauh dengannya-belum sampai 30 tahun. Dan dari segi penampilannya, Damar menduga bahwa wanita di hadapannya adalah wanita yang cukup berwawasan tinggi karena pakaiannya rapi dan terkesan sedikit resmi. Tapi … mengingat dua hari yang lalu saat bom terjadi, wanita di hadapan Damar hanya seorang diri membawa anaknya, Damar menduga bahwa wanita di hadapannya mungkin adalah seorang ibu tunggal.
“Melihat Ibu sekarang, sepertinya Ibu baik-baik saja.” Damar bicara dengan ramah tamahnya.
“Ya, saya baik-baik saja.”
“Gimana dengan putra Ibu? Dia juga baik-baik saja?” tanya Damar.
Wanita itu menjawab dengan senyum ramahnya. “Nanda cuma demam karena kaget.”
“Ah … teror bom itu memang masalah yang cukup berat untuk anak-anak.” Damar menganggukkan kepalanya paham. “Kalo boleh tahu apa yang membawa Ibu datang ke sini? Bukannya Ibu bilang putra Ibu tadi demam? Kenapa malah ke sini? Apa Ibu punya kenalan di sini?”
“I-itu … “
Damar melihat sedikit keragu-raguan di wajah wanita di hadapannya. Apa dia punya alasan lain datang ke sini? Mengingat pelaku dari teror bom yang masih belum ditemukan, Damar memasang sikap waspadanya untuk berhati-hati.
“Sebenarnya suami saya pernah bekerja di sini selama tiga bulan sebelum akhirnya meninggal. Hari ini saya datang kemari, keluar dari rumah dan meninggalkan anak saya yang masih belum sembuh dari demamnya, karena bom yang meneror kota.”
Eh?? Damar memgerutkan keningnya tidak paham. Apa ini?? Apa wanita ini adalah pelakunya? Damar buru-buru menggelengkan kepalanya mengingat kejadian dua hari yang lalu di mana wanita yang sedang bicara dengannya saat ini, berdiri membeku ketika bom meledak di RS Husada.
Jelas … dia bukan pelakunya! Tapi … apa maksud dari ucapannya?
“A-apa maksud ucapan Ibu? Ke-kenapa dengan teror bom itu?” Damar bertanya dengan sedikit gugup dan memasang sikap waspadanya jika wanita di hadapannya adalah bomber yang sedang dicarinya.
“Saya … “ Wanita itu sedikit gugup sebelum bicara. “Saya tidak yakin apakah ini berguna atau tidak, tapi … musik sebelum bom meledak itu, saya tahu musik itu.”
Eh??
Terkejut?? Jelas. Tapi Damar tidak punya banyak waktu untuk terkejut lebih lama karena apa yang hendak dikatakan oleh wanita di hadapan Damar itu mungkin adalah petunjuk penting yang akan membawa Damar pada bomber yang telah meneror Kota J selama hampir dua minggu lamanya.
Damar buru-buru mengeluarkan kartu tanda bahwa dirinya adalah polisi dan memberi tahu wanita di hadapannya bahwa Damar termasuk dalam tim yang sedang menyelidiki bomber yang sedang meneror Kota J. “Sebelumnya perkenalkan, saya Damar dari divisi kejahatan. Kebetulan saya adalah anggota tim yang sedang menyelidiki kasus teror bom kali ini. Jika Ibu ingin membuat kesaksian terkait kasus teror bom, Ibu bisa ikut saya.”
“Kebetulan sekali. Sebelumnya … perkenalkan saya Nila, Pak.”