Boneka Petaka

Eve Shi
Chapter #14

Bab 13: Laki-Laki Baju Hitam

13. Laki-Laki Baju Hitam

"Dih, masih pagi juga," gerutuku, lalu terdiam. Bakal lebih seram di tengah malam, sih. Paling nggak, sekarang ada sinar matahari.

Gerimis turun selagi aku menutup pintu gudang. Air bertetesan di atap dengan bunyi berirama. Gerimis ini damai, tanpa gemuruh guntur maupun lecutan petir.

Gini mestinya hujan, tuh. Bikin adem, nggak berisik atau bikin khawatir atap bocor. Mama amat menyukai hujan; pertemuan pertama beliau dengan Papa di taman kampus dihiasi oleh rinai gerimis.

Aku berjalan ke tangga, dan sudut mataku menangkap gerakan di sampingku.

Belum sempat otakku mencerna gerakan itu, dari belakang ada yang mendorongku dengan keras—Buk! Aku terjajar, hilang keseimbangan seperti pada malam pertama di rumah ini.

Namun, kini lututku spontan menekuk; badanku berjongkok sampai membungkuk. Telapak kakiku menginjak tepi tangga dan berhenti di sana, hingga aku tidak terpelanting ke bawah. Kemudian aku paham apa yang terjadi dan serasa lumpuh oleh ngeri.

Penghuni halus—malam itu dia tarik gue sampai jatuh—barusan dia dorong gue ke tangga—

Selamat. Satu kata itu menggaung dalam kepalaku. Selamat, gue selamat, nggak jatuh dan celaka.

Detik berikutnya, aku kembali didorong dengan jauh lebih kuat.

"Aaahhh!"

Aku menjerit saat badanku tersungkur ke depan. Sedetik lamanya aku bagai mengawang di udara. Lalu aku terguling-guling turun tangga; tiap benturan dengan tepi anak tangga menikam dagingku, mengguncangkan tengkorakku.

Tolong! teriakku dalam hati. Siapa saja, tolong gue!

Badanku terpental dari anak tangga terbawah, jatuh berdebam di lantai. Sisi kepalaku membentur lantai—tak terlalu keras, tapi membuat mata berkunang-kunang. Setengah mati aku berharap tak ada yang patah atau terkilir.

Hujan berubah deras dan bunyinya menyerbu telinga: Brrurrr! Aku terbaring di ubin yang keras, terengah-engah. Mataku terpejam selagi aku merintih akibat takut dan nyeri.

Jangan serang lagi! Kumohon, jangan. Bilang apa maumu—bilang saja kalau ingin aku pergi dari sini

Detik demi detik berlalu. Satu-satunya bunyi hanya napasku yang tak keruan. Pelan-pelan aku membuka mata, tak berani berkutik, takut akan apa yang mungkin kulihat.

Aku terkapar di dasar tangga. Seorang laki-laki, mengenakan kaus dan celana selutut serbahitam, berdiri di sampingku. Menilik ukuran tubuhnya, dia orang dewasa atau remaja yang jangkung.

Dia memunggungiku hingga aku tak dapat melihat wajahnya. Makhluk inikah yang mendorong aku tadi? Mengapa dia begitu membenciku sampai ingin aku cedera?

"Siapa?" Suaraku parau dan pecah di ujung.

Laki-laki itu tak menyahut. Nyeri di sekujur badanku menusuk-nusuk, mengaburkan pandangan. Aku mengerjap beberapa kali hingga pandanganku lebih jernih, dan hatiku kembali disusupi takut.

Akibat jatuh, aku sedang tak mampu bergerak cepat. Berteriak minta tolong pun percuma, sebab belum tentu segera ada yang datang. Laki-laki baju hitam dapat menyerangku kapan saja.

Derasnya hujan mulai berkurang. Air kembali jatuh dengan bunyi berirama yang tak menggempur saraf. Tiba-tiba terbayang olehku lembaran surat kabar yang tersimpan di gudang.

"Kamu ... Bayu?"

Klotak. Klotak.

Bunyi itu hampir sama keras dengan suaraku. Familier, dan berasal dari tangga. Bagai di luar kehendak, kepalaku berpaling ke sana.

Klotak.

Empat benda sedang menuju lantai bawah. Berpindah dari satu anak tangga ke anak tangga lain, berguling jatuh dengan sendirinya. Meski mataku telah terbiasa dengan rumah yang temaram, perlu beberapa detik bagiku untuk mengenali benda-benda itu.

Lihat selengkapnya