Boneka Terakhir di Toko Antik

Nona Bulan
Chapter #1

BTDTA (1) Toko Barang Antik

Karena sedang ada perbaikan, terpaksa aku harus memutar jalan. Lebih jauh karena melewati jalanan yang di samping kanan dan kirinya dipenuhi pepohonan tinggi.


Petang sudah tiba, jika malam menjemput aku akan lari terkocar-kacir karena melewati jalan yang tak ada penerangan sedikitpun. Oleh karenanya, kakiku berjalan lebih cepat dari biasanya.


“Huhh, mendung tapi terasa panas sekali!” Aku menyusut keringat, sesekali menarik pegangan tas yang tercangklong di bahu.


Memasuki hutan, aku menoleh ke kanan dan kiri. Sepi sekali, sejauh mata memandang hanya ada pepohonan lebat yang menjulang tinggi.


Resiko tak punya kendaraan dan tak punya seseorang yang dapat diandalkan, di situasi seperti ini aku harus sendirian. Mereka yang beruntung, teman-teman di sekolah dijemput keluarganya menggunakan kendaraan yang keren.


Tunggu. Matanya menyipit saat menemukan sesuatu yang sebelumnya tak pernah aku lihat.


Kakiku spontan berhenti kala penglihatanku mendarat pada sebuah toko tua yang berada di ujung jalan. Seperti disudutkan oleh waktu, papan namanya yang terbuat dari kayu lapuk itu pun sudah hampir tak bisa terbaca lagi.


“Terlihat menarik tapi sedikit menyeramkan.”


Sekilas aku melihat sepasang mata dari tubuh wanita renta yang bungkuk, berjalan masuk ke dalam toko tersebut menggunakan tongkat. Mungkin dia pemilik toko.


Entah kenapa, aku merasa ingin mampir ke sana. Sekedar melihat-lihat mungkin? Sudah lama aku tak melewati jalanan ini, siapa tahu aku akan mendapatkan penemuan berharga.


Dengan rasa penasaran yang tertancap pada kedua tungkai kakiku, akhirnya aku sampai di depan pintu toko tua tersebut. Tanganku menyentuh pintu kayu itu, terasa dingin dan terasa berat saat dibuka juga mengeluarkan decitan keras yang membuatku sedikit terkejut.


Sejurus kemudian aku dikagetkan lagi oleh bunyi lonceng yang secara otomatis bersuara ketika pintu dibuka. Bunyinya lebih-lebih nyaring dari lonceng yang pernah aku dengar, seolah-olah suaranya menjelma sebagai teguran bagi siapapun pengunjung yang datang.


“Aku pikir siapa.”

Lihat selengkapnya