Boneka Terakhir di Toko Antik

Nona Bulan
Chapter #2

BTDTA (2) Boneka Misterius

“Itu ... Boneka terakhir di sini.”


Aku menelan ludah sesaat. Lantas menarik pandangan dari sana. Pandanganku berputar ke rak lain, mengabsen rak-rak sekitar dan memang hanya ada satu boneka di sini. Sedikit bingung, tapi mari kita lihat barang yang lain.


Aku menyusuri lorong rak lain. Entah hanya perasaanku saja atau bagaimana, tapi semakin aku berjalan memasuki lorong-lorong, jalanannya terasa semakin sempit. Seperti di desain bukan untuk manusia.


Lihatlah jarak antar lorong satu ke lorong dua. Kedua sikutku nyaris bergesekan dengan rak-rak di sampingnya. Juga semakin jauh aku berjalan, napasku terasa berat. Aroma lilin yang hangus dan kayu-kayu tua lembap semakin menusuk hidung.


“Apa kau gadis yang kesepian?”


Aku berhenti melangkah. Lampu-lampu gantung yang mengeluarkan cahaya kuning remang-remang—berguna untuk penerangan di dalam toko, mendadak berkedip-kedip. Mencipta bayangan di dinding yang jika dilihat sekilas seperti bayangan hidup.


Aku menggaruk tengkuk, lalu berbalik badan. Mataku reflek berkedip-kedip saat menyadari bahwa tepat di belakang tubuhku ternyata tak ada wanita tua itu, padahal jelas aku merasa dia mengekoriku sejak tadi.


Karena mulai merasakan hawa yang aneh, sedikit mencekam dari sesuatu yang mengintai—entah karena lampu redup yang berkedip-kedip atau memang karena langit sudah hampir gelap, yang jelas saat ini aku berjalan cepat untuk kembali ke tempat di mana aku mengobrol dengan wanita pemilik toko tadi.


Tepat di depan etalase boneka yang menjadi barang satu-satunya yang memungkinkan untuk aku beli.


“Aku akan memberimu harga murah. Boneka ini untukmu. Dia akan menjadi temanmu, mengusirmu dari rasa sepi dan juga—”


“Aku tidak akan menjual boneka itu pada siapapun!” serobot seseorang yang tiba-tiba saja masuk ke dalam obrolan.


Jelas aku terkejut. Aku terperanjat di tempat dengan bahu yang terangkat naik. Bagaimana tidak terkejut, sejak awal aku mengira hanya kami berdua di sini.


Dan sekarang ... Ketika aku menengok ke samping—pada meja di sebelah pintu yang mungkin menjadi tempat kasir, pandanganku langsung bertemu dengan mata cekung kehitaman milik pria kurus yang memiliki tatapan dingin dan sedikit mengerikan.


Entah sejak kapan dia berdiri di sana. Berdiri dibalik kaca etalase meja yang retak. Hanya diam laksana patung, nyaris tak bergerak. Wajahnya pucat, semakin aku lekat memandanginya, kutemui sedikit senyum kecil yang terlalu tipis untuk dikatakan sebagai senyum yang ramah.


“Ambil saja boneka ini. Jangan pedulikan pria tua di sana. Dia sedikit sensitif setelah putri kami meninggal. Dia selalu mengira bahwa boneka ini adalah putri kami yang sudah lama tiada,” ungkap wanita paruh baya yang berhasil menarik atensiku lagi.

Lihat selengkapnya