BONO 13.15

Onet Adithia Rizlan
Chapter #9

MENGISI HARI LIBUR

Pagi menjelang siang sekitar pukul sebelas, Edi Badak sibuk mengetuk pintu rumah dinas Rizal. Dengan malas-malasan Rizal keluar dari kamar dan membuka pintu depan untuk Edi Badak.

"Ngapain kau datang pagi-pagi begini, Badak?" tanya Rizal dengannada kesal sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.

"Pagi apa pulak hari gini. Buka mata Pak Riz, dulu. Tengoklah langit, matahari sudah bersinar terik. Manggang ikan patin pun udah bisa saking panasnya," Edi Badak senyum-senyum berdiri di beranda rumah Rizal.

Rizal melangkah masuk ke rumah diikuti oleh Edi Badak.

"Sekarang hari libur, Badak. Waktunya untuk mengistirahatkan badan. Kita bukan robot diprogram untuk kerja tujuh hari dalam seminggu. Kita ini manusia, ada batas daya tahannya. Sedangkan mesin saja ada waktunya untuk istirahat, apalagi kita manusia?" Rizal melangkah menuju dapur sambil ngomel panjang lebar.

Edi Badak duduk di sofa ruang tamu.

"Siapa yang menyuruh Pak Riz, kerja? Aku mau mengajak Pak Riz ke rumah Aina. Imelda juga akan ke sana. Kita makan siang di sana, tadi Imelda sudah beli ikan Patin dua kilo. Ada ikan Baung juga dibelinya dua kilo. Kawannya Imelda itu pandai bikin sambal kecap. Enak tiada tandingnya," Edi Badak berusaha mempengaruhi Rizal untuk ikut ke rumah Aina.

"Kita ke rumah Imelda?" Rizal menanggapi Edi Badak.

Edi Badak kesal dan menghentakkan kakinya ke lantai papan yang dilapisi karpet plastik bercorak papan catur itu.

"Alamak! Apa udah nyanyok Pak Riz, sekarang? Aku tadi bilang kita mau ke rumah Aina nanti Imelda juga mau ke sana," Edi Badak mengulangi penjelasannya.

"Aina itu siapa?" sahut Rizal dari arah dapur.

Rizal pura-pura lupa, hanya untuk menjaga gengsinya saja di hadapan Edi Badak. Rizal tak mau dianggap terlalu mengharapkan bertemu dan berkenalan dengan Aina yang rumahnya berada di pinggir Sungai Kateman.

Edi Badak menggelengkan kepalanya dengan mimik wajah kesal.

"Aina mana lagi, itulah yang rumahnya di pinggir Sungai Kateman, yang selalu Pak Riz lirik kalau lewat situ?"

"Oh, itu?" Rizal cuma berucap Oh saja membuat Edi Badak bertambah kesal.

" Ya, sudah. Kalau Pak Riz, tak mau ikut dan tak ingin berkenalan dengan Aina Baiknya kutawarkan saja kepada Pak Fauzi, mandor divisi satu. Dia pun masih lajang juga."

Edi Badak berdiri dari duduknya Lalu terdengar ribut-ribut dari arah dapur. Suara benda jatuh berdebum.  Rumah itu lantainya terbuat dari papan maka benda apa pun yang jatuh, pasti suaranya terdengar berdebum. Apalagi benda yang jatuh itu bobotnya lumayan berat terdengarlah suara berdebum seperti suara nangka jatuh ke tanah.

Edi Badak menoleh ke arah ruang dapur.

"Ada nangka jatuh, Pak Rizal?" Edi Badak menyebut nama Rizal penuh dan tidak menyingkatnya seperti biasa.

"Aku yang jatuh bukan nangka, Badaaak!" terdengar suara Rizal menyahut dengan nada kesal.

Edi Badak tertawa dan bergegas menuju dapur. Dari ambang pintu, ia melihat Rizal terlentang di dapur dan berusaha untuk bangkit sambil berpegangan pada lemari dapur. 

"Kenapa bisa jatuh?" Edi Badak tak habis pikir.

"Terpeleset, ada bekas air tumpah lantai jadi licin," Rizal meringis.

"Makanya lekaslah mencari bini, biar ada yang mengurus rumah," Edi Badak tersenyum mengejek.

"Kau pun belum laku, jangan mengejek orang," balas Rizal.

Edi Badak tertawa.

" Iyalah, tapi aku sudah punya calon!" Lelaki tambun itu menyombongkan diri.

Lihat selengkapnya