BONO 13.15

Onet Adithia Rizlan
Chapter #10

MENGARUNGI SUNGAI KATEMAN

Dengan menggunakan sampan kecil kepunyaan Security di pos B2, Rizal dan Edi Badak mengarungi Sungai Kateman yang arus airnya tenang, tapi agak deras sehingga Edi Badak tidak terlalu mengeluarkan tenaga untuk mengayuh sampan tersebut. Ia duduk di bagian belakang dan lebih banyak meluruskan pengayuh searah badan sampan di bagian buritan serta menggerakkannya ke kiri atau kanan untuk menjaga arah ketimbang mendayung sampan karena arus sungai yang lumayan deras sudah cukup membantu. Tak perlu mengayuh sampan untuk bergerak maju.

Rizal duduk di bagian tengah pada sebuah papan yang diletakkan melintang di dalam badan perahu. Iseng Rizal menurunkan tangan ke sungai dan memainkan air dengan menepuk-nepuknya.

"Hati-hati, Pak Riz, di sungai ini pernah nampak buaya muncul. Buaya muara itu ganas dan berbahaya," ujar Edi Badak mengingatkan.

"Dari mana kau tau?" Rizal tak percaya dengan ucapan Edi Badak.

"Dulu sebelum Pak Riz bekerja di sini. Sudah ada korban, pekerja kontraktor yang sedang melakukan land clearing untuk membuka lahan baru. Dia mencoba mandi di hulu sungai ini, malang nasibnya diterkam buaya dia. Tak tertolong, aku yang diminta memindahkan jasadnya yang tercabik-cabik dan tersangkut semak belukar di pinggir sungai dan membawanya ke site office perusahaan tempatnya bekerja,"suara Edi Badak terdengar bergetar ketika menceritakan kejadian itu. Sepertinya dia terbawa emosi karena terlibat langsung pada peristiwa tragis tersebut.

"Kejadiannya di mana?' tanya Rizal penasaran.

"Agak ke hulu sekitar 200 meter dari Jetty B2 tempat kita turun tadi," sahut Edi Badak menjelaskan.

Rizal terdiam. Sejak tadi ia sudah menarik tangannya dari sungai. Sampan masih bergerak mengikuti arus Sungai Kateman.

"Masih aman berarti di sekitar Jetty," 

Rizal memandangi tepian sungai yang ditumbuhi semak belukar yang ujung daunnya terendam air dan meliuk-liuk di pinggir sungai.

"Siapa yang bilang aman? beberapa kali security di pos B1 dan B2 melihat monster air itu berenang ke tepian dekat dengan Jetty. Makanya Pak Rizal harus hati-hati kalau berdiri di tangga bagian bawah Jetty. Takutnya disambar buaya!" Edi Badak tertawa di tengah kesibukannya membawa perahu mengarungi Sungai Kateman.

"Habitatnya terganggu, makanya dia muncul ke wilayah yang di kuasai manusia," ujar Rizal berargumen.

Edi Badak menyeka keringat di pelipisnya.

"Siapa pula yang mengganggu, apa tadi belikat?"

Sontak Rizal tertawa 

"Habitat! Belikat itu tulang yang ada di punggung," Rizal geleng-geleng kepala.

"Maklumlah Pak Riz, aku ni tak sekolah tinggi jadi agak bodoh sikit," ujar Edi Badak malu hati.

"Kalau masalah pengetahuan umum seperti itu tak perlu sekolah tinggi-tinggi, asal kau rajin membaca buku atau majalah. Pasti mengerti apa itu belikat, apa itu habitat."

"Jadi habitat itu apa?" Edi Badak menyela.

"Habitat, bagi seekor hewan adalah sebuah wilayah yang menyediakan segala hal yang dibutuhkannya untuk mencari dan mengumpulkan makanan, memilih pasangan, dan berhasil bereproduksi di tempat itu." Rizal menerangkan panjang lebar.

"Rasa-rasanya tak ada yang mengganggu habitat buaya-buaya itu. Siapa pula yang berani?" Edi Badak menyangkal tuduhan Rizal tadi soal merusak habitat buaya.

"Pengerukan pasir sungai secara besar-besaran, apakah itu tidak merusak habitat buaya di sini?"

Edi Badak terdiam. Ia melihat sendiri bagaimana ponton setinggi bangunan bertingkat dua itu, sering hilir mudik membawa pasir yang menggunung di atas ponton yang ditarik oleh tug boat, melintas di depan pos B1 dan B2. Pernah terbersit di benaknya mau dibawa kemana pasir sebanyak itu dan untuk apa?

"Iya, sering melihat tug boat menarik ponton besar, mengangkut pasir dari hulu sungai. Itu untuk apa, Pak Riz?" Edi Badak melempar pertanyaan yang selama ini belum terjawab dan membuatnya bertanya-tanya.

"Mungkin dijual ke negara tetangga. Siapa tahu?" Rizal menjawab asal-asalan.

Edi Badak merengut.

"Nggak sekalian sama batu batanya, semen dan kapur juga, siapa tahu negara tetangga mau membangun gedung pencakar langit?" ujar Edi Badak kesal.

Lihat selengkapnya