BONO 13.15

Onet Adithia Rizlan
Chapter #11

BERKENALAN DENGAN AINA

Rizal dan Edi Badak disambut oleh Aina dan temannya yang bernama Imelda, kekasihnya Edi Badak. Jujur dalam hati Rizal mengakui bahwa Edi Badak tidak berbohong. Imelda yang dikatakan Edi Badak seperti artis itu, memang enak dipandang. Tubuhnya ramping, tapi berisi berkulit kuning langsat dan rambut panjang sebahu. Meskipun Rizal berpikir keras, kekasihnya Edi Badak itu mirip artis yang mana? Ah! Rizal tertawa geli di dalam hati. Mungkin Edi Badak tak punya kosa kata yang cukup untuk menggambarkan secantik apa Imelda, maka ia katakan saja kayak artis itulah sejatinya cantik, menurut Edi Badak!

Kemudian pandangan Rizal berpindah kepada perempuan satunya lagi yang berdiri di samping Imelda, dia adalah tuan rumahnya yang bernama Aina. Rizal tak bisa memungkiri hatinya bahwa perempuan bernama Aina itu nyaris sempurna. Ia tak menyangka ada perempuan secantik itu tinggal di daerah yang jauh dari kota yang penuh dengan peradaban modern. Ada salon, tersedia banyak pilihan butik-butik mewah, toko-toko yang menjual produk skincare dan parfum impor yang menghadirkan sensasi aroma surgawi dari tubuh di pemakainya. Wajar saja kalau perempuan yang berada di kota dan semua keperluannya untuk mempercantik diri dan mengubah penampilan tersedia dan bisa didapatkan dengan mudah. Berbeda dengan perempuan-perempuan yang tinggal di daerah terpencil di sekitar hutan dan perkebunan sawit yang sepi. Bagaimana cara mereka untuk merawat dan mempercantik dirinya?

"Berkenalanlah dulu," suara Edi Badak menyadarkan Rizal dari lamunannya.

" Saya, Rizal dari Medan," Rizal mengulurkan tangan kepada Aaina.

Aina tersenyum menerima uluran tangan Rizal.

"Aina, Aina Zuraida," perempuan berkulit putih bersih itu mengucapkan namanya dengan lengkap.

"Pak Rizal ini staf logistik di kebun kami. Dia kepala gudang," Edi Badak ikutan mengenalkan siapa Rizal.

Rizal menyikut Edi Badak yang berada di dekatnya. Ia merasa risih diperkenalkan seperti itu.

"Sekarang kita mulailah bakar ikan, Bang Edi nyalakan api," Imelda memberi perintah.

Belum lagi Rizal merasa puas memerhatikan sosok Aina, Edi Badak sudah diminta untuk mempersiapkan panggangan ikan oleh Imelda dan itu artinya Rizal juga harus ikut membantu.

"Di mana mau bakar ikannya, di sini spa di belakang?"' Edi Badak bertanya sambil mengitari pandangan ke seluruh halaman rumah Aina yang tidak seberapa luas karena di kiri kanan halaman dibatasi oleh pepohonan dan semak belukar. Rumah Aina memang terpisah dari perkampungan. Di sepanjang sungai dari pos B1 sampai di Perkampungan Simpang Kateman memang ada satu-dua rumah penduduk, tapi secara administratif mereka masuk ke wilayah perkampungan Simpang Kateman.

Rizal tak bisa membayangkan bagaimana ada seorang perempuan cantik berasal dari tempat ini. Begitu terpencil dan hidup masih sangat sederhana. Bedaknya saja dari beras yang direndam semalaman lalu dihaluskan sehingga menjadi tepung, tapi kulit mereka putih bersih.

Jujur saja sejak melihat Aina dari dekat untuk pertama kalinya, Rizal mulai tertarik kepada perempuan berusia 17 tahun itu. Entah kenapa, semua bayangan  tentang perempuan kampung yang tinggal di daerah terpencil, jauh dari kehidupan modern yang selama ini melekat di benak Rizal, seketika sirna tak berbekas.

Aina yang bertubuh tinggi langsing berkulit putih bersih dengan rambut hitam lurus sebahu, berwajah oval alis mata tebal berhidung bangir serta ada belahan kecil di dagunya. Sungguh, sosok Aina sudah sejajar dengan model atau bintang film papan atas yang menjadi inceran manajemen artis. Bahkan Aina punya kelebihan dari model atau bintang film di kota besar, Aina itu orisinil tanpa make up dan operasi plastik untuk mengubah bentuk wajah. 

"Aina itu seperti bidadari," bisik Edi Badak yang berada di dekat Rizal.

Lihat selengkapnya