BONO 13.15

Onet Adithia Rizlan
Chapter #17

BERTEMU AINA di PULAU MUDA

Mayat-mayat korban kecelakaan speedboat akibat diterjang oleh Ombak Bono ditangani oleh Satpolairud, Polres Pelalawan. Pak Leo yang memimpin penjemputan mayat Amaq Inayah sedang berkoordinasi dengan Kasatpolairud berpangkat AKP. Pak Leo ditemani oleh Pak Arif, Komandan Security Estate Malapari menemui Pak Kasatpolairud. Sedangkan Rizal menyempatkan diri berjalan- jalan di sekitar Pekan Desa Pulau Muda.

Orang-orang memang terlihat ramai di dekat Posko yang didirikan oleh Polres Pelalawan, untuk mengidentifikasi para korban yang berjumlah 8 orang termasuk Amaq Inayah. Semua mayat yang sudah teridentifikasi boleh dibawa setelah melakukan serah terima antara Kasatpolairud dengan keluarga atau yang mewakili keluarga korban. Karena bosan menunggu dan tak ingin masuk ke dalam Posko di mana mayat para korban disemayamkan untuk sementara, Rizal pun memutuskan berkeliling di dekat Posko yang tidak jauh dari Pekan--pasar mingguan-di desa Pulau Muda.

"Kau di sini saja, Ran. Jangan jauh-jauh dari Posko, tunggu sampai Pak Leo dan Pak Arif keluar dari dalam," Rizal menyuruh Jumiran, anggota security yang ikut menjemput mayat Amaq Inayah.

"Pak Rizal mau ke mana?" Jumiran tampak bingung karena akan ditinggal sendirian.

"Saya mau cari rokok," sahut Rizal sambil melangkah pergi.

Pekan Desa Pulau Muda terlihat sepi hanya ada beberapa pedagang yang membuka lapaknya. Rizal menduga bahwa sekarang bukanlah hari Pekan makanya suasana berjual beli tampak sepi dan yang ramai itu di sekitar Posko Satpolairud. Banyak masyarakat berkumpul dan berkerumun ingin melihat bahkan sampai menghalangi keluarga korban untuk mengambil jenazah keluarganya. Hiruk pikuk seperti itulah yang membuat Rizal menyisihkan diri dari keramaian beraroma duka tersebut.

Rizal memutuskan untuk mencari kedai kopi yang buka. Kebetulan tidak jauh, sekitar 100 meter dari Posko, ada kedai kopi yang buka dan sudah dipenuhi oleh pengunjung dan pembicaraan mereka tidak jauh-jauh dari peristiwa kecelakaan speedboat yang terjadi. Rizal pun mencari tempat yang masih kosong lalu memesan secangkir kopi dan sebungkus rokok.

Belum sempat menghirup kopi dan membakar rokok tiba-tiba saja, Rizal melihat kelebat sosok Aina masuk ke kedai kopi dari arah pintu yang berbeda dari pintu yang dimasukinya tadi. Memang kedai kopi ini memiliki dua pintu di sebelah kiri dan kanan bangunan semi permanen itu, Rizal mencoba melongok ke arah Aina masuk tadi. Ia hanya ingin memastikan bahwa sosok yang dilihatnya tadi adalah Aina bukan orang lain yang mirip dengannya.

Memang benar yang dilihat Rizal adalah Aina. Perlahan ia bangkit dan mengambill cangkir kopi dan sebungkus rokok dari meja, lalu membawanya ke arah di mana Aina duduk bersama seorang perempuan dan lelaki paruh baya.

"Selamat siang, Aina?" Rizal menyapa ketika sudah berada dekat meja Aina.

Aina terkejut begitu juga dengan kedua orang paruh baya yang bersama dengan Aina saat itu.

"Bang Rizal, ngapain ke sini?" ujar Aina seolah tak percaya.

"Ada pekerja dari estate kami yang jadi korban kecelakaan speedboat. Sekarang mau menjemput jenazahnya. Aina ngapain ke sini?" Rizal balik bertanya.

"Mau mencari Awang Kecik. Dua hari yang lalu dia pergi dari rumah, katanya mau ke Pulau Muda, tapi tak pulang-pulang sampai sekarang. Kami khawatir kalau pada hari itu Awang Kecik juga ikut menjadi korban," Aina menjelaskan.

Barulah Rizal mengerti kenapa Aina berada di tempat ini. Ia beralih kepada dua orang paruh baya yang berada di meja itu. Rizal mengangguk hormat dan tersenyum.

"Pak, Bu ... "

Lihat selengkapnya