BONO 13.15

Onet Adithia Rizlan
Chapter #33

MURKA

Rizal, Aina, Edi Badak dan Imelda, pulang dari desa Pulau Muda sekitar pukul lima sore. Boat merapat di dermaga depan rumah Aina. Cahaya matari senja memantul dan berkilauan di permukaan sungai yang beriak. Pelan Edi Badak menambatkan boat dengan mengikatkan tali tambang ke tiang dermaga.

"Ayo, turun. Kita sudah sampai." Edi Badak melihat di bangku tengah Aina dan Rizal tak bergerak. Edi Badak mencolek Imelda yang duduk di depannya sambil berbisik.

"Apa mereka ketiduran?"

Imelda menoleh dan menggeleng.

"Nggak tahu."

Sementara di bangku tengah, tangan Rizal masih menggenggam tangan Aina.

"Kita sudah sampai," Rizal berbisik.

"Cepat sekali?" balas Aina berbisik.

"Hari sudah senja, sebentar lagi Maghrib!' seru Edi Badak.

Rizal berdiri, boat jadi sedikit oleng. Setelah itu ia melompat ke atas dermaga dan mengulurkan tangan kepada Aina yang masih berada di dalam boat. Aina pun beringsut ke pinggir boat dan meraih tangan Rizal yang terulur kepadanya. Aina berpaut ke tangan Rizal, lalu menginjak pinggir boat kemudian naik ke dermaga. Boat menjadi oleng sedikit, tapi Aina sudah berhasil naik ke dermaga. 

Setelah itu Edi Badak yang melompat ke dermaga dan mengulurkan tangannya ke pada Imelda untuk membantu kekasihnya itu naik ke dermaga.

Setelah semuanya keluar dari boat dan berada dermaga, kemudian mereka melangkahkan kaki melewati halaman menuju rumah. Imelda berjalan paling depan diikuti, Rizal, Edi Badak dan Imelda.

Tiba-tiba dari pintu depan Ayah Aina keluar dan berdiri di mulut tangga rumah panggung itu, seperti hendak menghadang jalan untuk masuk ke rumah.

Aina berhenti ketika sudah berhadapan dengan Ayahnya. Ia sempat menoleh ke belakang melihat Rizal yang berdiri terpaku sekitar dua meter di belakangnya. Aina sendiri merasa ciut melihat mimik muka Ayahnya.

"Dari mana kalian?!" suara Ayah Aina terdengar menakutkan di telinga Rizal. Ia melirik Edi Badak di sampingnya. Lelaki tambun itu tak bersni mengangkat muka. Ia terpekur menatap tanah yang ia pijak.

"Jawab! Dari mana saja kalian?!" bentak lelaki paruh baya itu murka.

"Jawablah, Badak," bisik Rizal pelan takut terdengar Ayahnya Aina.

"Kau jelaskan dulu, Melda! Tadi pagi kau datang permisi sama Pakcik, mau mengajak Aina pergi keluar sebentar. Sekarang sudah senja baru kalian pulang. Tadi pagi tak ada jantan yang datang minta ijin sama, Pakcik. Dari ri mana kalian, jawab!" Ayah Aina terlihat benar-benar marah.

"Dari Pulau Muda Ayah," sahut Aina memberanikan diri.

"Oh, ke Pulau Muda, ya?" ujar Ayah Aina sinis.

"Ada apa Abang menjerit-jerit?"

 Ibu Aina keluar dari rumah dan berdiri di samping suaminya itu. Ia juga sempat melihat Aina berdiri menundukkan muka di depan Ayahnya dan nampak Imelda, Edi Badak dan Rizal berdiri di belakang Aina.

"Coba kau lihat, Aina pergi dari pagi dan pulangnya senja hari begini? Tadi berangkatnya bersama Imelda, sekarang ada pula si Badak dan kawannya orang dari kebun sawit itu," Ayah Aina masih terlihat marah dan kesal.

"Marilah naik ke rumah dulu, nanti ceritakan kepada Pakcik dan Makcik biar terang duduk masalahnya. Kalian berempat ini bukan mahram, jadi tak pantas pergi bebas, berpasang-pasangan macam burung saja. Kalian ini manusia yang punya agama dan adat-istiadat yang harus dijunjung tinggi," Ibu Aina terlihat lebih bisa mengendalikan rasa kesalnya.

Lihat selengkapnya