Boraspati selalu terpesona oleh keindahan dan makna ukiran gorga. Cita-citanya adalah melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi seni ukir agar dapat memperdalam ilmu dan keterampilannya. Kabar baik pun datang, ia diterima di perguruan tinggi seni ukir di Institut Seni di Bali yang bergengsi.
"Among, Inong, aku diterima di perguruan tinggi seni ukir!" seru Boraspati dengan gembira saat tiba di rumah.
Wajah Among-nya berseri-seri, sementara Inong-nya tidak bisa menahan air mata kebahagiaan. "Kami sangat bangga padamu, Boraspati," kata Among-nya sambil memeluknya.
Namun, di balik kebanggaan itu, ada kekhawatiran yang mendalam. Among-nya, dengan suara berat, berkata, "Amang, kita sangat ingin kau melanjutkan pendidikan, tapi …”, among menarik napas dalam.
Boraspati terdiam, dia tahu maksud among-nya hatinya mulai dipenuhi kesedihan. Ia tahu betapa keras kedua orang tuanya bekerja untuk menghidupi keluarga mereka. Di kursi kayu buatan amongnya, Boraspati menunduk menatap lantai rumahnya yang dingin. Malam ini terasa lebih sunyi dari malam yang biasanya.
***
Di pembaringan, malam ini menjadi semakin berat untuk memejamkan mata. Di satu sisi Boraspati merasa cita-citanya begitu dekat, disisi lain ia merasa cita-cita itu begitu jauh dan semakin hampa.
***