BORASPATI

Marfenas Marolop Sihombing
Chapter #8

Boraspati dan Persimpangan Dilema

Di kota besar, kehidupan Boraspati tidaklah mudah. Setiap hari, ia berusaha berhemat untuk memenuhi kebutuhan kuliahnya yang banyak. Ia tinggal di sebuah kos sederhana, bersama beberapa teman sekos yang juga sama-sama berjuang untuk menyelesaikan pendidikan. Kehidupan kos penuh dengan tantangan baru dan tuntutan akademik yang tidak pernah berhenti. Meski begitu, Boraspati selalu mengingat pesan orang tuanya untuk tetap tegar dan kuat.

Suatu hari, peristiwa yang tidak terduga terjadi di kosan. Salah satu teman sekos Boraspati kehilangan dompet yang berisi sejumlah uang. Situasi menjadi tegang, dan kecurigaan mengarah ke Boraspati, yang kebetulan sepanjang hari ada di kos.

"Boraspati, kan tadi kamu yang terakhir keluar dari kamar. Apakah kamu melihat dompetku?" tanya temannya, Rudi, dengan nada mencurigakan.

Boraspati terkejut. "Tidak, aku tidak melihatnya. Aku hanya keluar untuk membeli makan."

Namun, beberapa teman sekos lainnya mulai berbisik-bisik, dan kecurigaan mereka terhadap Boraspati semakin kuat. Tanpa bukti yang pasti, Boraspati akhirnya menjadi tertuduh sebagai pencuri.

"Kalau memang bukan kamu, kenapa tidak ada yang melihat orang lain masuk ke kamar?" desak salah satu penghuni kos.

Dengan hati yang berat dan perasaan yang terpojok, Boraspati berjanji, "Baiklah, aku akan mengganti sejumlah uang yang hilang itu. Meskipun aku bukan pelakunya, aku akan bertanggung jawab."

Boraspati merasa hancur. Di tengah kesepian di kamarnya, ia merenung dan berpikir untuk pulang kampung. Begini ternyata sebuah kota, ditengah hingar bingar, ada banyak tuduhan tak mendasar dan kebenaran yang belum tentu benar adalah milik dia yang kuat.

Ia teringat pada Inong-nya yang bekerja di ladang kopi, memetik buah kopi, dan Among-nya yang sedang mengukir gorga dengan segelas kopi di meja ukirnya. Satu sisi hatinya ingin kembali pulang, menghindari segala kesulitan ini dan berada di dekat keluarganya yang selalu mendukungnya.

Boraspati kembali memikirkan harapan dan kebanggaan yang telah ditanamkan oleh orang tuanya. Mereka sangat mendukungnya untuk melanjutkan pendidikan dan mencapai impian, meskipun itu berarti harus berjauhan.

Malam itu, di dalam kesunyian kamar kosannya, Boraspati merenung dalam-dalam. Ia ingat bagaimana Inong-nya selalu menasihatinya untuk tetap kuat dan tegar menghadapi segala cobaan. Ia juga ingat pesan Among-nya untuk tidak menghianati kepercayaan orang tuanya.

Boraspati memutuskan untuk menulis surat kepada orang tuanya, mengungkapkan segala kesulitan dan perasaannya. Ia tahu bahwa mereka pasti akan mendukungnya apa pun yang terjadi, tetapi ia juga tahu bahwa mereka ingin melihatnya sukses dan bahagia.


 

 

Dalam suratnya, ia menulis:

 

Lihat selengkapnya