Bossku, Sayangku

Mursal fahrezi
Chapter #2

1

Rania Purnamasari

Bekerja di sebuah kantor majalah terkenal, siapa sih yang nggak mau? Begitu pun aku.

Oh iya, perkenalkan dulu. Namaku Rania Purnamasari. Lulusan kuliah di jurusan Seni. Ya, kecintaanku pada dunia gambar-menggambar menjadikanku seorang ilustrator.

Sempat bermimpi menjadi seorang komikus. Tapi, bagiku sendiri amat susah melakukannya. Ya, aku nggak pandai bercerita. Apalagi menceritakan kisah hidupku kepada seseorang. Dan yang lebih parah jika cerita itu disebarluaskan dalam bentuk gambar, apalah nanti jadinya. 

Umurku 23 tahun. Usia yang sudah matang sebenarnya untuk menikah. Namun, ya itu tadi. Aku belum ingin menikah, meski sudah punya pacar cakep bernama Bara. Cakep aku bilang. Iya. Face-nya sebelas-dua belaslah sama Sahrul Gunawan. 

Ganteng, ya? Bagiku ganteng itu relatif. Buat apa kalo punya pacar ganteng tapi makan hati terus tiap hari. Namun, Bara nggak seperti itu. Mungkin sudah dari sananya kalau dia baik hati sama aku.

Kembali ke pekerjaan. Sudah tiga bulan ini aku menganggur. Kerjaanku di rumah, kalau nggak pergi sama Bara, ya cuma makan, atau tidur. Kadang Ibu di rumah saja sampai sewot lihat aku.

"Ya cari kerja, Ran. Masa lulus kuliah masih malas-malasan."

"Bukannya nggak mau kerja, Bu, belum ada panggilan."

"Ya, kirim surat lamaran kerjanya jangan satu. Kirim ke banyak perusahaan."

Saran Ibu akhirnya aku ikuti. Aku rajin bikin surat lamaran pekerjaan. Kirim ke sana. Kirim ke sini. Dari perusahaan kertas, sampai kantor majalah. Dan ternyata, dari sekian banyak lamaran pekerjaan, akhirnya aku terdampar di sini.

Yup, sebuah kantor majalah kota ini yang sangat terkenal bernama majalah Purnama menerima lamaranku. Rasanya senang banget, sampai keingat sama Bara, karena waktu itu aku masih menganggur.

"Berhenti deh, Bar, jemputin aku terus tiap malam Minggu."

"Lho, memangnya salah, ya?"

"Nggak salah kalau akunya udah kerja," ujarku kesal. "Kamunya nggak malu apa punya pacar pengangguran?"

"Kamu kan bukan pengangguran, Ran. Kan kamu bilang sendiri sedang melamar pekerjaan."

"Pokoknya berhenti dulu deh jemput ke rumah. Aku kan malu. Ntar, ibuku kesal, kitanya malah dikawinin."

"Ya bagus, dong." Bara akhirnya tertawa.

Kadang, aku pikir, aku kejam banget sama dia. Tapi demi kebaikan bersama, Bara akhirnya nurut juga. Bahkan saking cueknya dia malah dua minggu sekali baru datang ke rumah. Dia pun nggak tahu kalau aku dapat surat panggilan dan langsung bekerja hari ini di kantor majalah Purnama.

Aku turun dari kendaraan online, terus melangkah cepat ke arah kantor tersebut. Hari ini adalah hari pertama bekerja dan aku nggak ingin terlambat. Begitu masuk ke kantor, satpam yang bertugas menuntunku ke ruang atasan.

Sepanjang perjalanan dari lobi ke ruang atasan, aku dibuat takjub. Kantor ini terlihat mungil, namun amat menawan. Sepertinya didekorasi dengan nyaman, agar para pekerja betah untuk berlama-lama di kantor.

"Selamat datang di perusahaan kami, dan selamat bekerja hari ini."

"Iya, Pak," tuturku.

Aku menatap atasanku, dan tidak bisa memicingkan mata sekejap pun. Dia terlalu menarik untuk nggak dilirik. Wajahnya tampan, dengan rahang tegas. Kulitnya putih bersih dan tubuhnya padat berisi. Bisa kulihat dari balik kemejanya itu kalau dia memiliki dada bidang yang amat memikat.

Astaga, aku kan sudah punya Bara. Ngapain kini malah mikirin yang nggak-nggak tentang bosku ini?

Namanya cukup indah. Seindah rambut hitam juga kemeja biru yang dia kenakan hari ini. Raka Arya Dewa. Tiga nama tapi dalam satu orang.

"Bagaimana, Rania, apa ada pertanyaan lagi?"

Lihat selengkapnya