I "Malam Sunyi"
Tak sedikit yang tahu berita peperangan yang baru saja terjadi beberapa belakangan ini. Raja, ratu yang serakah, monster yang membabi buta, dan iblis yang menolak untuk bungkam, sebuah rupa yang abstrak mencoba untuk muncul dan merubah tatanan kehidupan yang sudah terbentuk dari lama.
Keadaan di berbagai sudut kontinen menjadi lebih tidak stabil seperti sebelumnya, citra kehidupan yang adil dan seimbang semakin tak nampak di permukaan. Hanya orang bodoh yang mencoba untuk berharap kehidupan akan membawanya pada sebuah kedamaian.
Tidak akan pernah terlihat, tidak di Arven yang malang.
Namun kegelapan dan ironi yang ada di kontinen itu bukanlah akhir dari segalanya, beberapa dari mereka yang memiliki kebenarian bagaikan baja akan menemukan arti dari kehidupan yang sesungguhnya. Beberapa dari mereka adalah pria, beberapa dari mereka juga adalah wanita.
Jauh di kedalaman hutan berarwah yang mencekam, sepasang jejak kaki terlihat membekas. Tanah lunak, pohon-pohon rindang menutupi segala sudut pandang bukanlah sebuah halangan. Bukanlah sebuah halangan bagi mereka yang sedang mencari sebuah kebenaran. Mereka yang menulis kembali ulang sejarah yang terlupakan.
***
"Sudah berapa lama kita berjalan di hutan belantara ini?"
"Entahlah, terus saja berjalan sesuai dengan arahan yang orang itu katakan." Sambil menepuk-nepuk baju yang terlihat lusuh setelah perjalanan yang cukup panjang
Mereka berdua berjalan menempuh ratusan kilometer dari pegunungan merah. Memakan waktu yang cukup panjang, berbulan-bulan untuk dapat mengunjungi tempat lain yang sudah menjadi tujuan selanjutnya.
"Lihat!" Menunjuk jari telunjuknya ke suatu arah "Sebuah pondok tua, terlihat seperti sudah ditinggalkan oleh pemiliknya." Salah satunya berucap
"Setidaknya bisa bermalam tanpa adanya rasa was-was di tengah hutan belantara ini." Ucap pria berambut putih dengan menghela nafas
Langit pun mulai menunjukkan sisi gelapnya, malam pun datang menjemput langit yang redup. Suara jangkrik di malam hari yang menenangkan telinga seakan memaksa mata untuk memejamkan mata, terlelap tidur untuk menghilangkan rasa lelah. Tidak ada malam setenang itu sejak mendirikan tenda berbulan-bulan yang lalu.
Pria berambut putih itu pun mengarahkan tangannya ke atas, terkesan menggapai langit yang berisikan cahaya gemerlap bintang yang berkedip dari kejauhan. Tatapan yang kosong, seorang pria yang tertidur menatap langit dengan raut wajah keingintahuan akan suatu jawaban.
Terkadang senyum dari wajahnya terlihat beberapa kali, membuat salah satunya bertanya-tanya akan apa yang dipikirkan oleh temannya tersebut. Mungkin hanyalah sebuah renungan kosong akan lelucon semasa hidupnya, atau juga mungkin sebuah rasa syukur akan kehidupan baru yang sedang ia jalani saat ini.
“Apa ada sesuatu yang lucu di benakmu?”
Perkataan itu membuat kepalanya menoleh ke arahnya, menaikan salah satu alisnya dengan kesan tanda tanya.
“Entahlah, sudah dari lama aku melihatmu selalu tersenyum sesaat ingin tidur.”
“Hanya tak sabar tuk bertemu kembali, itu saja.” Jawabnya dengan bibir tersenyum sambil memejamkan matanya kembali
“Mungkin akan lebih baik tetap seperti itu, kawan.” Ucapnya dengan nada yang pelan kepada dirinya sendiri
Shhk.. Shhk.. Shhk..
Sebuah suara gesekan rumput yang terdengar dari luar pondok, keduanya terbangun dari lelapnya tidur sambil perlahan melihat satu sama lain. Keduanya saling bertatapan, menggerakkan kepala dan mata tuk sekedar memberitahu bahwa ada sesuatu yang bergerak secara perlahan mendekati rumah tua tersebut.
Mata mereka berdua tertuju pada sela-sela pintu yang ada di hadapan mereka, tentu mereka selalu berwaspada akan hal-hal yang tidak bisa diprediksi karena mereka berada ditengah-tengah hutan belantara jauh dari pemukiman umum yang aman.
“Bersiaplah.” Ucap keduanya sambil memegang senjata mereka
Bayangan yang menutupi cahaya di sela-sela pintu tersebut hilang, suara langkah itu pun juga seketika hilang entah ke mana.
“Tidak mungkin itu adalah arwah bukan?”
“Entahlah, belum pasti. Mungkin hanya hewan liar seperti babi hutan yang lewat.” Ungkapnya dengan tatapan tajam
Pria berambut putih itu mencoba untuk berjalan membuka pintu dan memeriksa situasi di luar pondok tersebut, ia ingin memastikan apa yang baru saja menghampiri mereka di gelap gulitanya malam ini. Bahkan rasa penasaran itu pun semakin menjadi-jadi melihat tak ada jejak satupun yang dapat menuntun rasa penasarannya, tak ada jejak kaki ataupun bau yang tercium dari lokasi yang ada di sekitar mereka.
“Tidak ada jejak, tidak ada bau khas hewan liar. Ini aneh, sangat amat mencurigakan.” Ucapnya dengan nada rendah
Salah satunya masih di dalam pondok tersebut, mendengar sesuatu berjalan di atas atap, suara itu pun semakin lama semakin terdengar jelas layaknya langkah kaki yang mulai berlari.
“Di atas!”
Crak! ... Crak! ... Crak! ...
Atap itu pun hancur, dan ia mencoba untuk menghindar dari puing-puing yang hampir saja mengenainya. Dengan cepat ia mengeluarkan sihir dan mengarahkan sasarannya tepat kepada sesuatu yang jatuh dari atas atap tersebut.
“Apa?!”
Ia terpental, terhempas oleh serangan lawan yang misterius. Dinding pun hancur dan ia terjatuh di atas tanah dengan keras. Pria beambut puith melihatnya dan dengan jelas menghunuskan pedang putihnynya. Memastikan bahwa yang ia lawan bukanlah sebuah iblis.
Sosok bayangan itu pun mulai menyerang dirinya juga, bergerak sangat cepat dengan kemampuan bertarung yang sangat hebat. Ia memantapkan pandangannya kehadapan lawan yang ia hadapi, tak begitu jelas pada awalnya namun semakin lama semakin jelas bahwa sosok itu adalah seorang manusia.
“Seorang manusia! Bayangan itu adalah seorang manusia!” Ungkapnya dengan berteriak
Pria berambut putih itu pun mencoba untuk dapat mengimbangi beberapa serangan yang orang tersebut lancarkan kepadanya, ia beberapa kali mencoba untuk menangkisnya bahkan memantulkan beberapa kekuatan sihir yang orang tersebut keluarkan kepadanya.
“Hentikan!”
“Apa maksud semua ini?!”
Pria tersebut terpental telak olehnya, adu pedang yang dahsyat terjadi oleh mereka berdua. Ia mencoba untuk menenangkan pria tersebut dan mencoba untuk berdialog walaupun tuk sebentar saja.
Pria itu pun membuka tudung jubahnya, ia memiliki aura yang terbilang cukup unik dan hebat. Pria ini memiliki rambut yang terkuncir kebelakang dan memiliki tatapan mata yang sangat tajam layaknya seorang pembunuh.
“Siapa kau?! Dan apa maksud semua ini?”
Ia hanya tersenyum, mencoba untuk berdiri kepada pijakkan kakinya setelah terhempas oleh adu pedang yang dahsyat itu. Salah satunya bersiap-siap mengeluarkan kekuatannya seketika pria tersebut mencoba untuk menyerang mereka kembali.
“Ada aura berat yang menyelimuti dirimu, tapi aku tak tahu itu apa.” –
“Terasa sangat jahat namun tidak pasti.” Ucap pria tersebut dengan tatapan tajam ke arahnya
Pria tersebut pun mengarahkan pedangnya ke arah mereka berdua.
“Pemburu.”
...
“Seorang pemburu vampir.” Ungkapnya dengan sangat jelas menatapnya
Tatapannya kembali seperti biasa dan juga mengendurkan genggaman pedangnya, memasukkan kembali. Memberikan tanda kepada temannya untuk tidak menyerang orang tersebut dan mencoba untuk memperlihatkan bahwa mereka berdua bukanlah suatu ancaman.
“Kami berdua bukanlah vampir. Hanya orang asing yang sedang berpergian dari satu negeri ke negeri yang lain.” –
“Kami berdua bukanlah suatu ancaman.” Lanjut mencoba meyakinkannya
Pria tersebut pun mulai menurunkan arahan pedangnya, dan mencoba untuk mendengarkan perkataan darinya.
“Darah campuran yang aneh, siapa namamu?” Menunjuk salah satunya
“Von Alex Spectrum.”
“Lalu, sang rambut putih, bicaralah.”
“Louvre, Ryu Louvre.” Ucapnya dengan nada rendah
“Kedua pengembara, negeri apa yang menuntunmu ke tempat ini?”
“Heavens, kerajaan manusia dan Luminus, negeri emas.”
***
Kejadian pada malam itu telah berlalu, matahari menunjukkan dirinya ke atas langit tuk menerangi permukaan. Setelah perbincangan singkat dengan pria misterius itu mereka mencoba untuk melanjutkan perjalanan mereka ke dalam kota Count, sebuah kota yang ada di sisi selatan kontinen ini.
“Setelah kupikir-pikir mengapa kita harus berjalan begitu jauh sementara kau bisa membuka portal untuk berpergian kesana kemari?”
“Hei, kita tidak ingin membuat musuh mengetahui keberadaan kita. Apa kau sudah gila?”
“Cepat atau lambat, mereka akan tahu juga.”
Kekuatan portal yang dimilikinya sangatlah sempurna, dapat memperpendek tempuhan jarak penggunanya dengan stabil. Hanya saja, untuk dapat membuka portal juga dibutuhkan sumber energi Inti yang lumayan besar, itulah mengapa hawa keberadaan mereka akan mudah terdeteksi dan sangatlah beresiko.
“Jangan dulu sombong hanya karena kau mempunyai kekuatan yang luar biasa hebat, Ryu. Utamakan menjauh dari pertempuran yang tak diperlukan.”
“Entahlah, bukan maksudku tuk menyombongkan diri. Hanya saja aku rasa diri ini sedikit berubah, begitu pula pedang merah ini seperti haus akan darah.” Sambil berjalan memandang pedangnya yang ada di pinggangnya
Sampailah keduanya ke dalam kota, mencoba tuk menepi di bar setempat membaur dengan suasana kota. Pintu pun dibuka, mata orang-orang di dalamnya tertuju pada sosok kedua orang asing ini.
“Menarik, cepat sekali sunyinya.” Ucap V dengan nada meledek
“Hei, pelayan bar. Dua minuman keras untuk kedua pria ini.” Lanjutnya
Orang-orang mengetahui kedua orang ini adalah orang asing, dan memberi kesan pertama yang kurang pantas untuk bertamu di tempat asing.
“Jaga bicaramu, V. Berhenti menarik perhatian orang banyak.”
“Apa maksudmu? Mereka juga memandangi kita dengan tidak sopan seperti itu, lantas untuk apa bersikap sopan.” Sambil menyalakan pipa rokoknya
Seseorang dengan jubah mendatangi mereka, memasuki bar tersebut dengan perawakan yang misterius. Ia pun berjalan mendekati mereka berdua yang sedang ada di hadapan meja utama bar.
Kedua mata mereka tertuju kepada sosok berjubah yang mendekatinya. Sosok itu pun menunjukkan kedua lengannya di hadapan mereka berdua, tampak meyakinkan untuk tangan seorang wanita.
“Dasar kalian ini, terlihat begitu berhati-hati sekali.” Ungkapnya dengan nada wanita yang lembut
Ia lantas membuka tudung jubahnya, memperlihatkan wajahnya yang cantik dan menawan.
“Sudah lama tak bertemu, Ryu.”
“Ravaella? Apa yang sedang kau lakukan disini? Tanpa pengawalan pula.” Ryu dengan wajah yang terheran
“Kau pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu, aku tak sempat berterima kasih kepadamu atas kejadian waktu itu.” –
“Terima kasih sudah menyelamatkanku, Ryu.” Sambil menggenggam tangan Ryu
“Sudahlah, lagi pula memang itu tugas seorang pengawal kerajaan. Walaupun sudah tidak menjadi salah satunya.”
...
“Hei, jangan lupakan orang yang di sebelahnya juga nona.” Ucap V dengan senyum kepadanya
“Kau berteman baik dengannya rupanya, lama tak jumpa V.”
Keduanya memutuskan tuk berjalan mengelilingi kota setelah pertemuan mereka dengan sang Putri untuk sementara waktu sambil melihat keindahan kota. Ravaella mencoba menjelaskan keberadaannya yang datang tiba-tiba bukan hanya sekedar tuk pergi menemui Ryu, namun juga ada seseorang yang harus ia temui di negeri tersebut. Seseorang yang dekat dengannya layaknya seorang sahabat.
“Kau ini, pergi tanpa seorang pengawal satu pun dan tak memperdulikan keselamatan diri.”
“Tenanglah, aku diawasi oleh seorang pengawal yang handal.” –
“Seseorang yang kuat, jadi tak perlu khawatir.” Lanjutnya
“Apa yang ingin dibicarakan oleh Putri kerajaan, tak mungkin hanya sekedar berbincang dengan teman lama bukan?” Ungkap tanya V kepadanya
“Selalu saja, V, seseorang yang ingin ikut campur urusan orang lain.”