Bound For Prey : Eye of the Earth

CursedzKiss
Chapter #1

Gerbang Dimensi

Pesawat kertas dengan lipatan dan sudut yang telah diperhitungkan terbang mengitari ruang kelas. Melayang diatas 31 set meja kursi, menerobos celah-celah tak terduga siswa siswi yang bersenda gurau dijam istirahat. Sampai pada akhirnya tersapu hembusan angin lalu mendarat dengan mulus diatas air conditioner.

”Ahhhhh!” Serentak Eddie dan Arjoe berteriak mengekspresikan kekecewaan mereka. Tidak ada pilihan lain, mahakarya yang tercipta disela waktu senggang itu harus dievakuasi sebelum hal buruk terjadi. Sapu disudut kelas adalah alat paling canggih nan kompatibel untuk misi penyelamatan Pesawat kertas dengan code H2O tersebut. Belum sampai otak memerintahkan kaki agar bergerak bel tanda jam istirahat berakhir bergema diseluruh penjuru sekolah. ”Ahhhh!” keluh mereka lagi penuh kekesalan karena terkena 2 kesialan beruntun.

“Wkwkwk dibilangin kurang berat ngeyel sih. Angin disini kan nggak terduga, secara kelas kita ada di lantai 2,” ejek Ethan yang duduk tepat disamping mereka.

“Yah komponen yang ada cuman kertas tulis Than, mau gimana lagi,” jawab Arjoe

Eddie menimpal, “Padahal lipatanku udah masterpiece banget loh. Lebih presisi dibanding pes-“

“Yak waktunya pelajaran anak anak,” ucap pak guru memaksa diskusi 3 orang tidak populer itu berakhir tanpa kesimpulan yang jelas.

Eddie,Arjoe dan Ethan adalah contoh murid biasa yang ada disemua kelas pada umumnya. Tidak terkenal namun bukan berarti tidak dikenal. Kelas berlabel F itu juga merupakan kelas generik seperti kebanyakan, dimana ada ketua kelas yang taat peraturan, komplotan anak-anak hits, dewa atletik, pemancing kerusuhan, pemusik handal dan sebagainya.

Selalu ada sisi yang disorot dan tidak disorot dalam sebuah kelas, seakan mengindikasikan kelompok mereka ada ditengah parameter tersebut. Kelompok kecil yang apa adanya tanpa identitas yang pasti. Pelengkap harmoni dalam absensi.

Tapi dilain sisi kelas F adalah kelas terpopuler karena sosok ratu kecantikan secara kebetulan ditempatkan disana. Celia adalah siswi yang dianggap paling cantik di seluruh sekolah. Siapapun yang melihat parasnya akan terperangah layaknya melihat kilauan bintang dilangit malam tanpa polusi cahaya. Jika ada yang berfikir hanya karena fisik ia disebut ratu kecantikan maka orang itu salah besar.

Kebaikan hatinya yang meluluhkan semua orang dan Nilai yang selalu ada diperingkat atas membuatnya memenuhi kualifikasi tak tertulis untuk menjadi murid terpopuler di sekolah.

Ditengah semua pengaturan klise abadi itu Ethan bukanlah tipe orang yang mau ambil pusing soal apa perannya didalam kelas. Ia hanya ingin lulus lalu menepi diujung kota ditemani ladang pribadi yang dikelolanya sendiri.

Dalam hal akademis maupun olahraga laki-laki semampai ini berada di tingkat yang ambigu. Nilai diatas rata namun bukan pula memuaskan membuat hawa keberadaannya antara ada dan tiada jika dibandingkan dengan peringkat teratas maupun terbawah. Apabila dilihat lebih jeli, wajah Ethan sebenarnya cukup mumpuni. Blasteran jawa-inggris membuatnya punya daya tarik tersendiri. Tatapan mata bagai lensa kamera itu pastilah menurun dari ibunya persis sama dilindungi kotak frame kaca yang menyembunyikan pesonanya. Sedangkan rambut hitam elegan layaknya dasar lautan identik dengan ayahnya yang berdarah orang jawa tulen.

Penuh pertimbangan adalah sifat alami Ethan. Berhati-hati dalam setiap mengambil keputusan didasari oleh didikan ibunya yang berkerja sebagai kepala perusahaan. Intuisi tajam juga membuat Ethan peka terhadap probabilitas buruk, sehingga memudahkannya untuk mengambil suatu keputusan.

Beberapa hari ini otak Ethan dibuat bimbang dengan segala pemikiran tak berdasar. Sebuah acara penting bersifat mutlak itu entah kenapa ditolak oleh nalurinya, menyisakan pertimbangan berat yang menghantui setiap hari.

“Yak karena sebentar lagi kalian akan lulus dan lusa kalian sudah mulai Program Kemasyarakatan jadi pak guru akan sedikit menjelaskan tentang apa itu Program Kemasyarakatan,” jelas pak guru mengisi jam pelajaran terakhir disiang hari itu.

“Jadi program Kemasyarakatan adalah ….“

Ya ethan tahu program apa itu, bahkan semua orang di seluruh dunia tahu akan hal tersebut. Tahun ini adalah genap 30 tahun pasca tercetusnya perang dunia ke 3. Perang yang berlangsung singkat itu menimbulkan terlalu banyak kerugian sehingga semua pihak yang terlibat setuju untuk melakukan gencatan senjata. Tidak hanya itu segala fasilitas, kota dan perekonomian dunia yang terlanjur hancur memaksa semua negara untuk bertahan hidup dengan kekuatannya sendiri.

Hal yang mustahil untuk dilakukan mayoritas negara itupun menjadi sebuah ujian susulan bagi umat manusia. Munculnya wabah, kelaparan dan kematian sebagai ekor dari peperangan sangatlah tidak bisa dihindari. Untuk pertama kali dalam sejarah, semua peradaban manusia meredup hingga titik terendah diwaktu yang bersamaan.

Namun disaat-saat kelam itu, muncul negara yang memberikan sebuah solusi untuk umat manusia. Dibawah naungan 1 bendera umat manusia kembali membangun dunia yang hancur oleh ulah tangan mereka sendiri. Perlahan namun pasti satu persatu negara mulai bergabung dengan bendera baru itu.

Dengan mengusung sistem monarki yang dimodifikasi sedemikian rupa dengan tetap memberikan kebebasan pada negara yang dinaunginya. Bendera itu menjadi simbol kedamaian dan keadilan bagi seluruh penduduk bumi. Menghapuskan seluruh kekuatan militer dan mengalakkan pembangunan merata diseluruh dunia.

Bendera kedamaian transparant tak berwarna dimana setiap mata yang melihat melaluinya tersadar bahwa dunia disebrang bendera adalah dunia yang sama seperti yang ia tinggali. Satu dunia utuh tanpa terpecah menjadi serpihan-serpihan fraksi.

Bumi yang lama telah hilang sekarang hanya ada bumi yang baru. Hari dimana semua Negara bergabung dibawah naungan bendera kedamaian menorehkan tinta berwarna-warni disejarah manusia. Golden era adalah sebutan bagi peradaban setelahnya dimana banyak hal telah berubah. Sangat berbeda bagaikan seluruh umat manusia memasuki gerbang dimensi dan masuk ke dunia yang lain tanpa duka.

Ditengah dunia yang bagaikan Utopia ini, sistem pendidikanpun juga diubah dimana murid dapat mengembangkan bakat dan minat yang mereka inginkan sesuka hati dengan support pendidikan yang penuh sampai umur 18 tahun. Tujuan akhirnya adalah menyiapkan para murid untuk terjun kedalam masyarakat guna ikut membangun peradaban manusia dengan keterampilan mereka masing-masing.

Untuk itulah sebelum lulus para murid diajak berkeliling negaranya, mempelajari dan mempraktekan langsung segala hal yang telah mereka diskusikan dengan pihak sekolah dalam rangka persiapan sebelum menjadi bagian dari masyarakat yang nyata.

Segala informasi tersebut telah berulang kali disajikan secara jelas ke semua murid diseluruh dunia. Ethan yang notabene hanya siswa golongan normal pun paham diluar kepala tentang semua hal rumit nan kompleks yang terjadi di eranya.

“Teeeeet!” Bel tanda berakhirnya jam sekolahpun berbunyi berbarengan dengan penjelasan pak guru yang juga telah usai.

“Baiklah anak-anak, besok adalah hari libur untuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan selama 6 bulan masa Program Kemasyarakatan. Pastikan memaksimalkan kesempatan itu ya,” tambah pak guru mengingatkan.

Seketika angin yang kerap kali memasuki ruang kelas berhembus kencang mengheningkan semua orang disana. Kesunyian sesaat dimana para murid mengkerutkan mata adalah situasi paling genting di jagat raya kala itu. Pesawat yang tadinya berdiam dihanggar mulai memanasi mesin pendorong turbo miliknya. Take off dari ketinggian meninggalkan pangkalan AC menuju tempat yang tak diharapkan semua orang.

Body aerodinamis membuat pergerakan pesawat menjadi sangat mulus namun juga acak. Terbang bebas melengak-lengok diatas pusat akal pak guru yang sedang berdiri didepan kelas. Berbagai macam ekspresi tersirat diwajah para murid kurang ajar ini, seakan menjadi tontonan menghibur penuh adegan mendebarkan didalamnya.

“Heh, kenapa muka kalian cekikian begitu?” tanya guru 40 tahun yang masih terlihat bugar itu.

“Apa ada yang luc-“

“Plak!” Pesawat H2O melapor hilang kontak kepada pangkalan. Suatu benda keras yang disebut pelipis menghalangi rute penerbangan pesawat malang itu. Tanpa banyak drama pak guru langsung memberi sebuah pertanyaan pada seisi kelas.

“Siapa?” dengan mimik wajah tenang namun disertai aura kekelaman menusuk mata setiap siswa.

Semua telunjuk yang bisa diacungkan hari itu diarahkan kepada Eddie. Raut muka takut bercampur kesal nampak pada pria keturunan Jawa-belanda itu. Bagaimana tidak? Arjoe dan Ethan ternyata juga mengacungkan telunjuk kepada Eddie. Dibalut poker face menggelikan, 2 manusia tadi berhasil menyelamatkan diri dari hukuman langit. Sebuah kolusi yang cerdas, pikir eddie mengangguk paham penuh dengki dibawah lengan pak guru yang menyeretnya keluar ruangan. Disisa hari itu Eddie diberi hukuman untuk membersihkan kamar mandi sekolah yang ada di didekat kelas.

Walaupun demikian setelah pulang sekolah Ethan dan Arjoe tetap membantu Eddie meringankan tugasnya. Hukuman yang sejatinya patut dijatuhkan kepada mereka bertiga sebagai dalang dibaliik jatuhnya pesawat kertas H2O itu.

Hari berganti matahari meninggi, kasur nampaknya terasa nyaman seolah merangkul tubuh Ethan agar tak pergi menjauh. Pribahasa kuno berkata tak perlu sedia payung bila tak kemana-mana. Ethan berniat untuk tidak mengikuti karya wisata tersebut yang berarti tak perlu berkemas atau mempersiapkan diri untuk apapun.

Apakah ayah dan mommy akan membiarkannya begitu saja? Apakah ini adalah hal yang masuk akal untuk sekedar mengikuti intuisi tak berdasar? Pertanyaan demi pertanyaan muncul satu persatu memenuhi kepala Ethan. Waktu yang berjalan sedemikian rupa mengantarkan pria galau itu menuju jam makan siang. Keluarga Ethan menjunjung tinggi kebersamaan sehingga jam makan adalah waktu dimana semua anggota keluarga berkumpul tanpa terkecuali.

“Ethan, udah selesai kemas barangnya?” tanya Ibu Ethan sambil menyiapkan makanan.

“Aku nggak ikut karya wisata Mom,” jawab Ethan yang juga sedang mengambil nasi.

“No! Kamu ikut Karya wisata titik.” Ayah Ethan menjawab dengan tegas pernyataan anaknya yang terkesan terlalu ngawur itu.

Percakapan singkat itu seakan menghentikan berbagai obrolan yang kerap menemani diatas meja makan. Ethan hanya diam, berpikir lebih jauh tentang keputusan egoisnya dibarengi menyantap ikan goreng favorit masakan Mommy.

Malam dingin berselimut angin menerpa balkon rumah Ethan. Duduk santai ditemani teh panas selalu menjadi kenikmatan tersendiri bagi pria penyuka binatang itu. Pemandangan kota dari lantai 2 seringkali mengencerkan pikirannya.

“Dorr!” Teriak Celia memakai baju tidur biru muda bergambar doramomon favoritnya.

“Apaan sih Cel? Dibilangin berkali-kali suara dor kamu itu kayak kucing kejepit jadi nggak bakalan bikin kaget ckckck….” Ethan menjelaskan dengan santai sambil menyeruput teh panasnya.

“Oh gitu? Ok besok ku pake toa biar tau rasa kamu,” jawab perempuan itu ketus sambil membersihkan bangku didekat Ethan

“Tidur sono udah malem.” Melirik kecil perempuan disampingnya

Lihat selengkapnya