Boundless

Suci Asdhan
Chapter #1

Prolog: Jomlo Terhebat

Semua berawal dari sebuah notifikasi di Instagram.

Ponsel Niko bergetar di meja kayu kafe yang dipenuhi noda kopi. Hujan tipis mengetuk kaca jendela, menambah keramaian sore Jakarta yang sudah riuh dengan bunyi klakson bersahutan dan beriringan dengan suara obrolan pelanggan. Jari-jarinya, yang tadi sibuk mengaduk es kopi susu dengan sedotan hingga cairannya berbusa di permukaan, berhenti begitu saja. Notifikasi itu menyalakan perasaan yang selama ini berusaha ia kubur. Tania. Nama itu terpampang jelas di layar.

Ia menghela napas panjang, lalu menekan ikon Instagram. Seketika layar ponselnya dipenuhi foto, Tania berdiri di tepi pantai dengan gaun putih yang melambai. Wajahnya berseri. Senyuman yang dulu selalu jadi kelemahannya, terulas di bibir tipis gadis itu. Ada seseorang di sampingnya, pria berjas linen, memeluk bahunya. Caption-nya singkat, tetapi terasa menusuk seperti anak panah yang tepat mengenai dada.

Hidup akhirnya menemukan jalannya sendiri. 🌸✨

Jantung Niko berdegup kencang. Sekilas ia tertawa. Tawa yang tampak terlalu dipaksakan—sambil menggeleng. Tangannya mengusap rambut yang selalu terlihat sedikit berantakan, kebiasaan yang kerap ia lakukan ketika merasa gugup.

Ya, selamat, Tan. elo bahagia. Terus gue gimana? batinnya berteriak, meski bibirnya terangkat seolah tidak peduli.

“Liat apaan lo, Ko? Senyum-senyum kayak iklan pasta gigi,” Dodi menyeletuk sambil meletakkan piring soto ayam di depannya. Tubuhnya yang agak berisi bergerak hati-hati agar kuah panas tidak tumpah.

Niko menutup layar ponsel dengan cepat. “Bukan apa-apa. Cuma meme receh.”

Dodi menaikkan alis, jelas tidak percaya. “Meme receh, tapi muka lo pucet gitu.” Ia menyendok soto, meniup perlahan, lalu menatap sahabatnya itu dengan pandangan yang sudah terlalu sering melihat Niko berbohong.

Alih-alih menjawab, Niko meraih gitar kecil yang disandarkan di kursi sebelah. Ia memetik senar asal-asalan, membiarkan nada fals memenuhi udara. “Hidup ini ..., bagaikan lagu dangdut. Kadang goyang, kadang nangis,” ucapnya sembari tersenyum lebar.

Dodi mendengkus. “Lo tuh kelihatan banget, deh, kalo lagi sakit hati selalu ngelawak. Cape gue liatnya.”

Niko hanya mengangkat bahu. Tawa palsunya bergema lagi, menutupi bunyi hujan yang semakin deras. Namun, perasaan perih di dadanya tak bisa disamarkan. Ia membuka layar ponsel lagi, menatap foto itu sekali lagi. Ada ratusan komentar, sebagian besar memuji betapa cocok pasangan tersebut. Niko mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya, ide gila mulai merayap masuk. Kalau Tania ingin menunjukkan betapa bahagianya ia setelah putus, kenapa tidak dibalas dengan cara yang lebih keras? begitu pikirnya.

“Do,” katanya tiba-tiba. Mata berbinar dengan semangat yang tidak sehat.

“Gimana kalo gue bikin challenge?”

Sahabatnya mendongak, alisnya berkerut.

“Challenge apaan lagi? Lo kan pernah bikin challenge makan bakso pedes cabai lima puluh biji? Lo harus inget, habis ikutan, tiga hari lo nggak bisa ngomong.”

Lihat selengkapnya