Langkah kaki dan teriakan para pramusaji saling bersahutan diarea dapur. Deretan kertas pesanan sudah berjejer mengantri untuk segera dihidangkan pada pelanggan setia café Black Moon. Cowok berambut coklat itu masih terfokus dengan aktivitas memasaknya, seakan indra pendengarannya sudah terbiasa dengan hal tersebut.
“Siapa yang mengundang Quartet Boys kemari?”
Teriakan sang Bos mengejutkan cowok berambut coklat itu. Ia buru-buru mengoper semua peralatan masaknya pada salah satu chef lainnya untuk menggantikannya, segera menanggalkan celemeknya dan keluar dari area dapur. Masalah apalagi yang dibuat oleh para sahabat-sahabatnya? Ia melangkahkan kakinya dengan sangat cepat meninggalkan dapur. Baginya kenyamanan pelanggan adalah hal yang utama. Dibenaknya sudah banyak tergambar masalah-masalah yang disebabkan tiga anggota Quartet Boys tersebut.
Siapa yang tidak kenal dengan Quartet Boys? Kelompok primadona kaum hawa di fakultas Ekonomi. Berita mengenai masing-masing anggota Quartet Boys pun sudah meluas dimana-mana lewat prestasi yang mereka dapatkan di masing-masing bidangnya. Berkat kenakalan sekaligus keahliannya membuat mereka berempat tidak luput dari ingatan para dosen. Kenalan teramat parah yaitu mereka pernah mengajak date dosen wanita belia secara bergilir untuk mendapatkan keringanan hukuman karena keterlambatan mengumpulkan makalah. Tidak hanya itu, Quartet Boys pun pernah kabur dari ruang kelas seusai membuat dosen botak mengamuk akibat mereka tertangkap basah sedang bermain kartu remi ditengah pelajaran.
“Sudah cukup.” Cowok berambut coklat itu berteriak tanpa mengetahui keadaan sebenarnya. Seluruh pasang mata menatatapnya dengan wajah kebingungan. Namun bukannya menghentikan perbuatannya, sahabat-sahabatnya justru menertawainya.
“Aku cuma ngasih tanda tangan buat fansku.” Yang sedang menandatangani sebuah buku, namanya Honesta—panggil saja Nesta, bukan ‘Nista’ meskipun itulah julukan tersemat padanya dari anggota Quartet Boys lainnya. Anaknya paling kalem dariapda yang lain. Ia sangat dikenal berkat novelnya yang tiga kali masuk dalam deretan best seller, ditambah sering nampang di YT channel milik sahabatnya, namanya terkenal di kalangan anak muda yang menyukai adegan romansa. Nampaknya seperti nerd, tapi kalau sudah dilepas para kaum hawa dari remaja hingga nenek-nenek langsung terpesona.
Kedatangan cowok berambut coklat itu membuat heboh para gadis yang sedang mengantri pada Nesta. “Itu anggota Quartet Boys keempatnya, Kak?” tanya salah satu fans Nesta.
Cowok disamping Nesta mengambil alih perbincangan itu. “Panggil saja, Nevan.” Cowok yang hobi mengenakan ripped jeans itu adalah Mahatama, atau Tama. Orangnya sangat simple hingga semua pakaian dipadukan dengan ripped jeans dan sepatu snekers kesayangannya. Pengemis adalah julukan yang sengaja disematkan padanya, karena cowok itu hanya mempunyai banyak jenis ripped jeans dengan bervariasi ukuran sobeknya.
“Tama Quartet Boys?” Salah satu wanita paruh baya muncul dihadapan Tama, meminta tanda tangan sekaligus foto bersama. “Anak saya, suka nonton vlognya masnya.” Tama hanya tersenyum dan menangguk-angguk. Vlogger pekerjaan sampingan sosok Tama yang sedang mengeyam pendidikan sarjananya.
“Sudah ya, sesi fans meetingnya saya akhiri.” Nevan sudah gerah melihat kelakuan kedua sahabatnya yang tanpa dosa sedikitpun meladeni para fasnya.
Mendorong ketiganya keluar dari café tempatnya bekerja. “Aku enggak berbuat apa-apa, kok ikut kena getahnya?” Cowok yang berada diposisi terdepan adalah Asoka yang familiar dengan panggilan Soka. Nesta dan Tama refleks tersenyum tanpa dosa. Sedangkan Nevan hanya menghela nafas panjang terhadap mereka bertiga.
Tanpa diduga Nesta mengeluarkan sebuah amplop dari sling bagnya, memberikan pada Nevan. Ia membolak-balik amplop hitam itu. “Seperti surat undangan,” gumamnya setelah mendapati tulisan. Carival Dungeon yang tertulis dengan tinta emas serta namanya yang dituliskan dengan tinda putih dipojok kanan atas.
“Kita juga dapat kok.”