Aku–Brad–, Jodi, dan Sam adalah Tiga Sekawan yang bekerja sekantor pada sebuah perusahaan mebel di Kota Dua yang berjarak sekitar 60 km dari Desa Damai. Persahabatan kami sudah ter-bina selama lebih kurang Lima tahun-an. Sam yang berjiwa pemimpin dan filantropis[1]; Jodi yang lugu dan easy going; aku yang pemikir dan petualang.
Sekitar dua tahun yang lalu, tanpa sengaja kami singgah ke Pulau Apung–pulau terdekat dengan Desa Damai. Awalnya kami hanya menyusuri selat kecil itu dengan perahu pompong tanpa atap yang dinakhodai oleh Wak Luta–pamannya Sam–yang tinggal di Desa Damai, tapi kemudian kami merapat ke pantai berpasir yang banyak pepohonannya itu untuk berteduh dari hujan sore yang tiba-tiba turun dengan derasnya, padahal langit cukup cerah ketika kami berangkat dari Pelantar Dua di Desa Damai–sekitar jam dua siang–sehabis makan bersama yang ditraktir oleh Sam. Dia adalah Tuan Rumah dalam acara weekend kami pada saat itu.
"Ada yang tinggal di sinikah, Wak?" tanya Sam waktu kami berlomba dengan hujan untuk mencari tempat berteduh ke pohon kelapa yang rindang di sana. Pantai berpasir warna abu-abu terlihat cukup bersih. Ada tiga pohon kelapa yang berpencar di sekitar tempat berlabuhnya perahu pompong
"Tak ada, tapi Pulau Apung ini cukup sering dikunjungi orang untuk melihat telaganya," sahut Wak Luta yang berjalan dengan santai.
"Telaga?" tanyaku cepat, "boleh kita lihat, Wak?" sambungku mengajaknya.
Wak Luta tertawa, "Boleh, kebetulan kita di pantai yang terdekat ke telaga itu."
Maka kami menyusuri jalan setapak yang agak mendaki dan tampaknya sudah sering dilalui orang. Tak berapa jauh, kicauan burung bersahutan menyambut kedatangan kami.
"Bagus juga, ya!" Jodi segera mencelupkan kedua tangannya ke dalam air, “wuih, sejuk sekali.”