Suatu sore, kabar pernikahan datang kepadaku ketika aku sedang berada di kamarku pada hari libur yang menyenangkan. Mataku tak lepas menatap layar laptop meskipun tanganku sedang sibuk meraih segelas es jeruk. Di halaman Facebook-ku sudah ada sebuah pesan yang masuk dengan judul, “Surprise!”
Ternyata dari salah seorang teman SMA-ku, Olla. Dia akan menikah.
Aku terkejut, senang, sekaligus terharu. Aku mengenal Olla sejak kelas 1 SMA dan berpisah ketika kami memilih universitas yang berbeda. Namun, pertemanan kami tetap terjalin hingga sekarang. Terkadang kami menyapa lewat Facebook, BBM, maupun SMS. Setahuku, Olla tidak pernah cerita tentang pacar-pacarnya. Kami memang dekat, tetapi untuk hal itu, dia sangat tertutup. Jika aku bertanya siapa pacarnya, dia hanya melemparkan lelucon untuk menutupinya. Begitu juga waktu SMA, Olla yang bertubuh subur—tetapi selalu dikelilingi oleh teman-teman karena periang dan baik itu—tidak pernah terdengar naksir seorang cowok terlebih pacaran.
Aku menatap foto Olla yang tidak banyak berubah, kecuali tubuhnya yang memang lebih ramping. Namun, senyum bahagia yang tercetak di wajahnya semakin membuatku terharu. Aku menatap foto calon suaminya, ternyata orang asing. Calon suaminya berambut pirang dan bermata biru jernih.
Sebuah cerita singkat menemani undangan pernikahan tersebut. Beginilah yang ditulisnya kepadaku.