Bright Blue Autumn

Ariesta Mansoer
Chapter #7

THE SKETCH BOOK

Setelah pertemuan sore itu di café clementine, Lizzy dan Dylan menjadi teman akrab. Dalam kurun waktu sebulan ini, mereka bertemu hampir setiap hari. Biasanya Dylan akan mampir ke NYAA sepulang latihan sepak bola. Mereka akan mengobrol di kafe atau menikmati sore di Central Park. Terkadang hanya sekedar naik subway bersama untuk pulang ke rumah masing-masing. Mungkin karena mereka seumuran, pola pikir mereka hampir sama, mereka bebas bercerita tentang apapun dan nyaman berada di dekat satu sama lain. Dylan sering kali membantu mengerjakan tugas-tugas kuliah Lizzy. Awalnya Lizzy merasa sangat sungkan tapi lama kelamaan dia jadi ketergantungan pada Dylan. Entah itu hal yang benar atau tidak namun Lizzy merasa Bahagia. Kegundahan yang selalu melanda setiap kali dia mendapat tugas kuliah kini sirna berganti rasa tenang dan aman. Untuk pertama kalinya setelah kepergian kakeknya, Lizzy merasa aman.

Di luar tugas perkuliahan, Dylan juga terus mendorong dan menyemangati Lizzy untuk kembali bermain gitar. Pemuda itu bukan hanya memiliki nama yang sama dengan kakeknya, tapi juga sifat yang mirip. Berpendirian gigih dan baik hati. Ramah dan pantang menyerah. Kombinasi yang sangat jarang ditemui pada pria masa kini. Soal fisik Dylan yang prima dan wajahnya yang tampan, itu hanya pelengkap. Karena tanpa kedua hal tersebut Dylan sudah sangat bersinar di mata Lizzy.

***

Situasi mulai sunyi di sekitar lapangan tempat Dylan berlatih, para pemain NYCosmos sudah pulang sejak setengah jam yang lalu, hanya bunyi kendaraan yang lewat sesekali terdengar. Setelah beberapa kali kemari, Lizzy tak asing lagi dengan tempat ini, tembok tinggi bercat krem yang mengelilingi tiga sisi lapangan dan pagar kawat berbentuk jaring di satu sisi yang menghadap ke jalan raya. Dylan dan Lizzy duduk berdampingan di tanah rumput di pinggir lapangan dengan pandangan ke arah sungai di seberang jalan 6 ruas.

“Menurutku kamu sangat berbakat di bidang seni gambar. Lalu mengapa kamu memilih menjadi pesepak bola?” tanya Lizzy kepada Dylan yang sedang membuka sepatu berpul-nya.

“Kurasa aku hanya ingin melakukan hal yang aku sukai.”

“Mengapa kamu menyukai sesuatu yang bukan bakatmu?”

Talent and passion are two different things.”

I don’t get it.”

From my point of view, bakat adalah sedikit kemampuan yang dianugerahkan Tuhan sejak kita lahir. Bakat bisa hilang jika tidak diasah. Tapi sebaliknya, bakat yang dilatih terus menerus akan menghasilkan kemampuan yang mumpuni.”

Lihat selengkapnya