Lizzy berteriak sekuat tenaga, namun suaranya tenggelam diantara suara ratusan orang. Mereka memandangnya dengan tatapan heran, Lizzy maklum karena secara fisik dia memang tampak berbeda dengan mereka. Sebaliknya, di mata Lizzy, orang-orang di sekelilingnya terlihat mirip satu sama lain. Rambut dan bola mata mereka sama gelapnya. Tipe dan warna kulit mereka serupa. Lizzy kesulitan membedakan mereka kecuali menandai ciri khusus seperti cara berpakaian atau potongan rambut mereka. Lizzy mengenali Dora dengan poni depannya yang kepanjangan dan nyaris menutupi mata.
Entah apa yang merasuki pikirannya saat ia memutuskan untuk menyusul Dylan ke Indonesia, Negara yang bahkan baru minggu lalu dia ketahui letaknya di peta dunia. Dengan bermodalkan uang tabungannya dan beberapa petunjuk dari teman-teman Dylan di NYCosmos tentang tempat latihan dan hotel dimana Dylan menginap, Lizzy nekat menempuh penerbangan sejauh 10 ribu mil dari New York ke Jakarta. Dia hanya ingin meminta maaf pada Dylan dan mengembalikan buku sketsa yang tak pantas dimiliki oleh plagiator seperti dirinya. Dia harus bertemu dengan Dylan meskipun untuk terakhir kalinya.
Lizzy merasa sangat lelah, mungkin pengaruh jetlag dan kurang tidur selama penerbangan 22 jam nonstop. Dia tidak dapat memejamkan matanya karena terlalu gugup. Ini pertama kalinya di mengunjungi Asia. Tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya akan mendatangi negara dunia ketiga yang tak pernah didengarnya. Lizzy bukanlah backpacker yang berjiwa petualang. Dia khawatir akan tersesat atau menjadi korban tindakan kriminal. Hasil penelusurannya di internet menyatakan bahwa Jakarta adalah salah satu kota metropolitan dengan tingkat kriminalitas tertinggi di Indonesia. Kenyataan bahwa dia tidak mengenal siapapun di sini menambah rasa was-was.
Justru orang tuanya mendukung tindakan Lizzy yang sangat bertanggung jawab ini. Mereka tidak menunjukkan reaksi kecemasan sama sekali saat Lizzy bilang ingin pergi ke Indonesia untuk meminta maaf pada Dylan yang tidak akan kembali ke New York. Jenny dan Ronald Winslow yang merupakan pasangan yang suka travelling tidak keberatan sama sekali apalagi sampai cemas berlebihan. Mereka senang sekali dengan proses pendewasaan yang dialami Lizzy.
Sejak tiba di Jakarta dini hari tadi, perutnya baru terisi sepotong sandwich yang disajikan oleh maskapai penerbangan satu jam sebelum pesawat mendarat. Dia mampir ke hotel terdekat dari bandara cuma untuk menaruh barang-barang dan mandi. Setelahnya dia menumpang taksi online menuju Stadion Gelora Bung Karno. Area stadion sangat ramai, dipenuhi orang-orang yang berolahraga lari dan berjalan kaki. Banyak pula penjaja makanan dan minuman dengan tenda bongkar pasang di sepanjang trek lari. Lizzy menunggu di sana sampai siang tapi tidak ada tanda-tanda pemain timnas akan datang. Beruntung, salah satu pengunjung yang selesai berolahraga merasa penasaran karena Lizzy berkeliaran di stadion dari pagi tadi, menghampirinya dan bertanya padanya dalam bahasa Inggris yang cukup kacau. Jika Lizzy tidak salah menafsirkan, gadis itu mengatakan bahwa jadwal pertandingan uji coba melawan Jepang U-19 kemarin malam adalah yang terakhir digelar di stadion ini. Dalam dua hari ke depan hasil seleksi akan diumumkan. Pemain yang berhasil lolos seleksi akan terbang ke Italia untuk pemusatan latihan dan uji coba sebelum berlaga di Piala Dunia pada bulan Juni mendatang. Saat Lizzy menyebutkan nama Dylan, gadis bertubuh mungil itu langsung sumringah. Matanya yang nyaris tertutup poni berkilat-kilat senang. Dengan bahasa Inggris yang semakin ngawur dia memuja-muji Dylan. Dari semua yang dia katakan, Lizzy bisa menarik satu kesimpulan bahwa Dylan sangat populer di Negara ini.
Karena mengira Lizzy adalah sesama fans Dylan, gadis bernama Dora itu mengajaknya berjalan kaki ke lapangan yang lebih kecil di area yang sama dengan Gelora Bung Karno. Dan di sinilah Lizzy dan teman barunya, berjejalan dengan ratusan suporter fanatik timnas di Lapangan ABC Senayan.
***
Sesi latihan telah berakhir, para pemain berkumpul di pinggir lapangan, sebagian besar diantaranya termasuk Dylan menengadahkan tangan ke atas selama beberapa saat lalu mengusap wajah. Mereka kemudian duduk santai di tepi lapangan sambil minum dan meluruskan kaki. Sementara Dylan mendatangi dua orang pria yang berdiri di dekat tribun kecil yang sudah kosong. Dylan tampak membungkukkan badan dan mencium tangan kedua pria itu bergantian. Pria yang memakai tongkat memeluk Dylan erat dan cukup lama. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu kelihatan penasaran terutama Dora.
Tak lama, para pemain termasuk Dylan membubarkan diri dan berjalan beriringan menuju bus yang telah menunggu mereka di luar pagar. Lizzy segera berlari mendekati bus namun disana para penggemar sudah berkerumun untuk mengambil gambar para pemain dengan kamera atau sekedar menggapai-gapai ke arah mereka. Lizzy ikut berdesak-desakan tetapi tak mendapatkan celah sedikitpun untuk mendekati Dylan. Pemuda itu adalah pemain terakhir yang masuk ke dalam bus karena sempat tertahan oleh padatnya penggemar yang minta disalami.
Pelan-pelan bus itu mulai bergerak, Lizzy keluar dari kerumunan dan mengejarnya. Bahkan saat bus itu sudah melaju, Lizzy masih terus berlari sambil memanggil-manggil Dylan. Dora yang melihat Lizzy mengejar bus yang membawa para punggawa timnas, segera menyelinap lincah di antara massa. Keduanya berlarian seperti pedagang asongan yang terkena razia penertiban Satpol PP.
“Gini amat loe sama laki. Dasar bucin!” Dora menyeru pada Lizzy.
“Boo what?”