Aku berusaha keras untuk bangun, tubuhku menggeliat melawan, tapi apa yang kulawan? Selama ini aku tidak tau apa yang membawaku mundur ke masa lampau. Aku tidak mempunyai bayangan apa yang membuatku tiba-tiba mempunyai kemampuan kembali ke masa lalu.
Aku tidak di gigit binatang apapun seperti Spiderman, tidak juga memasang alat di jantungku seperti Iron man. Jadi apa penyebabnya hidupku mendadak menjadi rumit dan membingungkan seperti ini? Aku merasa makin melemah, aku tau aku akhirnya kalah dan harus menyelesaikan apapun yang harus kulakukan di hari "Jumat kemarin" itu baru aku bisa bangun.
"Oh haii Jess surpriseeeee!! aku pulang lebih cepat jadi aku ingin bikin kejutan untukmu,ga kusangka kita malah ketemu di lift," ujarku begitu pulih dari rasa terkejutku.
Jess tampak agak bingung, wajahnya sedikit pucat tapi sejurus kemudian senyumnya terkembang dan langsung memelukku dengan hangat. Tanganku agak gemetar ketika aku memeluknya kembali dengan erat.
" Kamu bener-bener bikin aku kaget Jen, terimakasih ya uda datang mengunjungiku. Jadi mau cari barang buat siapa iniiii?" tanya Jess menggodaku.
Kami turun di lantai tiga, Jess mengajakku ke ruangannya yang ternyata berada di lantai itu juga. Ruangannya tidak terlalu besar tapi nyaman. Sebuah sofa besar berwarna merah di tengah ruangan dengan meja bundar di tengahnya. Ada meja porselin di pojok ruangan tempat di taruh mesin kopi,minuman dan nampan kue-kue.
Jess membuatkanku teh, aku mengamati Jess dari belakang. Jess sepertinya lagi banyak pikiran, dia menuang air panas ke cangkir teh dan mengaduk sampai belasan kali sambil melamun. Aku merasa hatiku serasa diiris pisau tajam, aku harus berusaha keras mengontrol emosiku.
" Aku biasa menerima klienku di sini Jen, mendengar mereka bercerita tentang apa aza, baru membantu mereka mencarikan apa yang mereka butuhkan, matching-in penampilan dari atas ampe ke bawah." ujar Jess sambil duduk di sebelahku.
" Apa kabar nenekmu Jen?Apakah bibi Merry ikut pulang denganmu? uda lama aku ga ketemu ibumu juga," tanya Jess sambil mengeluarkan buku kecil.
" Nenekku harus rutin cuci darah dan minum obat, karna faktor usia Dokter tidak bisa mengambil tindakan lebih jauh. Mum masih di rumah grandma, kalo dia datang mengunjungiku aku akan mengajaknya menemuimu Jess," kataku dengan suara agak bergetar tapi Jess tidak menyadarinya.
" Iya tentu aza Jen, nanti di aturin aza. Ayo kita lunch, klienku baru datang jam 4 nanti. Entah kapan kita bisa eh bisa barengan lagi," Jess berkata sambil menutup bukunya dan memasukkan ke tas.
Aku merasa tidak bisa menelan apa-apa jadi aku hanya memesan kentang goreng, Jess memesan salad. Aku mengamati wajah Jess yang terpulas makeup yang bahkan tidak bisa menutupi raut kelelahan di wajahnya. Aku baru hendak berbicara ketika selular Jess berbunyi, aku sempat melihat sekilas tulisan mum di layarnya tapi langsung direject oleh Jess.
" Ehm Jess,apakah kamu okay? kamu kelihatan lelah dan banyak pikiran." tanyaku lembut kepadanya.
Jess menghela napas dan bersandar ke sofa, dia tampak sedang menimbang-nimbang apakah akan bercerita padaku atau tidak, jadi aku segera memberitahukan padanya bahwa aku sudah ingat kembali semua kejadian di masa kecilku dulu. Jess tampak terkejut sekaligus lega.
" Akhirnya kamu ingat juga Jen, ga enak rasanya aku harus pura-pura di depanmu saat kita bertemu dulu.Tapi bibi Merry ga ingin kamu ingat, jadi aku juga ga mungkin cerita padamu. Apakah kamu ga apa Jen setelah tau semuanya?" wajah Jess tampak mengkhawatirkanku.
Hatiku terasa perih, Jess mengkhawatirkanku dengan tulus sementara aku masih tidak tau bagaimana caranya menolongnya. Sesuatu dalam pertanyaan Jess mengusikku tapi fokus utamaku sekarang bukan tentang diriku tapi Jess, jadi aku kembali ke pertanyaanku tadi.
"Aku baik-baik aza Jess tapi bagaimana dengan dirimu?kerjaanmu lancar?" tanyaku pelan, aku tidak ingin memberikan kesan mendesak.
" So far kerjaan semua terkendali sih tapi ya aku masih penyesuaiian di kota baru ini, Andrew juga yahh belum mendapat ide buat bukunya jadi dia saat ini butuh support dariku." Jess berkata sambil menghembuskan nafas.
Jadi benar sepertinya masalah ada di Andrew, insting seorang ibu tidak pernah salah. Aku mengepalkan tanganku di bawah meja teringat ekspresi jahat dan apa yang dilakukan Andrew. Aku diam menunggu Jess melanjutkan kata-katanya.
" Aku bertemu Andrew 2 tahun lalu saat penerbangan ke Paris, pria bersemangat yang pengertian dan baik. Dia 6 tahun lebih tua dariku dan bersamanya aku merasa nyaman dan aman. Kami melewati setahun yang indah dan bahagia." Cerita Jess terputus ketika waitress mengantar pesanan kami.
Jess menusuk salad buahnya tanpa berselera, dia bilang akan membatalkan janji dengan klien-nya. Jess lalu menelpon kliennya dan setelah beres dia tersenyum cerah padaku.
" Nah ini waktunya double J, itu panggilan kita dulu Jen. Kita berdua anak tunggal dan selisih usia kita hanya beberapa tahun, kamu itu adik yang mengekorku kemana-mana. Lihatlah kita uda sama-sama dewasa sekarang, betapa cepat waktu berlalu!" Jess kelihatan lebih ceria sekarang.
" Ayo menginaplah ke tempatku besok malam Jess, kita bisa memasak bareng, kali ini bukan masak daun lagi tapi sayur beneren," aku berkata dengan semangat.
Aku berharap Jess menerima tawaranku sehingga kejadian di hari Sabtu malam itu tidak akan terjadi. Benar, kurasa aku bisa menolong Jess dengan membantunya menghindari dari Andrew semalam aza, dengan begitu dia sudah melewati tragedi tersebut, aku yakin rencanaku akan berhasil.
Kurasa aku akan mendesak Jess menginap, kalau perlu dengan segala cara demi menyelamatkannya. Jess menggigit semangkanya dengan pelan, kentang gorengku tidak kusentuh sama sekali.
" Hmmm aku akan senang sekali bisa menginap ke tempatmu Jen, tapi saat ini Andrew sedang dalam masa sulit dan aku harus selalu bersamanya. Maaf mungkin lain kali ya Jen," kata Jess dengan raut wajah suram.
" Sebelumnya dia kerja di perusahaan IT, karna ada perbedaan dan masalah dia berhenti dan memutuskan yaahh menjadi penulis, masalahnya sudah beberapa saat di sini dia masih belum ada kemajuan dan dia hanya kumpul-kumpul dengan teman barunya bahkan terkadang sampai ga pulang," Jess tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya.
" Apakah kamu ga mencoba bicarain dengannya Jess? kamu uda korbanin semua untuknya, seharusnya dia menghargaimu dengan berusaha keras bukannya hanya main-main." sahutku langsung.
" Kami selalu bertengkar kalo uda membahas soal ini Jen. Andrew berubah menjadi sangat emosional sekarang, dia menuduhku meremehkannya dan ga support dia, bahkan dia mencurigaiku ada affair dengan klienku. Semuanya ga seperti dulu lagi," Jess tanpa sadar memegang pipinya.
" Apakah dia memukulmu saat bertengkar Jess?" cecarku teringat warna ekor mata Jess yang agak kehitaman saat kami ketemu kemarin.