Broken Angel

Liliyanti
Chapter #12

Dari dunia lain

Aku tersenyum kepada anak laki-laki yang duduk di sebelahku dalam perjalanan menuju rumah Liz untuk bertemu dengan Jeremy. Aku mengeluarkan burger dari kantong dan mengulurkan kepadanya. Pulang kerja aku langsung mandi dan berangkat tanpa sempat makan malam lagi.

Aku beralasan kepada mum ada acara ultah teman kantor, tadi aku mampir ke popeye untuk membeli burger yang kebetulan lagi promo beli 1 gratis 1. Anak laki-laki itu menerima burger pemberianku dengan wajah sumringrah, dan langsung memasukkannya ke saku bajunya.

" Hai, namaku Jennifer, namamu siapa? sendirian aza?" sapaku ramah.

" Hai Jennifer, aku Sam. Aku sekarang mau ke tempat ibuku yang bekerja di depan stasiun center city." jawabnya langsung.

" Oh aku juga akan berhenti di center city. Jangan lupa dimakan burgernya ya Sam, sudah malam." kataku padanya.

" Terimakasih, kamu baik sekali. Orang-orang tidak pernah memperdulikanku selama ini, aku setiap hari selalu naik kereta ini untuk menjemput ibuku pulang kerja." ujar Sam sambil tersenyum kecil.

Aku tersenyum balik padanya, biasanya aku juga tidak pernah memperhatikan penumpang lain, entah kenapa aku tadi tertarik untuk menyapa anak ini. Usianya aku terka tidak lebih dari 10 taun, sepertinya kehidupannya agak sulit, pakaiannya yang kucel dengan sepatu yang sudah robek sehingga jari kakinya mencuat keluar. Aku menerka dia belum makan malam makanya menawarkan burgerku.

Kereta berhenti di stasiun center city, kami antri keluar kereta dan langsung naik tangga keluar. Aku melambai pada Sam yang akan menyeberang ke depan. Dari stasiun, apartemen Liz sudah tidak terlalu jauh, aku memutuskan berjalan kaki aza sambil memikirkan percakapan antara Thomas dengan Henrietta.

Jadi Thomas dan Walter bukan saudara kandung, salah satu dari mereka hasil adopsi, aku berasumsi itu Walter. Menurut Henrietta mereka bisa seperti sekarang ini karna Walter membakar rumah, apakah maksudnya rumah yang sekarang ditinggali grandma? Bukankah membakar rumah itu tindakan kriminal?

Apartemen Liz sudah terlihat, aku mempercepat langkahku, suatu ingatan menghantamku mendadak. Kakek buyutku meninggal tidak lama setelah kebakaran, diperkirakan karna shock akibat kebakaran yang membuatnya jatuh sakit, dan perusahaan langsung diambil alih oleh Thomas dan Walter.

Tiba-tiba tengkukku terasa dingin, percakapan mereka berdua di ruang bawah tanah soal akan bertindak sebelum terlambat sepertinya berkaitan dengan kebakaran rumah. Tapi kenapa Thomas mau bekerjasama dengan Walter untuk membakar rumah orangtuanya sendiri? Bukankah perusahaan cepat lambat akan jatuh ke tangannya, untuk apa buru-buru?

Suara kecil dalam hatiku mengatakan bahwa dengan tidak langsung mereka mempunyai andil atas kematian kakek buyutku. Pasti ada alasan di balik perbuatan mereka.

" Mengerikan sekali memikirkan kemungkinan bahwa grandpa mampu melakukan hal itu kepada ayahnya sendiri, apakah mum dan dad tau soal ini?" aku bertanya-tanya.

" Selamat malam miss Jennifer, mengunjungi miss Elizabeth? sepupunya barusan sudah tiba juga." sapa petugas keamanan yang sudah mengenalku.

" Selamat malam juga George, Jeremy sudah tiba ya? Oh itu Liz," kataku sambil melambai pada Liz yang keluar dari lift.

Kami naik ke apartemen Liz di lantai 10. Sebelum masuk ke apartemennya Liz mengatakan padaku agar jangan kaget begitu melihat Jeremy yang agak nyentrik. Aku mengangguk penasaran akan sosok Jeremy.

Jeremy duduk di sofa ruang tamu sambil bersandar, ketika melihat kami masuk dia langsung berdiri mematung. Dia begitu kurus, kulitnya putih sekali. Rambutnya panjang lurus sebahu berwarna silver, Jeremy memberi kesan seolah terbuat dari kaca yang gampang pecah. Aku entah kenapa merasa takut padanya.

Dia begitu aneh menatapku, Liz juga tampak heran. Jeremy mengangkat tangannya begitu melihat Liz ingin mengucapkan sesuatu. Sebelah tangannya lagi menunjuk pada diriku, jarinya kurus dan lentik. Aku berdiri bingung tidak berani bergerak.

" Keluar dari sini!!! Berani beraninya kamu berkeliaran di sini, kembali ke tempatmu SEKARANG!!" suara Jeremy bertolak belakang dengan sosoknya, suaranya sangat berat dan dalam.

Aku terperangah kaget, tapi Jeremy tetap menunjuk pintu menyuruhku keluar. Liz membelalak menatap Jeremy, tiba-tiba terdengar suara seperti angin bertiup kencang. Aku menoleh mencari sumber angin, Liz juga sama sepertiku, celingukan mencari sumber angin.

" Bukan angin, anak kecil yang terbirit-birit kabur itu. Kamu diikuti sampai ke sini, ckckckckck." Jeremy duduk kembali dengan santai.

Wajahku memucat, Liz yang kaget buru-buru menarikku duduk di depan Jeremy. Katanya ada anak laki-laki kecil yang masuk bersamaku dan Liz tadi, berbaju coklat lusuh dengan saku di depannya berisi burger, memakai sepatu berlubang dengan jari kaki keluar. Aku terkesiap sampai menjatuhkan selularku.

" Sam, itu Sam yang duduk di sebelahku di kereta, aku memberikan burger padanya. Kenapa-kenapa____" aku tidak mampu melanjutkan kata-kataku.

" Wahh sempat-sempatnya kenalan dengan roh ya. Jangan terlalu ramah dengan mereka, gimanapun mereka bukan manusia. Mereka yang di tempat gelap selalu merindukan terang, jangan sampai cahayamu di ambil." Jeremy berkata sambil mengeluarkan rokok.

" A-aku tidak tau anak itu bukan ma-manusia, dia kelihatan biasa-biasa aza. Ini pertama kalinya aku mengalami kejadian seperti ini. Eh aku Jennifer, panggil aza Jen." aku baru menyadari belum memperkenalkan diri.

" Jeremy ato Jem. Liz sudah bercerita tentang kisahmu. Aku tidak berjanji pasti bisa membantumu, tidak semua kasus bisa di tangani." kata Jeremy lugas.

" Ohh Jem, kamu harus berusaha menolong Jen, lihatlah dia sampai diikuti roh ato sejenisnya. Seram sekali Jen." Liz berkata dengan ketakutan.

Aku merasa takut juga, ini pertama kali bagiku. Bagaimana aku bisa membedakan manusia dan roh? Sam seperti manusia, anak kecil bahkan ( aku merasa kasihan padanya, jadi dia sudah meninggal di usia semuda itu ). Lain kali aku tidak akan berbicara dengan siapapun lagi, di kereta ataupun bus.

Jeremy menyalakan rokoknya, Liz lalu membuka jendelanya lebar-lebar. Aku duduk dengan gelisah. Jeremy mematikan api rokoknya dan mulai mengamatiku, aku semakin gelisah di buatnya. Liz duduk diam menunggu.

Lihat selengkapnya