Broken Angel

Liliyanti
Chapter #13

Dimensi yang tidak terlihat

Aku membuat kopi di mesin pembuat kopi kantor, mataku rasanya berat sekali. Untungnya besok Sabtu, aku bisa tidur seharian. Badanku rasanya tidak begitu fit. Ketika kembali ke ruanganku, Cyntia sudah ada di situ. Entah kenapa aku merasa agak gugup padahal dia tidak tau aku melihatnya bersama Jason.

" Nah, ini dia Jennie. Minggu ini aku rayain ultah di karoke " The Hitz " jam 6, datang ya kalian berdua." kata Cyntia begitu melihatku.

" Woww keren Cyn, The Hitz denger-denger daftar tunggunya kan panjang." ujarku sambil meletakkan cangkir kopiku.

" Makanyaa aku bilang kita pasti hadir Cyn, kapan lagi loh." kata Liz sambil mengedipkan mata pada Cyntia.

" Temanku kebetulan punya kenalan orang The Hitz, dia bantu bookingin. Thank youu guys, c u Sunday ." jawab Cyntia berseri-seri.

Aku memperhatikan invoice di mejaku, ada 6 lembar atas nama Health Farma dengan catatan kecil ditunda 2 Minggu. Ini sudah penundaan ke 2 kali dalam bulan ini. Melihat Liz sedang mencocokkan mutasi rekening bank, aku segera memintanya mengecek tanggal pembayaran terakhir atas nama Health Farma.

" Jadi ibumu akan pulang ke rumah nenekmu besok Jen? hmm tanggal 02 Juni terakhir ada mutasi atas nama Health Farma." kata Liz.

" Lihat ini Jen, 5 lembar form returan barangnya dalam 2 minggu ini." Liz memberikan form itu padaku.

Aku menelusuri form returan selembar demi selembar sambil mengerutkan keningku. Jadi mereka sengaja menahan pembayaran untuk returan ini. Terdengar ketukan pintu dan Bertha berjalan masuk.

" Ini Liz, uda aku rekapin semua pengambilan dari awal tahun sampai yang terbaru. Coba cek apa ada yang kurang." Bertha menyerahkan laporan yang di minta Liz.

" Hmmm sepertinya sudah cukup Bert, thank you ya." kata Liz setelah mengecek sekilas.

Kami mulai memeriksa lagi laporan penjualan, pembayaran dan returan Health Farma dalam tahun ini. Aku jadi merasa kerja sia-sia dari kemarin, sekarang setelah keputusan sudah keluar, kami masih harus mengecek bolak balik laporan Health Farma ini.

" Hoamm, aku ngantuk banget Liz, aku bikin kopi lagi ya..kamu mau juga?" tanyaku pada Liz.

" Makasih Jen, aku masih sayang lambungku. Tapi kalau aku jadi kamu, juga pasti susah tidur." kata Liz dengan prihatin.

Bubuk kopi di lantai kami sudah habis dan belum diisi, jadi aku naik ke lantai 3. Di setiap lantai ada mesin kopi yang tersedia. Suara-suara terdengar dari dalam ruangan tapi tidak jelas, di lantai ini terdapat kantor divisi marketing, administrasi dan finance.

Mendadak perutku terasa tidak enak, jadi aku sekalian ke toilet di lantai tersebut. Baru duduk di kloset aku mendengar ada yang berjalan masuk ke bilik di sebelahku. Telepon selularnya berbunyi dan dia mengangkatnya, aku agak terkejut ketika menyadari itu suara Cyntia walaupun dia memelankan suaranya.

" Aku menghubungimu dari pagi, kenapa kamu tidak mengangkat teleponmu?" tanyanya.

Dia lalu diam sejenak mendengar jawaban dari lawan bicaranya, aku jadi merasa tidak enak duduk di situ dan seolah olah menguping. Tapi perutku sakit sekali, aku tidak akan mampu menahan sampai kembali ke lantai 2.

" Tidak, aku merasa kamu agak berubah akhir-akhir ini. Bahkan kamu ga bisa hadir di hari ultahku! padahal aku uda rencanain acara buat kita berdua setelah acara dengan teman-temanku selesai." Cyntia berkata dengan pahit.

Hening sejenak, aku bahkan tidak berani nge-flush. Aku tidak mau dianggap menguping pembicaraan atau pertengkaran orang, tapi Cyntia sendiri yang menelpon di toilet yang memungkinkan orang lain mendengarnya, siapapun yang berada di toilet.

" Aku mempertaruhkan pekerjaanku love, untukmu. Mereka sepertinya sudah mulai curiga, accounting meminta laporan penjualan perusahaanmu. Bertha yang rekap sehingga aku ga bisa berbuat apa-apa." kata Cyntia lagi.

Aku duduk mematung, kali ini aku benar-benar tidak boleh ketauan. Aku mengeluarkan selularku dan menyetel mode silent ( tidak ada salahnya berjaga-jaga ). Cyntia sepertinya tidak menyadari ada orang di bilik sebelahnya.

" Aku percaya padamu, jangan kecewakan aku. Hmm oke oke aku mengerti. Sampai ketemu besok malam, i love u." Cyntia menutup teleponnya.

Aku menunggu sekitar 5 menit setelah Cyntia keluar dari toilet, baru buru-buru menekan tombol flush, euwww.. Aku tidak jadi membuat kopi lagi, rasa kantuk-ku juga sudah hilang.

Aku merasa selularku bergetar, Liz yang menelpon pasti merasa heran aku begitu lama. Tapi aku tidak mengangkatnya, aku langsung berjalan ke arah tangga. Entah karna aku buru-buru atau tangga licin, aku terpeleset di anak tangga ke 3.

Aku berusaha menggapai pegangan tapi tubuhku terus berguling turun. Punggung, dada, wajah dan kepalaku menghantam anak tangga, meluncur hingga anak tangga terakhir dengan suara berdebam keras. Aku terbaring di lantai tidak mampu bergerak.

Pintu-pintu ruangan terbuka dan rekan-rekan kerjaku berlarian menghampiriku. Liz yang pertama sampai, melihatku dia langsung menjerit kecil.

" Jennn, apa yang terjadi?? Ya Tuhan, apa ada yang patah? kamu bisa bergerak?" Liz memeriksa tangan dan kakiku.

" Astagaaa Jennie, Liz ayo bantu Jen bangun." Jean menopangku dengan di bantu Liz.

Aku duduk bersandar di dinding, seluruh tubuhku sakit sekali. Tapi kurasa tidak ada yang patah, Jerry menelpon dokter perusahaan agar datang memeriksaku.

Lihat selengkapnya