Aku menutup pintu pelan-pelan, aku tidak mau kedengaran bibi Nelly yang mengira aku sudah tidur. Jeremy sudah menunggu di bawah, aku langsung masuk ke dalam mobilnya.
" Maaf Jem, aku malam-malam menelponmu. Aku-aku tidak tau harus mencari siapa yang akan percaya akan kegilaan ceritaku ini." kataku dengan cepat.
" Okay, memang hanya orang gila atau aneh yang akan mempercayai ceritamu. Jadi sekarang kita menuju ke nomana?" tanya Jeremy dengan santai.
" Eh bukan maksudku mengataimu aneh atau gila, tapi maksudku yahh pokoknya kamu mengerti apa maksud perkataanku. Ke kantor Health Farma Jem, aku sudah buka maps-nya." jawabku sambil menunjuk arah yang harus kami tuju.
Aku belum pernah ke kantor Health Farma, tapi menurut analisaku mereka tidak mungkin bertemu di parkiran apartemen Jason ataupun Cyntia. Jason berani bertindak sejauh itu hanya kalau dia yakin tidak akan tertangkap.
Hanya di kantor Health Farma dia bisa memanipulasi data rekaman cctv, dan petugas keamanan di sana pasti bisa diajak bekerjasama dengannya. Perasaanku sangat yakin, sekarang aku hanya berharap kami tidak terlambat sampai ke sana untuk menyelamatkan Cyntia.
Jeremy tidak berkata apa-apa lagi, dia fokus melihat maps dan berusaha menyetir secepat mungkin sampai di kantor Health Farma tanpa melewati batas kecepatan. Kami tentu tidak mau ditilang polisi karna ngebut di jalanan.
Kami sudah hampir sampai, aku merasa gugup dan panik sekaligus, Jeremy melirikku dan menyuruhku pindah ke bangku belakang dan usahakan wajahku tidak terlihat oleh petugas keamanan nanti.
Jeremy memelankan mobilnya, aku melompat ke jok belakang dan duduk merosot di belakangnya. Petugas keamanan mendekati kami dan Jeremy menurunkan kaca jendelanya sambil menempelkan selularnya ke telinganya.
" Selamat malam, maaf saya harus bertanya apa keperluan anda mengunjungi kantor Health Farma err sir ?" tanya petugas keamanan yang tampak terintimidasi oleh sosok Jeremy.
Aku tidak heran akan reaksi petugas tersebut. Aura Jeremy "berbeda". Dia memberikan kesan pure, rapuh dengan matanya yang agak transparan seolah mampu melihat isi hati terdalam lawan bicaranya. Jeremy memandang petugas itu sambil berbicara di selularnya.
" Tuan Simon, saya sudah di gerbang, ada petugasmu menanyakan keperluanku, apa yang harus saya katakan padanya?" suara Jeremy yang berat dan dalam begitu kontras dengan sosoknya.
" Eh maaf sir, jadi anda ada keperluan dengan Tuan Simon? maaf silakan masuk." kata petugas itu buru-buru.
Simon sepertinya sangat ditakuti oleh karyawannya. Mendengar nama Simon dan efek dari penampilan Jeremy membuat petugasnya langsung membuka palang tanpa memeriksa identitas lebih lanjut lagi.
" Kenapa kamu yakin Simon ada di kantor jam segini Jem? bagaimana kalau tidak ada?" tanyaku sambil memanjat kembali ke jok depan.
" Kalau Jason ada di kantor, itu pasti karna ada meeting dengan Simon. Meeting apa diluar jam kantor? pasti sesuatu yang mendadak dan penting." jabar Jeremy sambil memasuki area per-parkiran.
" Temanmu pasti ngotot mencari Jason sampai ke sini. Sekarang kita coba putar sebelah sini, apa kamu ingat ada petunjuk apa tentang area parkir mobil Jason?" tanya Jeremy padaku.
Aku mengerutkan kening, mencoba mengingat situasi saat berada di mobil Jason. Kami tidak mau membuang waktu berputar mencari di parkiran yang luas. Ada beberapa mobil yang terparkir di kiri kanan, pasti mobil kantor kalau malam-malam masih berada di parkiran.
" Ohya warna kuning! aku ingat melihat ada tong sampah warna kuning di pojok. Lihat di situ tong sampahnya warna merah, seharusnya area berikutnya kuning." seruku sambil menunjuk tong sampah merah di pojokan.
Jeremy langsung menginjak pedal gas berbelok ke arah kanan. Adrenalinku berpacu cepat, semoga kami tidak terlambat. Aku setengah berteriak menunjuk ke arah SUV hitam yang tampak bergoyang kencang.
Mobil berhenti di belakang SUV Jason. Aku baru hendak membuka pintu ketika Jeremy melarangku, dia menyuruhku tetap di dalam mobil. Sebelum turun Jeremy menyambar topi dalam dashboard dan menaikkan rambut panjangnya ke dalam topi.
" Telpon polisi pake selularku, jangan sebut nama aslimu!" kata Jeremy sambil menyerahkan selularnya kepadaku.
Dengan gemetaran aku menekan nomor call center kepolisian. Di luar kulihat Jeremy membuka pintu mobil Jason dan sejenak kemudian dia menarik tubuh Jason keluar dari mobilnya. Jason lalu menerjang Jeremy yang dengan lincah menghindarinya sambil mengirimkan tendangan ke ulu hati Jason.
" Hallo, nama saya eh Brenda, saya mau melaporkan adanya penganiayaan yang tejadi. Iya saya kebetulan berada di tempat, teman saya berusaha menolong. Seorang perempuan, tidak saya tidak kenal." kataku dengan cepat kepada petugas call center.
Aku kemudian memberikan alamat kantor Health Farma dan mendesaknya agar segera mengirimkan bantuan. Aku melihat Jason tampak berdarah di wajahnya, tapi beberapa kali Jeremy terkena pukulan juga, aku berharap dia tidak terluka dalam mengingat tubuhnya yang kurus sekali.
Kelihatan sekali Jeremy menguasai jurus bela diri, dengan tubuh kurusnya dia mampu membuat Jason yang bertubuh tinggi tegap jatuh terkapar dan tidak mampu berdiri lagi. Aku menahan diriku untuk tidak turun memeriksa Cyntia, dia masih di dalam mobil sehingga aku tidak tau kondisinya seperti apa.
Setelah Jason sudah tidak berdaya, Jeremy langsung berlari ke arah pintu penumpang, dia membuka dan sepertinya memeriksa Cyntia, aku menjulurkan kepalaku berusaha melihat dari kaca depan, tapi tidak kelihatan apa-apa. Tidak lama kemudian Jeremy segera bergegas kembali ke mobil.
" Kita harus segera pergi dari sini sebelum polisi tiba, kembali ke belakang cepat!" kata Jeremy sambil melepaskan topinya.
Aku segera melompat kembali ke belakang, Jeremy merapikan rambutnya dan menghapus sedikit darah dari ujung bibirnya. Aku menahan diri untuk tidak bertanya tentang keadaan Cyntia dulu. Kami melewati lagi gerbang dan petugas tadi juga yang membukanya.
Dia tidak bertanya apa-apa walaupun wajahnya kelihatan heran melihat begitu cepat Jeremy sudah pergi lagi. Tepat saat itu kami mendengar sirene yang meraung-raung dan segera mobil polisi, ambulans dan pemadam kebakaran melewati kami menuju Health Farma.
" Kita tepat waktu, saat itu Jason sedang mencekik temanmu. Tapi jahanam itu memukulnya habis-habisan. Matanya susah terbuka tapi dia masih sadar walau lemah. Tulang hidungnya retak tapi tidak patah, tapi nanti dia harus memakai gigi palsu seperti Liz, ada 2 yang patah." ujar Jeremy.
Aku terkikik mendengar Jeremy menyinggung gigi palsu Liz yang melegenda. Terdorong oleh euforia berhasil menyelamatkan Cyntia aku menceritakan kepada Jeremy perihal gigi palsu Liz.
Saat itu Kevin bagian marketing baru mendapat bonus ekstra dan dia membelikan kami jagung bakar, Liz dengan bersemangat langsung menggigit jagung bakarnya, masalahnya jagung itu agak keras dan tidak mau lepas dari bonggolnya, malah gigi palsu Liz yang lepas tertancap di bonggol jagung tersebut.
Kami semua langsung meledak dalam tawa, dan Liz yang malu segera mencabut gigi palsunya dan memasang kembali ke mulutnya. Sampai sekarang Liz masih di goda akan gigi palsunya. Jeremy tertawa mendengar ceritaku, aku merasa rileks mendengar tawanya. Semua kepanikan dan ketakutan yang tadi kurasakan sudah sirna.