Kawasan pertokoan itu ramai seperti biasa. Yah seperti biasa, seolah aku memang biasa menghabiskan waktu di tempat ini di jam seperti ini. Faktanya tidak. Aku baru pertama kalinya berjalan di kawasan ini siang hari selain di akhir pekan, mengesampingkan fakta kalau kawasan ini hanya berjarak beberapa menit jalan kaki dari sekolahku. Walau pun tidak seramai akhir pekan atau hari libur lainnya, keramaian ini cukup menyulitkanku membuntuti targetku. Ya, aku sedang membuntuti wanita misterius itu sekarang, setelah seminggu kemarin aku menghabiskan waktu dalam paranoia merasa dibuntuti olehnya.
Walau begitu, mengatakannya jauh lebih mudah dari pada melakukannya.
“Hei, Juno! Kesini! Kamu keliatan mencolok banget di kerumunan” Alice menarik lengan bajuku yang mulai kehilangan arah di tengah orang yang berlalu-lalang.
Aku mengikutinya tanpa berdebat.
“Tu-tunggu!! Kamu kenapa bisa ada disini!?”
“Orang yang kamu ikutin yang itu kan?” Tanyanya sambil mengarahkan dagunya pada seorang wanita berjas hitam, “Gerah banget cuaca gini pake baju item-item..”
“Bentar! Kamu belum jawab pertanyaanku! Kenapa..”
Kami sama-sama berhenti, lengan bajuku kutarik paksa dari genggamannya. Akhirnya aku mendapatkan perhatiannya.
“Aku tahu kamu bolos, selama jam istirahat aku nongkrong depan kelas kamu. Aku cari. Dari jendela lantai dua aku lihat kamu diam-diam keluar lewat gerbang belakang. Aku ikutin. Aku tahu kamu bukan anak yang bakal bolos gitu aja tanpa alasan. Dan dari gelagat kamu jelas banget kamu lagi ngikutin seseorang..”
Oke, masuk akal…
“Puas? Bisa kita fokus sekarang? Orang itu baru aja belok kesana..”
Sejujurnya aku tak punya waktu untuk meladeni Alice sekarang ini. Terutama untuk saat ini. Aku tidak bisa membiarkan satu-satunya petunjukku hilang begitu saja.
Wanita itu berjalan dengan sewajarnya, seperti kebanyakan orang yang juga berjalan di kawasan pertokoan itu. Sambil sesekali berhenti untuk melihat barang-barang yang ditawarkan kios-kios sepanjang jalannya. Kupikir cukup wajar. Sampai aku sadar beberapa kios yang dilewatinya memiliki cermin atau kaca di etalasenya, dan dari caranya yang berdiri agak lama disitu..
Sial! Aku ketahuan!!
Seseorang menarik tanganku dari kerumunan orang.
“Sini!!”
Aku terkejut bukan main, Alice menarik tanganku ke gang sempit diantara pertokoan yang agak terpencil.
“Cepet buka baju kamu!!”
“Hah? Apa?”
Dia tak menanggapi pertanyaan bodohku dan mengeluarkan sesuatu dari tasnya, tunggu, sejak kapan dia bawa tas?
“Pake ini!! Cepet! orang itu mulai curiga kalo kita ikutin..”
Dia mengawasi gerak-gerik wanita itu selagi aku memakai T-shirt yang dia berikan padaku.
“Aturan pertama kalo bolos sekolah, jangan berkeliaran pake seragam!” ucapnya mantap saat aku selesai dengan urusan out fit yang merepotkan ini. Tak lupa sambil tersenyum dia memasangkan topi yang dipakainya ke kepalaku.
“Ayo, Sherlock ada kasus yang harus kita pecahkan!” Ucapnya bersemangat sambil mengenakan sun glass-nya.
“Dari mana kamu dapet barang-barang ini? Kamu ga mungkin bawa semua ini dari sekolah kan?” Langkah kami mulai selaras dengan tempo yang semakin cepat.
“Improvisasi.. Aku ambil dari toko di blok sebelumnya..”
Aku meliriknya curiga.
“Aku bayar kok!”
…
Wanita itu masuk ke sebuah café. Tampilan luarnya menawarkan suasana yang cozy dengan sofa dan ornamen kayu yang khas. Ada kaca jendela besar di depannya sehingga kami bisa melihat ruangan di dalamnya walau hanya sebatas pinggang orang dewasa ke atas, tapi itu pun cukup, aku bisa melihat wanita itu memesan dan mengambil kursi sambil menunggu pesanannya.