BROKEN BUTTERFLY; Beyond the Night That Differs Love and Lust

iswana suhendar
Chapter #9

Chapter 08. STILL ON A CHASE

Aku meminta kembali pulpen di saku kemejaku pada Alice. Beberapa helai tisue kususun sedemikian rupa agar mudah kugunakan untuk corat-coret, aku tahu apa yang kulakukan selanjutnya akan sangat merepotkan. Tapi aku tak punya cara lain untuk menjelaskan apa yang ada di benakku saat ini pada gadis dihadapanku. Baiklah Juno.. here we go..

“Tunggu, tunggu!” Alice menghentikanku sebelum sempat memulai. “Penjelasannya bakal lama ga? Kalo lama apalagi sampe beribet boleh aku pesen satu gelas lagi?”

Sialan… dia mengerjaiku.

Segelas lagi parfait sampai di meja kami. Aku memang setuju untuk mentraktirnya tadi, dan sekarang aku mulai menyesali keputusan itu. Huuuuuuh.. oke, tarik nafas dalam-dalam. Fokus!

“Bisa kita mulai sekarang?”

“All Green, Captain!” jawabnya bersemangat sambil menyendok potongan strawberi.

“Good..”

Baiklah, harus kumulai dari mana? Sial, kenapa sekarang aku yang bingung harus mulai dari mana!

“Malcolm Database ltd… Perusahaan yang tadi wanita itu sebutkan benar-benar ada, dan sesuai dengan apa yang dia katakan perusahaan itu memang bergerak di bidang database, dan selain menyediakan jasa bagi sekolahan perusahaan itu juga menangani perusahaan swasta lainnya sebagai client…

“…Sayangnya aku ga menemukan nama yang dimaksud di halaman yang memuat staff inti perusahaan itu, jadi mungkin dia cuma karyawan biasa yang bertugas menangani hal teknis atau pegawai lapangan..” Atau mungkin sales keliling seperti dugaan awalku.

“Tapi di halaman lain, tepatnya di halaman yang memuat client-client dari perusahaan tersebut aku nemu beberapa petunjuk. Kamu tahu kalau di kota ini ada 20 sekolah negeri dan sekitar 30an sekolah swasta?”

“Hum, hum.. aku ga tahu ada sebanyak itu..” Mata itu telihat begitu berkilau dengan antusiasme.

Melihat Alice yang sedari tadi asyik menyendok parfaitnya aku tanpa sadar ikut menyendok parfait yang sedari tadi aku diamkan. Dan ya, enak juga.

“Sampai mana kita tadi? Oh, iya! Sekolah! Dari situ aku tahu kalau beberapa sekolah memang sudah jadi client perusahaan itu dan sekolah kita juga mungkin lagi proses menuju kesana. Nah dari situ aku cari sekolah mana lagi yang belum atau mungkin sedang dalam proses menuju kerjasama dengan perusahaan ini..

“Hasilnya lumayan banyak kalau ditambah dengan sekolah swasta, sekitar.. 40an. Tapi jumlahnya bisa diperkecil kalau menimbang faktor ekonomi tiapnya yang mana biaya jasa yang ditawarkan di situs resminya cukup tinggi, kita bisa potong kemungkinnan ke sekolah-sekolah yang memang memiliki potensial budget untuk menggunakan jasa mereka..

“Hoo.. kamu cari tau itu semua waktu kita nongkrong di depan? Keren..”

“Dari situ kemungkinannya turun jadi tinggal 15 sekolah.. atau yah, kurang lebih. Jadi ada sekitar 15 sekolah lagi yang mungkin bakal didatangi wanita itu. Jadi kehilangan wanita itu hari ini ga terlalu masalah buatku. Aku bisa mencarinya lagi dengan mengikuti pola ini.”

Walau bilang gitu, aku jelas-jelas mustahil melakukannya. Menyelidiki 15 sekolah untuk menemukan satu wanita yang bisa datang dan pergi kapan saja jelas merepotkan. Aku tak mungkin melakukan itu.

“Woooow!! Keren! Keren!! Pantesan tadi kamu santai banget begitu tahu wanita itu udah ga ada disini..”

Aku gak santai. Aku lelah.

“Dan baru aja Benji ngasih data kritikal. Semua korban dari kasus pembunuhan ini, ketiganya bersekolah di sekolah-sekolah yang tadi kumaksud. Jadi kalau memang wanita itu ada hubungannya kasus ini, kita bisa temuin dia di tiga sekolah ini.”

Intinya ini cuma soal eliminasi sederhana menyingkirkan beberapa variabel dari kumpulan dan mengambil beberapa dengan tingkat kemungkinan tertinggi. Cara yang sama dengan yang kugunakan untuk menemukan handphone yang hilang di penginapan tempo hari.

Yah, kemungkinannya memang tipis. Tapi cuma ini satu-satunya petunjuk yang kumiliki saat ini, perihal wanita misterius itu dan kasus pembunuhan berantai ini. Lebih dari siapa pun akulah yang paling mengerti betapa lemahnya teoriku ini.

“Ya, ya.. Hmmm.. gitu ya.. Ngerti, ngerti..” Angguk Alice yang nampaknya menyimak penjelasanku. “Trus maksudnya bulet-bulet ini?” Dia menunjuk coretanku diatas tisue.

“Itu.. Sekolah..”

“Trus garis-garis ini?”

Lihat selengkapnya