BROKEN BUTTERFLY; Beyond the Night That Differs Love and Lust

iswana suhendar
Chapter #10

Chapter 09. DEAD BODY

“CEPAT BANGUN PEMALAS!! LIHAT SUDAH JAM BERAPA SEKARANG!!!”

Bunyi alarm itu tetap membuatku jengkel, terutama di hari minggu seperti ini, dan aku benar-benar memberi penekanan pada kata jengkel. Dengan mata yang masih setengah tertutup kumatikan jam sialan itu.

Di hari Minggu aku tidak perlu datang ke sekolah, ya, itu sudah jelas, tapi tak berarti aku bisa bangun siang seenaknya. Mungkin siangnya aku bisa kembali tidur atau bermalas-malasan, tapi minggu pagi seperti ini terlalu penting untuk dilewatkan olehku yang tinggal sendirian ini. Aku punya setumpuk cucian yang harus bisa kuselesaikan hari ini.

Baju-baju kotor sudah menumpuk di suduk kamarku, kemeja dan baju olahraga, sisanya baju asal-asalan yang kupakai untuk tidur. Dan T-shirt couple yang kugunakan kemarin pemberian Alice, mungkin yang satu ini pun akan masuk kedalam kategori baju asal-asalan yang kupakai untuk tidur. Yah, aku cukup cuek soal yang seperti ini, buatku harus mengurusi hal seperti gaya berpakaian rasanya terlalu merepotkan.

Tapi detail kecil yang satu ini rasanya tak bisa kuabaikan. Di tangan kananku saat ini terpasang sebuah gelang dari tali yang dirajut. Aku ingat kalau gelang ini pemberian Alice kemarin sebagai “kenang-kenangan untuk hari yang sangat melelahkan”. Yang tak kuingat adalah kapan aku memasangkannya lagi pagi ini. Seingatku semalam, sebelum tidur aku sudah melepasnya dan meletakannya di atas meja belajarku. Kenapa sekarang bisa kembali ke tanganku? Apa aku salah ingat?

Cucian tergantung rapi di luar berandaku di lantai dua. Aku baru saja kembali dari belanja bahan makanan minggu ini, yang yah.. isinya tak jauh dari roti juga makanan instan lainnya. Juga kopi, tentu saja. Aku tak bisa membiarkan coffee maker di dapur ini menganggur untuk sehari saja. Setelah selesai dengan semua ritual hari minggu ini, mencuci dan beres-beres rumah juga berbelanja, sekarang aku bisa kembali kembali ke mejaku di lantai. Tentu saja ditemani secangkir kopi.

Kunyalakan komputer. Tangan kananku agak gatal, tepatnya di tempat dimana gelang itu terpasang. Mungkin karena aku masih mengenakannya saat mandi tadi dan sekarang gelang ini belum kering betul. Aku benar-benar tidak terbiasa dengan gelang ini di tanganku, apa lagi dia terpasang di tangan kanan yang merupakan tangan dominanku. Aku tak bisa mengabaikannya dan berpikir kalau gelang ini tak ada disitu.

Apa kulepas saja? Ya, rasanya itu terdengar seperti ide bagus yang seharusnya sudah kulakukan sejak tadi.

Aku perhatikan sekeliling gelang itu untuk mencari titik sambungnya. Dan tidak bisa kutemukan. Apa ini? Apa ini semacam simpul tali yang tidak kuketahui? Kenapa gelang ini tidak punya titik sambung seperti gelang pada umumnya?

Cewek sialan itu lagi-lagi mengerjaiku. Akan kutanyakan bagaimana melepas gelang ini jika bertemu nanti. Walau pun rasanya ragu dia akan langsung memberitahu caranya, mungkin dia akan menggodaku dengan bilang, “Yeeey~ gelangnya cuma aku yang bisa buka. Dengan gini Juno resmi jadi milikku~”

Marking!?! Apa ini semacam marking?!? Seperti manusia yang memberikan kalung pada hewan peliharaannya!?!

Tenang, Juno.. Tenang! Panik tak akan menyelesaikan apa pun. Terutama untuk masalah semacam ini dimana yang kuhadapi adalah gadis semacam Alice. Aku tak boleh kehilangan ketenanganku dihadapannya. Entahlah, aku masih belum sepenuhnya pecaya pada gadis itu. Bahkan setelah apa yang kami alami kemarin, setelah dia membantuku kemarin. Aku masih belum terbiasa dengan kehadirannya di sekitarku.

Lihat selengkapnya