BROKEN BUTTERFLY; Beyond the Night That Differs Love and Lust

iswana suhendar
Chapter #16

Chapter 15. CONFESSION

 Aku duduk di bangku taman yang sama, bedanya kali ini hari sudah gelap. Belanjaan yang tadi kutinggalkan sudah tak ada lagi disana, seseorang pasti sudah mengambilnya. Lampu-lampu taman yang melankolis menerangi taman di malam hari. Dan berbeda dengan siang tadi yang mana aku tak siap mendapat kunjungan tak terduga dari seorang wanita, kali ini aku sangat siap dan menantikan seseorang untuk datang menemuiku di taman ini.

“Heeey!!”

Ah, itu dia datang.

“Ada apa? Ga biasanya ngajak ketemuan kayak gini, kangen ya?”

Sosok pemilik suara itu perlahan semakin jelas diterangi cahaya lampu taman. Dia adalah Alice Eris. Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaannya.

“Ih, ada apa sih? Kok senyum-senyum gitu?”

“Aku baru aja mecahin kasus pembunuhan berantai ini!”

Aku memasang wajah yakin terbaikku, menunjukan senyuman dengan tingkat kepercayaan diri yang jauh dibatas keseharianku. Tapi percayalah, dibalik itu semua, aku sedang ketakutan setengah mati.

“Biar kupastikan sekali lagi. Dengan semua data ini, yang ingin kau katakan padaku adalah..”

“Alice Eris..” dia menyebutkan nama itu bersamaan denganku, “Adalah si pelaku pembunuhan berantai.” Lanjutnya penuh keyakinan.

Aku belum bisa setuju dengan kesimpulannya itu, rasanya masih ada hal yang mengganjal. Walau begitu data yang dia berikan padaku terasa begitu valid, dokumen siswa ini terlihat persis dengan dokumen yang biasa kulihat di ruang administrasi. Dan dari dokumen ini terbukti bahwa Alice Eris adalah siswa fiktif di sekolahku. Semua catatan tentang dirinya, terbukti palsu berdasarkan bukti yang dia sematkan di dokumen ini. Apa dengan ini sudah cukup untuk menyimpulkan dialah pembunuhnya?

“Bagaimana dengan modus pembunuhannya?”

Bagaimana dia bisa membunuh 3 orang laki-laki yang secara fisik lebih unggul darinya? Pertanyaan ini masih terasa janggal bagiku.

“Apa itu penting?”

“Ya, dan aku juga perlu tahu atas dasar apa kau menjatuhkan tuduhan itu.”

“Bukannya bukti-bukti ini sudah jelas?”

“Ini jelas membuktikan kalau dia memang siswa fiktif di sekolahku. Yah, setidaknya secara teori dengan anggapan kalau yang kau berikan padaku adalah dokumen yang valid.”

“Oh, jadi kau pikir aku sedang berusaha menipumu, begitu?”

Ah, obrolan ini tak membawaku kemana pun.

“Gimana? Gimana? Ayo ceritain dong gimana kamu mecahin kasus ini?”

Alice segera menghampiriku, aku yang duduk di tempat yang sama dengan siang tadi.

Tempat duduk ini cukup terang walau malam hari, terima kasih pada lampu taman yang terpasang tepat disampingnya. Aku bisa melihat sosok Alice dengan lebih jelas, dia dengan pakaian tidurnya dan sebuah jaket. Dia datang tanpa persiapan apa pun, tanpa membawa apa pun selain apa yang kulihat saat ini. Sesuai perkiraanku.

Aku sengaja membuat keadaan dimana dia tak sempat mempersiapkan pembunuhan selanjutnya, jika memang dia pelakunya seperti yang dikatakan CelwoodS16. Dengan begitu aku bisa, setidaknya merasa sedikit lebih aman.

“Hmmm.. cerita dari mana ya enaknya?”

Dia sudah nyaman duduk disampingku, matanya berbinar menunggu ceritaku.

“Ya, kita mulai dari korban selanjutnya..” aku menatap langsung pada kedua mata berbinar itu. memastikan dia tak melewatkan apa yang akan kukatakan selanjutnya, “korban selanjutnya dari kasus pembunuhan berantai ini adalah aku. Juno Welkin.”

“Korban selanjutnya dari pembunuhan berantai ini adalah aku. Juno Welkin.”

Suara diujung telepon menjadi hening. Kutebak dia pun tak tahu harus merespon apa kata-kataku barusan. Ini pun pertanda kalau dia setuju dengan tebakanku.

“Aku sudah baca profil semua korban sebelumnya. Dan walau benci mengakuinya semua korban itu memiliki kesamaan denganku.”

“Justru karena itu.. aku memperingatkanmu..”

“Dan justru karena itu.. Kalau tuduhanmu itu benar, cuma aku yang bisa menyelesaikan kasus ini.”

“Kamu ga lagi mikir buat menangkap pelakunya sendirian kan?”

Lihat selengkapnya