BROKEN BUTTERFLY; Beyond the Night That Differs Love and Lust

iswana suhendar
Chapter #3

Chapter 02. TERU TERU BOZU

Hari sudah larut saat aku meninggalkan gedung olah raga, hujan turun cukup deras. Untuk sejenak aku berpikir untuk terjebak disini sampai hujan reda, jaket yang tadi pagi kugunakan tak mempan untuk menghalau dinginnya udara malam. Tapi lagi-lagi Weena menyelamatkanku. Tidak, dia tidak disini, dia sudah pulang sejak sore tadi saat cuaca masih cerah. Dia titipkan payungnya kalau-kalau cuaca kembali tak bersahabat. Dan ya, dia benar. Hujan kembali turun malam ini.

Tepat di pintu utama gedung sekolah aku mengetahui kalau aku bukan satu-satunya orang yang punya masalah dengan hujan malam itu. Seorang gadis tengah menunggu hujan reda, berdiri menghadap pintu seolah sedang menonton tiap tetes air yang jatuh malam itu. Jelas sudah dia adalah gadis yang kukenal saat aku berdiri bersisian dengannya, dia gadis yang kutemui di ruang UKS siang tadi. Di luar dugaanku dia tidak sedang sibuk dengan media sosial di ponselnya, hanya sebuah boneka.. Teru teru bozu?

“Akhirnya! Ayo kita pulang!!”

Dengan ringan dan ceria dia katakan itu seolah itu adalah kalimat yang wajar diucapkannya. Disisi lain aku sama sekali tak mengerti maksud perkataannya.

“Alice Eris.. kamu nunggu hujan reda juga?” tanyaku sewajar mungkin.

Dari ekspresi wajahnya aku merasa bukan itu alasannya tetap di sekolah sampai selarut ini, dia malah menarik tanganku, sambil tertawa, dia membawaku berbasah kuyup di bawah naungan hujan. Mengabaikan payung yang jelas-jelas kubawa di tangan kananku.

“Hujan? Emang kenapa kalo hujan? Kita bisa hujan-hujanan bareng!”

Ingin kuajukan keberatan untuk argumennya itu, tapi rasanya percuma. Aku punya firasat buruk soal apa yang akan dia katakan selanjutnya.

“Aku dari tadi nungguin kamu pulang biar bisa hujan-hujannan sama kamu.”

Baiklah, kasus ditutup. Gadis ini jelas-jelas punya masalah di otaknya.

Aku menarik kembali tanganku untuk membuka payung titipan Weena, tak ingin kembali diomeli soal tak bisa menjaga kesehatan.

“Ih! Ga seru!” hardiknya dengan bibir cemberut.

Boneka itu berayun dari kanan ke kiri, seolah sedang menari mengikuti langkah gadis yang membawanya. Jari lentiknya memegang ikatan tali yang membuatnya bisa berayun dengan bebas, jari lentik yang kalau kuperhatikan sangat cocok mengerjakan pekerjaan seperti menjahit atau pekerjaan sejenisnya. Yah, kita bisa tahu banyak tentang pekerjaan seseorang dari bagaimana bentuk dan formasi jemarinya, dalam kasus ini aku yakin gadis ini cukup sering menggunakan benang karena sendi kedua jari telunjuknya agak mengeras dan lecet disana-sini.

Dan ya, dari sendi terakhir jari tengahnya juga aku bisa menemukan lecet yang serupa. Bisa kutebak dia cukup pandai menjahit atau mungkin menyulam atau yah aktifitas semacam itu. Dan kupikir itu menjelaskan teru teru bozu yang sedari tadi dimainkannya.

Pergelangan tangannya juga dipenuhi berbagia gelang anyaman, dan dari modelnya aku tahu itu bukan model yang biasa dijual di toko aksesoris. Apa dia membuatnya sendiri? Bisa jadi.

“Ada apa?”

Aku benar-benar mengabaikan pertanyaannya itu dan malah fokus pada tangannya.

“Kamu mau?” tanyanya sambil menunjuk salah satu gelangnya.

Lihat selengkapnya