Namaku Jevon Belvien. Umurku 17 tahun dengan tinggi 179 cm. Ukuran yang cukup normal untuk remaja seumuranku. Aku tinggal dengan seorang ibu yang tidak pernah paham mengapa aku terlahir di dunia. Dia sangat membenci pria. Meskipun dia tidak memiliki kelainan pada ketertarikan seksual yang membuatnya memiliki niat untuk menikahi perempuan, tapi tetap saja, dia membenciku karena aku laki-laki.
Sejauh yang aku ingat, Jane, ibuku, sudah bermasalah jauh sebelum bertemu Nathan—laki-laki brengsek yang sebenarnya juga kubenci karena sumbangan spermanya aku bisa hidup. Aku tidak tahu pasti nasib buruk apa yang menimpa Jane sebelumnya. Hanya saja, Nathan mengatainya perempuan gila yang harus mendapat perawatan di rumah sakit jiwa tepat setelah membanting daun pintu. Aku melihatnya mengucapkan sumpah serapah tanpa berkedip dari belakang sofa dengan posisi meringkuk seperti anak kucing yang ketakutan. Seperti tebakanku, dia tidak pernah kembali. Tidak seperti asumsi kebanyakan orang, aku berakhir tidak pernah merindukannya.
Awal mula permasalahan ini sangat klise. Jane mengenal Nathan, hidupnya jadi sempurna, lalu delapan tahun setelah aku dilahirkan, dia memergoki suaminya berkencan dengan perempuan lain. Jane yang amat menggantungkan kehidupannya pada sosok suami yang membuatnya bahagia pun kembali terpuruk dan mengalami trauma berat. Hidupnya berantakan, maka aku pun begitu.
Belasan tahun aku berpikir semuanya akan baik-baik saja. Menjadi siswa yang duduk di sudut kelas, nyaris tidak dianggap dan berstatus anonim—aku menyukainya. Tidak perlu menjadi populer untuk menjalani hidup yang layak. Toh, aku membenci sekolah dan seluruh manusia laknat di dalamnya. Aku hanya perlu bertahan sampai tahun depan sebelum kabur untuk menjelajah dunia, meninggalkan Jane membusuk di rumah yang merupakan bentuk asli dari neraka.
Tapi, beberapa hal berubah setelah peristiwa sore itu.
Seorang gadis yang tidak kuketahui berasal darimana mendadak muncul di tempat persembunyianku—tepatnya di salah satu bilik kamar mandi yang tidak dipakai bertahun-tahun. Aku menjadikan tempat itu sebagai markas pribadi. Hanya untuk duduk dan mengutuk diri sendiri selama berjam-jam sebelum pulang ke rumah.