BROKENLIGHT

Lia Tjokro
Chapter #13

BAB 12: INGIN MELIHAT BULAN

Mama tidak pernah mengirim pesan apapun untuknya, dan Nadine membenci dirinya sendiri karena ia peduli. Ia peduli pada fakta kalau Mama tidak mengirimnya pesan, memeriksa keadaannya. Tapi bukankah ia sudah dewasa? Ia tidak perlu diawasi lagi? Bukankah memang itu maunya? 

Nadine tercenung. Sebenarnya apa maunya?

Hari kedua ia menyerah. Ia mengirimkan pesan ke Mama, dan Mama membalas setelah beberapa jam. Ia menanyakan apa kabar Mama, dan Mama menjawab “baik,” tanpa menanyakan kabarnya juga. Nadine menghela napas, meletakkan hapenya di atas ranjang, dan menatap ke luar jendela. Langit masih abu-abu, gerimis turun sepanjang hari, dan Papa masih jarang ia temui.

Ia bisa mendengar raungan marah pria itu di ruang menulisnya, atau teriakannya pada Tess untuk membawakan teh, bir, keripik kentang, atau apapun maunya. Tess akan tergopoh datang ke ruangannya, membawakan apapun itu, dan wanita paruh baya itu masih selalu mencoba tersenyum pada Nadine walau dikejar segala permintaan sang bos.

Malam itu, Nadine mencoba menanyakan ke Papa apakah ia mau makan malam bersama. Papa hanya menggumamkan sesuatu tanpa berhenti mengetik. Nadine terpaku beberapa detik di pintu ruang menulis, mencoba mengerti apa gumaman Papa, menanti siapa tahu Papa mau memperjelas apa yang barusan ia katakan. Tapi Papa masih sibuk mengetik tanpa memedulikannya lagi sehingga Nadine memutuskan untuk pelan-pelan menutup pintu dan keluar.

Ia tidak lapar, namun wajah Tess yang penuh harap kalau ia mau mencicipi makaroni panggang dengan empat jenis keju resep buatannya membuat gadis itu luluh dan duduk makan bersama Tess.

Makaroni itu sebenarnya enak dan harum, tapi Nadine tidak merasakan nafsu makan sama sekali. Ia makan perlahan-lahan, garpunya sibuk mendorong potongan makaroni ke sana ke mari di atas piring putih porselen bundar lebar, pikirannya juga menerawang ke sana kemari. Tess pun makan dalam hening, mengunyah pelan, sambil sesekali meneguk air dingin dari gelasnya.

“Makaronimu enak, Tess,” Nadine berucap setelah selesai makan sambil tersenyum dan mengelap mulutnya dengan tisu.

Tess mengangkat kepalanya, tersenyum lebar, dan mengangguk. “Terima kasih! Butuh waktu beberapa kali percobaan, tapi aku akhirnya menyempurnakan komposisi keju berbagai jenis untuk mendapatkan rasa dan tekstur creamy yang pas. Kuncinya adalah keju mozzarella dan emmental harus sama komposisinya, dan tambahkan setengah porsi cheddar juga. Oh, dan mozzarella-nya harus yang segar, bukan yang sudah di kulkas terlalu lama …” Tess mengamati makaroni yang tersisa di hadapannya dengan binar bangga seakan sedang menjadi koki di acara masak memasak di tv. 

“Aku akan membawakan sepiring juga untuk Tuan Vargari jam sembilan malam nanti. Begitu pesannya,” lanjut Tess sambil memasukkan sesendok terakhir makaroni ke dalam mulut. “Dan ada sisa makaroni, akan aku bungkuskan untuk Tom,” bisik Tess dengan sorot mata yang tidak bisa menyembunyikan keistimewaan Tom baginya. “Mungkin juga untuk Lucas, tapi terus terang aku tidak pernah melihat pemuda itu makan!” lanjut Tess. Nadine hanya mengangguk pelan.

Ia membantu Tess membereskan meja dan piring setelah makan malam, lalu Tess menghilang bersama sekotak plastik makaroni untuk Tom. Nadine berdiri terdiam di tengah dapur yang begitu hening, benaknya sibuk menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia sudah menghabiskan banyak waktunya menonton berbagai serial tv untuk membunuh kebosanan, ia juga sudah menghabiskan banyak waktu main game online. Mungkin baiknya ia menjauh sebentar dari hapenya. Hape yang siap di tangannya lalu ia jejalkan ke saku jeansnya.

Ia berjalan ke luar, ke halaman depan rumah Papa, dan duduk di kursi teras. Embusan angin musim gugur yang dingin cukup membuat lututnya gemetar, walaupun ia sudah mengenakan hoodie tebal dan jeans tebal. Bulan tertutup awan tebal malam itu, dan beberapa lampu taman yang menghias halaman rumah megah itu tidak mampu memberi cukup penerangan sehingga halaman terlihat gelap.

Getaran hapenya terasa dari saku jeans, dan Nadine buru-buru meraih dan memeriksa pesan whatsapp yang baru masuk.

Dari Mama.

Mama mengabarkan dalam satu kalimat kalau besok ia akan berangkat ke New York untuk urusan kerja selama dua-tiga hari. 

Itu saja.

Nadine menghela napas berat, dan mengetikkan pesan balasan untuk Mama: Okay, Mama. Have a good trip! I love you!

Ia tepekur sejenak sebelum mengirim pesan itu, memutuskan untuk menambahkan emoji hati berwarna merah di akhir pesannya, berpikir-pikir, lalu menambah satu emoji hati lagi, dan satu emoji senyum. Lalu ia mengirim pesannya.

Lihat selengkapnya