BROKENLIGHT

Lia Tjokro
Chapter #23

BAB 22: PESTA YANG SEPI

Sepanjang siang itu Nadine duduk di ranjangnya, mencoba berpikir apa yang harus ia lakukan mengenai pesta Finnley. Tess pasti akan datang juga, dan Lucas– dengan hubungannya yang begitu buruk dengan ayahnya–apakah ia akan ada di sana? Nadine menimbang-nimbang.

Fakta baru yang mengejutkannya, tapi pelan-pelan kini dapat ia mengerti: Tom adalah Finnley. Anak laki-laki korban kejadian begitu tragis misterius. Hari ini ulang tahunnya. 

Nadine menganggukkan kepalanya. Ia akan hadir ke acara ulangtahun Finnley. Bukankah itu hal yang baik? Merayakan ultah seseorang? Sakit kepalanya, atau traumanya dengan orangtuanya, kesedihannya, mungkin adalah sebab ia merasakan hal-hal tidak menyenangkan dengan Finnley. Traumanya mewarnai pandangannya akan Finnley. Tess jelas menyukai Finnley, dan ia percaya penilaian Tess.

Nadine mengangguk lagi, melirik jam, sudah lewat jam lima sore. Hari sudah gelap di luar sana karena musim gugur dan musim dingin adalah saat di mana matahari terbenam lebih cepat, kegelapan akan lebih lama dibanding cahaya. 

Ia tahu ia tidak membawa baju-baju yang lebih bagus selain jeans dan kaosnya, ia tidak berencana untuk pesta ketika ia membereskan tasnya untuk ke mari. 

Rambutnya ia sisir rapi, menjalinnya dalam satu jalinan rapi, lalu ia sibuk mencari-cari lipbalm di tasnya. Lipbalm berwarna pink natural yang terselip di antara baju-bajunya itu ia raih dengan helaan napas lega. Setidaknya ia tidak terlihat pucat dengan tambahan lipbalm

Kado. Ia tidak punya kado untuk Finnley. Nadine berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk menyusulkan kado di lain hari untuk Finnley. Dengan keputusan itu, ia akhirnya siap pergi.

Ia tahu di mana rumah Tom. Rumah mungil bertipe cottage di halaman belakang. Ketika ia sampai di lantai bawah, rumah sepi. Tess mungkin sudah pergi ke rumah Finnley. Papa masih belum pulang. 

Dengan langkah pelan, Nadine berjalan ke rumah Finnley. Lampu-lampu taman yang temaram menerangi jalan setapak kecil dari batu-batu kerikil yang mengitari taman belakang menuju sebuah pintu kayu bergembok di ujung kanan belakang tembok batu taman. 

Hari yang sebenarnya belum jam enam sore itu seperti malam yang begitu gelap. Tidak ada bulan atau bintang di langit yang tertutup awan tebal. 

Lampu-lampu taman yang bercahaya kuning temaram tidak cukup untuk membantu menenangkan detak jantung Nadine. Nadine ingin berbalik, pulang, tapi membatalkan niatnya itu. Ia sudah hampir sampai. Tess pasti sudah di sana, dan Finnley akan kecewa kalau ia tidak datang.

Pintu kayu di tembok belakang taman itu, pintu menuju cottage Finnley, tidak terkunci.

Nadine terpekik sambil refleks menundukkan kepalanya ketika ia merasakan sapuan angin seperti sesuatu terbang sekelebatan di atas kepalanya. Ia mencari-cari ke atas, tidak ada apapun. Pasti kelelawar atau burung. Ia menghela napas, menenangkan dirinya lagi. 

Rumah mungil Finnley terlihat di balik pintu itu, di ujung sebuah jalan setapak tanah sepanjang kira-kira sepuluh meter, jalan setapak yang diapit ilalang di kiri kanannya. 

Lihat selengkapnya