Pagi ini hujan turun sangat deras, aku memandangi setiap rintikan hujan di balik jendela yang ditutupi tetesan hujan.
"Huh..."
Aku menghembuskan udara dari mulutku dan mengusap jendela yang diselimuti embun. Dari balik jendela ini, aku melihat seekor kucing berbulu abu-abu berteduh di teras rumah dan ia tampak kedinginan, ia menjilati bulunya yang basah.
"Kucing kecil," aku bergumam pelan, berusaha keras mengintip kucing itu dari balik jendela.
"Kau selalu seperti itu. Kau tidak pernah menghargaiku sama sekali, aku suamimu, Fiona...!"
"Kau yang tidak pernah bisa menghargai perasaanku! Aku mau mati saja-"
Aku mendengar suara jeritan ibu dan teriakan ayah yang terdengar sangat jelas. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi setiap kali ibu berkata bahwa dia ingin mati, aku merasa sesuatu yg ang aneh di dalam hatiku dan sulit untuk kukatakan.
Perasaan bingung dan cemas, takut segala sesuatunya tiba-tiba berubah. Setiap kali memikirkannya, aku tidak bisa mengontrol gerakan tubuhku. Aku benci mendengar suara teriakan ayah dan jeritan ibu setiap kali mereka bertengkar. Aku memutuskan untuk menutup telingaku dengan kedua tanganku dan bersembunyi di balik pintu.
"Anka, kau baik-baik saja?"
Malaikat pelindung menghampiriku dan memelukku erat. Ia selalu tahu di mana aku bersembunyi setiap kali kudengar teriakan ayah dan ibu dari kamar mereka.
"Telingaku sakit," ucapku. Rasa sakit itu membuat kepalaku jadi ikut terasa sakit.
Ia berjongkok dihadapanku, menatapku sejenak dan mengusap kepalaku dengan tangannya.
“Tenanglah, Anka! Jangan khawatir, semuanya baik-baik saja.” Bisiknya dengan suara malaikatnya yang lembut. Aku tahu sesungguhnya dia justru merasa lebih takut dibandingkan aku.
"Ada apa dengan wajahmu?"
"Kenapa dengan wajahku?"
"Wajahmu terlihat aneh, apa wajahmu sakit?"
"Tidak, Anka. Wajahku tidak sakit. Aku baik-baik saja. Aku membawa Bonnie, kau bisa memeluknya jika mau merasa cemas" Ucapnya sembari memberikan Bonnie, boneka beruang kesayanganku, hadiah ulang tahunku yang ketujuh tahun lalu. Bonnie adalah hadiah yang diberikan Paman Damian, adik laki-laki ayahku.
"Bonnie?" Aku tersenyum lebar saat kurasakan kelembutan Bonnie dalam pelukanku, namun entah mengapa aku masih bisa melihat kecemasan dari wajah
"Tadi ibu bilang besok kita akan merayakan ulangtahun kita berdua. Ibu akan membuat black forest kesukaanmu yang ada buah strawberry di atasnya."
"Buah strawberry diatasnya?"
"Iya, kau senangkan?"