Jarum jam yang tergantung di dinding ruang tamu sudah menunjukkan pukul 01.15 WIB. Dini hari, Btari masih berkutat dengan tugas membuat hantaran pernikahan. Sejak habis isya dia sudah menggelar perabotannya. Semakin malam, semakin cepat dibuat kerja, begitulah anggapannya. Meskipun pukul 11 malam rasa kantuknya sudah hadir, tapi dia masih bertahan untuk tak memejamkan mata. Alhasil, beberapa kali tangannya terkena lelehan lem tembak karena kurang konsentrasi.
Namun setelah pukul 12 dini hari, rasa kantuk menjadi hilang. Konsentrasi dan pandangan matanya sangat cerah. Tadinya dia hanya perlu tidur sekitar setengah jam. Ketiduran sebentar, kemudian bangun dan kembali bugar. Bisa dikatakan dia mengalami short sleep, alias memerlukan tidur sebentar saja, kemudian bangun terasa bugar. Tentu hal ini kalau dijadikan kebiasaan tidak lah baik. Karena normalnya manusia beristirahat antara 7 sampai 8 jam.
Kalau dia tidak ingat keperluan kuliahnya banyak, mungkin dia tidak perlu capek-capek begadang seperti malam ini. Namun apa boleh buat, nasib seseorang sudah digariskan. Tinggal manusianya saja mau berusaha seperti apa. Begitulah Btari menyikapinya, dia akan terlihat enjoy saat menjalani kehidupan yang saat ini dilaluinya.
Usai menata rapi 8 kotak hantaran, dan menata kembali perabotan yang tidak diperlukan, dia tak langsung tidur. Tangannya membuka notebook usang yang dia beli bekas temannya. Asal bisa dibuat mengerjakan skripsi dirasa sudah cukup bagi dirinya.
Dia harus menyelesaikan segera proposal yang rencananya hari ini diserahkan kepada dosen pembimbingnya. Biar saja tak tidur, yang penting mata bisa diajak kompromi, begitulah pikirnya.
Bunyi langkah kaki dari dalam rumah terdengar Btari, siapa lagi kalau bukan bapaknya. Karena memang kebiasaan sholat malam. Salah satu alasan yang menjadikan Btari bertahan hingga sekarang ya bapaknya. Sejak akhir SMA saat belum tau kuliah di mana, bapaknya lah yang bantu support dengan menjalankan sholat malam.
Btari pun turut membiasakan, karena tidak mungkin dia hanya tidur, sementara bapaknya memohon kepada Sang Pencipta. Sedangkan ibunya? Karena capek seharian berkutat dengan pekerjaan rumah, jadinya tidak turut serta bangun untuk sholat malam. Sementara kedua adiknya masih dibilang kecil, mana mungkin bangun tengah malam. Semua ada masanya.
Sholat malam sekaligus sholat subuh, setiap hari dilakoni Btari. Kemudian dia tidak akan tidur lagi. Langsung membantu ibunya di dapur untuk membuat sarapan. Sedangkan sang ibu menyiapkan dagangan yang akan dibawa bapaknya. Seperti itu kebiasaannya sehari-hari.
Nama lengkapnya Btari Inangsis, usianya baru 21 tahun. Menjadi mahasiswa semester 7. Bapaknya bilang, dia merupakan pemenang dari berjuta-juta sel sperma dan kemudian terlahir dari rahim mulia seorang ibu. Anak perempuan pertama yang dididik mandiri sejak remaja. Tidak boleh manja atau suka berkeluh kesah. Siapa lagi yang mendidik kalau bukan keadaan. Karena dia sadar betul kalau bukan dari keluarga yang kaya raya.
Bapaknya hanya seorang pedagang asongan, yang setiap harinya naik bus kota secara gratisan. Berpindah dari satu bus ke bus yang lain, asal dagangan yang dibawanya cepat laku. Beruntungnya modal jualan didapat dari makanan yang dimasak ibunya sendiri. Jadi laba yang didapatkan bisa lebih banyak. Itu pun kalau tiap hari laku semua.
Namanya pedagang, yang didapat tentu tidak pasti. Kadang habis semua ya bersyukur, kalau tidak habis semua ya apa boleh buat. Bukankah rezeki sudah ditakar?