Keadaan kampus, lebih tepatnya area fakultas sudah sepi. Sepi dengan kehadiran mahasiswa yang satu angkatan dengan Btari. Menurut informasi yang didapat Btari saat di ruang akademik, jurusan politik hanya ada beberapa anak yang ikut wisuda semester 7. Btari berharap namanya juga turut ada di wisuda periode ini. Dia ingin sekali segera menyelesaikan perkuliahannya. Kemudian mendapat pekerjaan yang gajinya besar. Dengan begitu, keadaan ekonomi keluarganya akan lebih baik.
Terlihat hanya ada beberapa mahasiswa yang saat ini memenuhi gazebo fakultas. Cuaca agak sendu karena memang musim hujan. Pukul 11 siang sudah tidak terlihat panasnya matahari. Yang ada hanya mendung. Usai pengajuan proposal, Btari tidak langsung pulang ke rumah. Dia membuka kembali notebooknya di gazebo. Ditemani beberapa temannya yang juga berjuang untuk lulus semester 7.
Di kampus, Btari memiliki 6 teman seperjuangan. Mereka sama-sama saling support untuk bisa lulus bareng. Meskipun topik pembahasan mereka beda, karena dari 6 anak tidak ada yang sama dosen pembimbingnya. Mereka pun jarang bisa kumpul bareng lagi, karena keperluan mahasiswa akhir memang berbeda-beda.
Usai bimbingan, mereka adu nasib karena mengalami beberapa penolakan. Makalah yang sudah jadi, masih ada revisi. Ada yang kurang informan, ada yang harus mengubah kerangka teori. Memang benar kata orang, mahasiswa akhir, dengan perbedaan yang dimilikinya, akan kebingungan sendiri.
Btari juga merasa kalau perjuangan bisa lulus semester ini harus lebih ekstra. Pasalnya, dosen wali, dosen pembimbing, dan ketua program studi ialah orang yang sama. Jadi hal yang dialami Btari jelas berbeda dengan temannya.
Contoh sederhana, dari 5 temannya, judul penelitian Btari yang paling akhir mendapat stempel ACC dari ketua program studi. Beda dengan Nilam yang saat itu memakai trik. Sebelum menghadap ketua program studi, Nilam terlebih dahulu menemui dosen walinya. Nilam menyodorkan beberapa judul skripsi dan meminta saran. Ada beberapa poin penting yang Nilam gunakan untuk memperkuat argumennya saat menghadapi ketua program studi.
Ketua program studi bisa apa ketika Nilam berkata bahwa sudah konsultasi dengan dosen walinya. Judul kemudian diACC, Nilam dengan bahagia bisa lanjut ke proses selanjutnya. Karena saat judul sudah dapat stempel ACC, dosen wali lah yang membimbing. Pilihan itu menjadi alternatif supaya lebih efektif saat berkomunikasi.
Hal ini ditiru temannya yang lain. Benar saja mereka mudah mendapat ACC karena dengan tameng sudah konsultasi dengan dosen wali, yang kemudian menjadi dosen pembimbingnya. Sedangkan Btari? Ketiga jabatan tersebut dimiliki satu orang yang sama. Yang sejak semester awal sudah dikenal sebagai dosen yang perfeksionis.
Btari sangat dekat dengan Bu Neri, Bu Neri merupakan dosen wali, ketua program studi, serta dosen pembimbingnya. Btari ingat betul saat stempel ACC judul sudah didapatnya. Ucapan Bu Neri yang saat itu terdengar ngeri.
"Ini sudah saya ACC judulnya," ucap Bu Neri, kemudian melihat kolom dosen pembimbing yang masih ada kuota.
"Tapi ini dosen pembimbing lainnya sudah full, Btari mau saya bimbing? Tinggal saya saja ini yang masih longgar," ucap Bu Neri enteng.
Btari hanya bisa menghela napas, dan sialnya terdengar Bu Neri.
"Lah kok, keberatan gitu saya bimbing, enak lo kalau saya bimbing," jelas Bu Neri.
Btari bingung, menimbang dalam hati. Apa benar keputusan yang dia ambil jika memilih Bu Neri jadi dosen pembimbingnya. Apalagi Bu Neri juga berkompeten dengan judul yang dibahas Btari. Hanya saja Btari takut kalau hasilnya tidak sempurna bakal membuat wisudanya mundur.
"Jarang-jarang lo saya menyilakan diri menjadi pembimbing gini," jelas Bu Neri.
"Saya terserah ibu saja, apa kata ibu, kalau sudah di ACC, baiknya saya segera melakukan bimbingan Bu," ucap Btari menjelaskan.