Usai subuhan, Btari segera membantu bapaknya untuk menata dagangan. Hari ini tidak seberapa banyak olahan yang dibuatnya. Semalam Ibunya mendadak tidak enak badan. Tubuhnya panas dan mengeluh kecapekan. Btari melihatnya tak tega, bahkan tak tidur semalam.
"Ibu diperiksakan saja gimana Pak?" Ucap Btari.
"Semalam sudah minum obat demam, nanti lak sembuh," ucap bapak.
Perasaan Btari tidak enak, karena dia tidak pernah melihat ibunya mengeluh sakit. Biarkan ibunya cerewet daripada harus diam seperti ini.
Usai menata dagangan, Btari segera membangunkan kedua adiknya untuk bersiap pergi sekolah. Sarapan seadanya, karena Btari cuma bisa masak seadanya. Kemudian lanjut beberes rumah yang berantakan.
"Bu, tak bawa periksa aja lo Bu," ucap Btari saat melihat ibunya sudah bangun agak tertatih.
"Enggak usah, minum obat nanti agak mendingan, ibu buatin teh hangat ya, kasih jahe dikit, ibu kayak masuk angin," jelas ibunya.
Btari segera beranjak membuat teh hangat. Kemudian mengambilkan makanan untuk ibunya makan.
"Bapak tadi udah berangkat?" Tanya ibu.
"Sudah barusan, nggak pamit, lihat ibu masih tidur," jawab Btari.
"Sarapan tadi juga lauk ini?" Ibunya tanya, karena yang dimakan nasi, telur ceplok dan mie.
"Iya Bu, aku nggak sempat masak," jawab Btari.
"Ya emang kamu gak bisa masak, di atas meja tadi ada daun ketela, direbus kemudian disambal tomat, itu kesukaan bapakmu," ucap ibunya.
Btari diam, ibunya kembali rewel kayaknya pertanda mau sembuh. Cuma ya gitu, di telinga sungguh meresahkan.
"Makanya, kalau diajarin masak tuh mbok ya manut," jelas ibunya.
Sekali lagi, Btari hanya diam, malas buat membantah.
Usai memberi ibunya teh hangat dan jahe yang diminta. Btari langsung menuju kamarnya. Beberapa hari bahkan bulan ini, kamar menjadi salah satu tempat terbaik menurut Btari. Meskipun disangka dia tidur sepanjang hari, dia gak peduli. Faktanya dia menjelaskan pun percuma saja. Sebaik apapun dia bersikap, terus saja dia tidak pernah dianggap benar.
*