Pagi hari, Btari mengambil bedpan untuk sang ibu. Biar tidak jauh berjalan untuk ke kamar mandi. Berulang kali Btari menyakinkan sang ibu untuk bersikap tenang. Tidak apa-apa buang air kecil di sini. Tapi sang ibu malah kesusahan. Mungkin memang tidak terbiasa.
Btari bersabar membimbing sang ibu, mengajak istighfar supaya hati tenang. Tapi berkali-kali tidak berhasil, malah membuat sang ibu kesal dan mengurungkan niat buang air kecil.
Tangis Btari tak bisa dibendung, kemudian Btari tetap berusaha menyeka sang ibu. Membantu mengganti daster dengan yang baru. Memilih daster hijau yang baru saja dibelinya di pasar. Ibunya terlihat cantik sekali saat memakainya.
Kemudian menyuapi untuk sarapan yang sudah disediakan rumah sakit. Saat menyuapi sang ibu, Btari kaget karena sendok yang disuapkan justru digigit begitu kuat. Btari melihat ada yang tidak beres dengan sang ibu.
Seakan hendak memberontak untuk bangun, ibu berhasil duduk di bed, menghadap kaca yang terlihat langit kebiruan. Pandangannya seakan menerawang jauh. Btari menangis sejadinya. Bapak langsung memeluk sang ibu yang seperti kehilangan jiwa.
"Ya Allah, pergi ya penyakitnya, Ya Allah, habis ini sembuh ya Bu, istighfar Bu, sholawat ya Bu," ucap Bapak Btari.
Dunia Btari seakan runtuh, menyaksikan sang ibu seperti orang yang tak sadarkan diri. Badannya terus saja bergerak seakan tak paham apa yang sedang dirasakan. Btari berpikir buruk, bagaimana bisa ibunya duduk di bed, sedangkan semalam untuk sekedar memindah bantal saja kesusahan. Seperti ada kekuatan lain yang sedang dialami ibunya.
Bersamaan dengan itu, keponakan bapak datang untuk membawa perlak dan keperluan lain. Karena Btari sebelumnya memberi kabar perihal yang diperlukan untuk dibawa ke rumah sakit. Melihat Bulik yang disayang, keponakan bapak menangis sambil terus beristighfar. Memohon kesembuhan untuk ibu. Badannya bersandar pada tembok, menangis sejadinya. Sementara bapak tetap mengelus kepala ibu yang saat itu matanya terbuka.
Sedangkan Btari tetap memegangi sendok di mulut sang ibu. Dia tak akan melepas sendok tersebut, Btari khawatir kalau sang ibu malah menggigit lidahnya sendiri.
Paman Btari juga baru datang, sepertinya mau berangkat kerja, dan kemudian mampir untuk melihat keadaan ibu. Melihat keadaan sedang darurat, sang paman segera menghubungi dokter yang saat itu berada di poli.
Ibu kembali memberontak, seakan merasa sakit yang tak pernah dirasakan. Bapak mencoba membaringkan ibu dan menenangkan. Ibunya berteriak semakin tidak karuan. Btari menangis semakin deras air mata yang mengalir dipipinya.
Tak berselang lama paklik, dokter dan perawat datang. Dokter itu bernama Dokter Hasan, Btari lihat dari kartu nama yang dikenakan. Dokter Hasan langsung memeriksa pupil mata ibu. Kemudian memeriksa dadanya menggunakan stetoskop.
"Segera bawa ke ICU," ucap Dokter Hasan.