Sekitar pukul 01.00 perawat memanggil keluarga Ibu. Btari terbangun paling awal, bapak membangunkan Resti dan Winda. Rupanya mereka harus bersiap-siap untuk menyambut kepindahan Ibu. Masing-masing membawa barang yang bisa dibawa. Ketiganya menyambut di depan pintu.
Begitu pintu di buka, terlihat ibu di atas bed didorong keluar oleh perawat. Ibu tersenyum menyambut mereka bertiga. Bapak, Btari, Resti dan juga Winda juga tersenyum. Ucapan rasa syukur, doa selamat, sholawat tak henti-hentinya mereka lantunkan.
Tak berselang lama sudah berada di ruang rawat inap biasa. Di dalam 1 ruangan berisi 6 bed dan terdapat kamar mandi dalam. Ruangannya lebih luas dibandingkan ruangan sebelumnya. Ruangan ini diperuntukkan pasien BPJS kelas 2 meskipun BPJS ibu kelas 3. Namun rumah sakit tetap memperhatikan sesuai keadaan pasien. Mungkin Ibu lebih lekas sembuh di ruangan ini.
Usai menata barang, Btari, Resti, dan Winda berhimpitan tidur di lantai yang beralaskan karpet. Sementara bapak tidur di luar ruangan, tidur di kursi pengunjung. Tidur mereka hanya 4 jam namun terasa nyenyak. Pagi hari pun disiplin bangun. Rasa capeknya seakan terbayar ketika Ibu sudah dipindah di rawat inap dengan keadaan lebih baik.
Setelah terhitung sejak dua hari ibu pindah di rumah rawat inap, kerabat dan keluarga banyak yang menjenguk Ibu. Sampai pasien samping pun heran dengan sosok Ibu. Mereka pun tidak heran jika yang berkunjung ke Ibu banyak. Ibu bisa dikatakan aktif pada kegiatan desa yang melibatkan unsur keagamaan. Ikut tahlilan, diba'an, khotmil Qur'an dan juga kegiatan nahdlatul ulama lainnya.
Bapak lebih banyak tidur di masjid rumah sakit. Btari memaklumi, mungkin beberapa hari tidak tidur nyenyak. Lagi pula, Btari, Resti dan Winda bisa bergantian menjaga ibu. Resti bisa diminta menyuapi ibu, membuag urin yang sudah hampir penuh di kateter. Winda bisa mengambilkan tisu atau sekedar mengajak ngobrol.
Kekompakan mereka bertiga lagi-lagi membuat pasien di samping iri. Bahkan pasien di samping seorang nenek, terang-terangan bilang kalau suami dan anak Ibu semua pengertian. Ibu hanya tersenyum menanggapi ucapan itu.
Btari juga kadang membatu nenek di samping jika mau mengambil makanan atau minuman. Pikirannya Btari, lebih baik segera Btari bantu, daripada nenek tersebut berteriak yang justru membuat pasien lain terganggu.
Habis duhur bapak berencana pulang ke rumah sama Winda. Btari dan Resti bisa menjaga Ibu berdua. Lagi pula, biar Winda bisa istirahat di rumah dengan nyenyak. Kalau Btari dan Resti di sini bisa gantian buat berjaga.
Tak berselang lama perawat datang, menghampiri ibu. Cek keadaan Ibu, kalau sore hari ibu sudah diperbolehkan pulang. Perasaan syukur menghampiri Btari. Lagi-lagi untuk jam pasti masih belum tau. Perawat juga melepas kateter urin, karena Ibu sudah tidak memerlukan itu.
"Nduk, Ibu ingin buang air besar, bisa tidak ya?" tanya Ibu khawatir.
"Ayo dicoba Bu, kamar mandinya dekat, depan bed Ibu, duduk juga," jelas Btari.
Perlahan Btari menggandeng Ibu, berjalan pelan, sedangkan Resti memegang cairan. Di dalam kamar mandi Ibu berusaha mengeluarkan feses.
"Kalau tidak bisa, jangan terlalu dipaksa ya Bu, jantung Ibu kerjanya harus pelan dulu, tidak boleh berat. Jangan jadikan beban," ucap Btari.