BTARI (Ambang Batas)

Tika Lestari
Chapter #23

Musim Kondangan

"Ini nikah pada janjian apa? Undangan datang kok ya barengan," ucap Btari pada dirinya setelah menerima undangan dari teman SMAnya.

"Bulannya cocok untuk nikah, jadi barengan," jelas Ibu.

"Kamu makanya buruan nikah, biar tidak kondangan saja," imbuh Ibu.

Btari tak menyahuti. Segera langkah kakinya menuju kamarnya. Daripada telinganya panas mendengar sindiran sang Ibu.

Dikira nikah tidak perlu duit banyak apa. Mana cukup duit sepuluh juta. Btari membatin dalam hati.

"Lulus kuliah sudah, tinggal nikah aja, bapak Ibu sanggup kalau buat modalin nikah, kalau cari pinjeman buat nikah bakal dikasih langsung sama orang," jelas Ibu Btari.

Masih terus aja berlanjut perkara nikah.

"Orang tua nikahin anaknya itu tidak berharap banyak, batinya ya bati mantu," Ibu masih berbicara lagi.

"Tak cariin hutangan lo tidak apa-apa, begitu selesai buka amplopan ya langsung dilunasi."

Btari heran bahkan tak habis pikir, apa sih yang ada dipikiran sang Ibu. Mbok ya mendoakan anaknya segera dapat kerja gaji banyak gitu kan lebih berfaedah. Anak bisa nikah pakai duit sendiri. Mana boleh bilang nikahin anak cuma bati mantu. Emang tidak pengen uang hasil amplopan buat beli perhiasan, kendaraan, atau hal lain yang bisa dipamerin ke tetangga gitu?

Didiamkan saja obrolannya masih ke mana-mana. Apalagi kalau Btari sahutin. Bisa-bisa Btari mengucap satu kata, Ibunya balas dengan satu paragraf sekaligus, bukan satu kalimat lagi.

Rasanya ingin melarang Ibu pergi-pergi dengan masyarakat. Btari yakin salah satu efek banyak bergaul dengan masyarakat ya ini, selalu membandingkan anak orang lain dengan anak sendiri. Padahal bisa saja ucapan orang lain itu ditambah dan dikurangi. Sampai lelah Btari bilang, jangan pernah percaya ucapan orang lain, apalagi sampai mengganggu suasana hati sendiri.

Kalau Btari bilang sebagai pengingat, Ibunya malah tidak terima. Karena yang dikatakan Ibunya selalu dianggap kenyataannya seperti itu. Kalau sibuk membandingkan orang lain, diri sendiri pun bakal tetap dianggap kurang. Alhasil setiap pulang acara selalu ada drama yang Ibu perankan. Lagian orang-orang juga ngapain ngurusin hidup orang lain sih. Btari masih tak habis pikir.

*

Musik dangdut menggema di pesta kondangan yang Btari hadiri. Nasibnya jomblo, dia cari barengan. Biar tidak terlalu miris saat datang ke kondangan.

Usai ambil makan prasmanan, dia langsung mencari tempat yang kosong untuk duduk. Sambil mengobrol dengan beberapa teman SMA yang ingat-ingat lupa dipikirannya.

Dari jauh, terlihat sosok pria yang Btari kenal. Tapi sepertinya bukan teman SMAnya, melainkan temannya sewaktu SMP. Mungkin kenal juga sama pengantinnya, karena memang masih satu daerah.

Enaknya kondangan di desa itu, yang di sapa satu, kenalannya jadi banyak.

"Hai," sapa pria itu pada Btari.

"Eh ya, diundang juga?" tanya Btari agak kikuk.

Lihat selengkapnya