Tita mengucapkan salam pertanda mulai membuka kelas. Ia kemudian menyapa para mahasiswanya. Dalam proses belajar mengajar, sebagai dosen dirinya tidak pernah langsung ke materi perkuliahan tetapi sejenak berbincang santai untuk permulaan. Ini dilakukannya agar lebih dekat dengan peserta didiknya.
“Oke, sekarang kita bahas tugas minggu kemarin. Presentasi saja, ya? Biar yang lain juga ikut menyimak.”
Beberapa mahasiswa yang berada di ruangan berukuran sembilan meter persegi itu mulai gelisah. Kata presentasi menjadi penyebab hal tersebut. Berbicara di depan banyak orang bukanlah hal yang mudah. Namun, berbeda dengan Resta, mahasiswi itu begitu tenang. Ia sudah biasa bermain public speaking.
“Claresta, silakan maju. Sama satu lagi,” kata Tita sambil mengedarkan pandangan. Matanya berhenti pada mahasiswa yang duduk di pojok belakang. “Galaksi, silakan.”
Dengan rasa percaya diri yang besar, Gala berjalan ke depan. Ia dan Resta melaksanakan tugas dengan baik. Mereka memberikan penjelasan secara rinci dan tidak berbelit. Tepukan tangan terdengar usai dua mahasiswa itu menyelesaikan presentasinya.
“Okay, Class. Dari penjelasan Claresta dan Galaksi sudah bisa dipahami, ya. Cukup gamblang dan seru. By the why, kalian kompak sekali,” tutur Tita ke arah Gala dan Resta yang masih duduk di depan. Ia memberi apresiasi dengan mengacungkan kedua ibu jari.
“Serasi ya, Bu,” celetuk salah satu mahasiswa.
“Setuju. Apa jangan-jangan mereka pacaran, ya?” tanya Tita seraya melirik Gala sambil tersenyum jail.
Kelas pun menjadi gaduh. Resta menundukkan wajahnya. Ia merasa pipinya memanas. Berbeda dengan Gala, pemuda itu menatap tajam ke arah Tita yang sedang terkekeh.
Gala dan Resta dipersilakan kembali ke tempat duduknya. Kelas dilanjutkan lagi dengan penjelasan materi baru oleh Tita. Dua SKS pun terlewati.
Tita membereskan perlengkapannya. Saat akan beranjak dari kursi dosen, dirinya dihadang Gala. Beruntung kelas sudah sepi.
“Jangan usil, gitu. Apa maksudnya jodoh-jodohin tadi?”
Gala memasang wajah serius. Hal itu membuat Tita tidak bisa menahan tawanya.
“Enggak ada. Cuma bilang kalian serasi saja. Ada yang salah?”
Gala merapatkan giginya dengan raut muka terlihat sedang gemas. Tangannya tampak mengepal.
“Mau bikin aku nyerah?”
Tita terdiam, ia tidak menanggapi ucapan Gala. Ia pun kembali duduk.
“Gala! Ayo pulang,” ajak Resta sambil berteriak dari arah koridor.
“Tuh, dipanggil pacarnya. Diajak pulang. Romantis, ya,” ucap Tita sambil terkekeh.
Gala semakin gemas mendapati ucapan wanita dihadapannya itu. Air mukanya yang tampak serius berubah. Senyum jahil terlihat di wajahnya.
“Cemburu, ya? Ngaku aja, gratis, kok.”
Tita tersentak. Ia segera mengalihkan pandangannya ke ponsel.
“Nggak mau ngaku, motor nggak balik.”
“Jangan, dong,” ucap Tita dengan wajah memelas.
“Ngaku, nggak?”
Tita beranjak dari kursi tanpa mengucapkan satu kata pun. Gala pun tergelak. Ia merasa puas bisa balik menjahili dosennya itu. Laki-laki dengan kemeja polos berwarna marun itu pun ikut melangkah ke luar.
***
Gala dan Resta sudah berada di Kopipiko cabang dekat kampus Surya Gemilang. Begitu turun dari mobil mereka sudah disambut dengan sapaan yang hangat oleh Dodi.
“Resta ... lama sekali nggak main ke sini?”
“Kenapa? Kangen?” goda Resta yang langsung duduk di kursi berkaki panjang dekat meja pemesanan.
“Kok, tahu?” tanya Dodi sambil tergelak. Laki-laki dengan tubuh sedikit tambun itu mulai berbincang akrab dengan gadis ramah tersebut. Ia membuatkan es kopi karamel andalan Kopipiko untuk Resta.