Bu Dosen, Please Be Mine!

Reni Hujan
Chapter #14

Jalan Lain

Angka terakhir yang tertera di papan berwarna putih sontak membuat Gala syok. Dari sepuluh kertas tersisa, hanya tiga yang memilih dirinya. Ghifari bisa dipastikan melenggang dengan mulus ke pemilihan umum raya mahasiswa bulan depan. 46 berbanding dengan 44, hanya selisih dua angka, sangat tipis.

Gala menghela napas panjang. Dalam pikirannya sekarang cuma ada satu, bersiap kehilangan cinta yang sedang ia perjuangkan. 

“Ini namanya politik, Ga. Ada yang menang ada yang kalah,” kata Resta menguatkan Gala. Ia merasa kecewa teman satu kelasnya itu tidak lolos. Visi dan misi Gala menurutnya sangat unggul di atas Ghifari. Namun, hasil akhir memang berada di tangan para pemilih.

Gala izin pulang lebih awal. Ia menjabat tangan semua yang ada di ruangan tersebut. Dirinya berterima kasih karena telah diberi kesempatan untuk betukar pikiran.

“Kamu orang yang punya pendirian, karaktermu kuat. Suatu saat BEM butuh orang sepertimu.” 

Wildan merangkul Gala yang mengangguk sambil tersenyum.

Tapi tidak untuk saat ini, batin Wildan sambil melirik ke arah Ghifari yang berdiri di sebelahnya. Ia harus memaksimalkan renacana-rencana yang sudah tersusun rapi lewat temannya itu.

“Tenang aja, Ga. Kalau nanti aku yang menang, kamu nggak usah khawatir. Aku bakal kasih jabatan di sana,” tambah Ghifari dengan tatapan mengejek. 

Gala hanya tersenyum tipis. Ia segera keluar dari markas IMG.

***

Semalam, Gala tidak bisa tidur nyenyak. Ia memikirkan tentang jawaban Tita atas kekalahannya di awal pertandingan. Dirinya yakin, dosennya itu akan konsisten dengan ucapannya.

“Aku nggak tahu lagi, Do. Masih bisa melamar Tita atau enggak? Udah nggak ada cara lagi untuk maju mencalonkan diri. Mau pindah ke organisasi satunya, keliatan banget aku ngincer kekuasaan aja.”

“Emang niatanmu itu, kan, dari awal.”

“Niatanku cuma Tita. Itu awalnya dan yang utama. Tapi anehnya pas aku bikin visi misi itu, kok, pingin wujudin semua jadi nyata. Biar ada pengalaman baru buat mahasiswa di fakultasku. Jarang-jarang kan, ada studi banding di UMKM. Biasanya juga di perusahaan besar, itu pun dari pihak jurusan. Kalau dari usaha kecil kan, kita bisa tahu perjuangan untuk sukses dari bawah. Nggak cuma seminar aja isinya program kerja BEM itu.”

Dodi manggut-manggut. Ia setuju dengan jalan pemikiran Gala. Untuk masalah bisnis, sahabatnya itu sudah tidak diragukan lagi.

“Teori JJM masih dipraktikkan?”

“JJM apa?”

“Jinak-jinak Merpati.”

“Masih, tapi mau aku akhiri besok. Kangen parah.”

Dodi tergelak melihat ekspresi sahabatnya yang tengah menahan rasa rindu.

“Belum ada satu minggu mau udahan aja. Cemen banget, sih.”

“Capek cuma bisa liatin dari jauh. Stalking Instagram sama status Whatsapp, doang,” ungkap Gala sambil menyandarkan kepalanya di kursi.

“Di kelas apa dia nggak merasa aneh dengan perubahan kamu?”

Gala menggeleng lemah. Tita terlihat bersikap biasa saja. Sejak ucapan maaf diterima, dosennya itu sudah tidak menghindari komunikasi di dalam kelas. Namun, hanya sebatas perkuliahan saja.

“Aku sampai heran, wajahnya datar banget. Kaya nggak ada masalah. Apa aku nggak pernah dianggap, ya?”

Dodi menatap iba Gala yang tengah memejamkan mata. Pengalaman jatuh cinta rekan kerjanya kali ini dirasakannya membutuhkan perjuangan yang besar.

“Aku mau mundur dari IMG.”

Gala mengusap wajah, lalu mengacak rambutnya kasar. Ia sedang pada kondisi yang sedang tidak baik-baik saja.

“Jangan! Galaksi nggak boleh menyerah. Kamu harus tetap maju.”

Gala dan Dodi tersentak. Suara seorang perempuan terdengar di belakang mereka.

“Resta?” ucap Gala dan Dodi bersamaan.

Gadis dengan celana denim dan kaos lengan pendek berwarna biru muda itu mendekat ke arah mereka. Ia lalu duduk di samping Gala.

“Kamu dari kapan di sini?” tanya Gala khawatir jika pembahasannya tentang Tita didengar oleh sahabatnya tersebut.

“Baru masuk ini, pas kamu bilang mau mundur dari IMG. Udah, lanjutin niatanmu nyalon. Aku dukung 100 persen. Aku ingin ada perbaikan di BEM Ekonomi.”

“Udah nggak mungkin, Ta. Aku udah kalah dari Ghifari. Nggak mungkin kan, maju tanpa partai?”

“Bisa. Aku tahu caranya.”

Gala menegakkan punggungnya. Ucapan Resta terdengar sangat meyakinkan. 

Lihat selengkapnya