“Titania!”
Tita menghentikan langkahnya, kemudian menoleh. Pintu mobil Gala sudah terbuka. Pemuda itu mengedipkan mata sebelah kanan sambil tersenyum. Tangannya mengarah ke kursi penumpang. Ia mempersilakan Tita untuk naik ke mobilnya.
Sambil menyilangkan tangan di depan dada, Tita menggelengkan kepalanya. Tatapannya tajam tanpa senyuman.
Gala terkesiap, lalu bergegas mendekat ke posisi wanita itu berdiri. “Kamu nggak lihat penampilanku malam ini? Kemeja rapi gini, masa cuma nganter tugas?”
“Maksud kamu?”
“Nggak mungkin aku biarin dosenku yang malam ini tampil memesona hanya menerima tugas dari mahasiswanya aja.”
“Aku di-prank lagi?” tanya Tita penuh selidik.
Gala hanya terkekeh sambil menangkupkan kedua tangannya. Tita berdecak kesal. Ia sudah telanjur malu di hadapan Gala tadi.
“Dasar, Galaksi tukang prank. Kualat kamu sama orang tua.”
Tita memukul lengan Gala dengan tas selempangnya berkali-kali. Pemuda itu malah terbahak.
“Ampun, Bu. Aku kualatnya berubah status aja, deh.”
Tita menghentikan pukulannya. Ia tidak paham dengan maksud Gala.
“Kualat berubah status?”
“Iya, mahasiswa yang sering nge-prank dosennya, akhirnya kualat. Satusnya berubah jadi calon suami.”
Tita tergelak mendengar penuturan Gala. Ia menggelengkan kepala, merasa gemas dengan sikap pemuda yang selalu punya celah untuk bisa membuatnya tersipu itu.
“Sudah, cepat masuk. Kasihan itu lipstik kalau cuma dilihatin anak kos.”
Tita mencebik mendengar Gala yang masih menggodanya. Namun, sedetik kemudian hatinya menghangat mendapati senyuman dan tatapan tulus pemuda di hadapannya. Tita pun mengangguk, kemudia menuju mobil. Mereka pun menuju tempat yang sudah ditentukan Gala, sebuah restoran dengan konsep outdoor.
Sang pengemudi sudah menghentikan mesin tetapi Tita belum juga beranjak dari kursinya.
“Ayo turun,” ajak Gala sambil membuka seat belt-nya. “Mau dibukain juga sabuknya?”
Tita menggeleng cepat. “Kenapa harus restoran, Ga?”
“Kamu nggak suka tempat ini?” tanya Gala dengan tatapan terkejut. Ia berpikir, wanita pasti akan bahagia jika diperlakukan romantis di tempat yang mewah.
Tita menggelengkan kepala.
“Ya udah kita cari tempat lain.” Nada bicara Gala terdengar kecewa.
“Bukan, bukan nggak suka seperti itu, Ga. Ini terlalu berlebihan,” jelas Tita.
Gala mengubah duduknya sedikit miring ke arah Tita. Ia kemudian menyunggingkan senyuman sambil menatap wanita yang juga sedang memandanggnya itu.
“Menurutku ini pantas diberikan untuk orang yang spesial.”
Tita terkesiap hingga bisa merasakan desiran halus atas ungkapan manis Gala.
“Aku nggak masalah kamu ajak makan di pinggir jalan, kok. Atau mungkin kamu yang risih kalau harus makan lalapan di warung tenda?”
Gala manggut-manggut. Ia semakin yakin dengan wanita yang menjadi pilihan hatinya itu. Kesuksesan dalam karir memang sudah digenggamnya. Hal tersebut membuat beberapa wanita yang sempat dekat dengannya, hanya fokus pada materi saja.