Hari pertama kampanye sudah dimulai. Semua kandidat dari zona pemilihan jurusan hingga universitas di semua fakultas berjuang mengambil simpati dari target pemilih. Keseluruhan calon tanpa terkecuali mulai menebar pamflet berisi gambar dengan nomor urut dan visi misi. Namun, ada hal berbeda yang dilakukan oleh Gala dan Resta. Mereka selain memasang alat peraga kampanye juga memilih berbagi.
“Pagi-pagi munum kopi biar kuliahnya makin semangat. Mari, silakan diambil kopinya, gratis, loh.”
Resta mulai beraksi. Ia bertugas menggiring massa yang akan masuk ke gedung kuliah bersama. Gala berada di belakang meja untuk menyiapkan kopi yang akan dibagikan kepada semua mahasiswa. Mereka tidak membatasi untuk berbagi hanya dengan keluarga besar Fakultas Ekonomi saja tetapi dengan semua yang lewat di depan posko kampanye mereka.
“Bu Tita!”
Resta mendekat ke arah Tita yang baru memasuki koridor gedung. Ia lalu menggamit lengan dosennya tersebut menuju meja tempat timnya berbagi. Di sana, Gala sudah memasang senyuman termanis.
“Hazelnut Latte dingin atau panas?” tanya Gala menyebutkan varian kopi kesukaan Tita. Wanita di depannya itu tersenyum simpul.
“Panas saja.”
“Emang ada?” tanya Resta penasaran. Sepengetahuan dirinya, Gala hanya membawa varian creamy saja dari Kopipiko.
“Ada, aku bawa satu tadi.”
“Cuma satu?” tanya Resta heran.
“Aku udah bawain juga yang karamel, tenang aja.”
Gala memberikan satu gelas kopi tanpa label Kopipiko kepada dosennya itu. Resta mengerutkan keningnya. Ia merasa ada yang aneh. Namun, segera ditepisnya prasangka itu.
“Semoga berkah usaha kalian, dapat hasil yang memuaskan, ya.”
“Aamiin, doakan menang ya, Bu,” ucap Resta.
Tita mengangguk sambil berlalu dari hadapan mereka. Dosen itu lalu menyapa para mahasiswa yang duduk di bangku depan jurusan. Ia kemudian masuk ke kantor. Di sana tampak Rindu sedang duduk menikmati minuman dengan gelas yang sama seperti miliknya.
“Kopi dari Gala sama Resta, Ndu?”
“Iya, Bu. Segar, pagi-pagi biar melek.”
“Kamu mau milih siapa nanti?” tanya Tita sambil menaruh tasnya di atas meja.
“Rahasia dong, Bu.”
“Iya juga, ya.”
Tita tertawa menyadari pertanyaan konyolnya. Ia merasa penasaran dengan pilihan para mahasiswa. Persaingan tiga kandidat untuk gubernur mahasiswa sangatlah kuat.
“Rata-rata anak IMG pilih siapa? Kan, suara mereka terpecah di Resta dan Ghifari.”
“Nah, itu. Sayang banget kalau ada dua kubu. Tapi, kalau dilihat dari obrolan teman-teman yang seangkatan saya sih, lebih condong ke Resta.”
Tita manggut-manggut. Dalam hatinya berharap, Gala memenangkan pertarungan ini walaupun cukup sulit jika harus bersaing dengan Ghifari yang mendapat dukungan penuh dari Wildan. Tita sudah tidak sabar menanti puncak acara, pemungutan suara.
***