Bu Dosen, Please Be Mine!

Reni Hujan
Chapter #20

Tidak Terduga

“Enggak, kok. Aku lagi bad mood aja denger cerita Inara tadi,” ucap Resta berbohong. “Masa kata dia di jurusannya itu, ada salah satu calon ketua HMJ yang niat nyalon cuma demi mendapatkan hati gebetannya. Munafik banget, ‘kan, Ga?”

Gala terperanjat. Ia merasa tersindir dengan kisah yang dituturkan Resta. Belum lagi tatapan tajam gadis itu.

“I-iya, munafik itu. Tapi namanya cinta, apa pun akan dilakukan.”

Resta kembali melirik ke arah pemuda di sampingnya. Ia pun tersenyum sinis mendapati wajah bingung Gala.

“Makan itu cinta!”

Gala terperanjat mendapati nada bicara Resta yang meninggi. Ia semakin bingung dengan sikap sahabatnya itu.

“Kok, kamu ngegas gitu, Ta? Sama aku pula.”

Resta menghela napas pendek. Ia sedikit lega bisa mengutarakan isi hatinya pada Gala secara tidak langsung.

“Sampai nemu kejadian kaya gitu di Ekonomi, hih! Siap-siap disidang di depan publik! Claresta yang akan mimpin.”

Gala terkesiap hingga reflek merubah posisi duduknya sedikit miring menghadap Resta. 

“Emang kayak gitu disidang?”

“Dibuat bisa aja. Aku sebel kalau kayak gitu. Niat nggak, sih, jadi aktivis?”

Wajah Resta masih terlihat emosional. Ia ingin terus menyindir Gala hingga pemuda itu mengakui sendiri.

“Udah jangan marah-marah, cantiknya pudar, tuh. Sarapan dulu, gih. Ini bekal dari rumah,” ucap Gala sambil memberikan kotak makan pada Resta.

Resta segera menyambar kotak berwarna ungu dengan kasar dari tangan Gala. Bibir gadis itu masih tetap mengerucut. 

“PMS, ya?”

“Enggak!”

Wajah Resta semakin terlihat masam.

“Waduh, lebih parah dari pas dapat tamu ini,” ledek Gala sambil tertawa. “Udah cepat sarapan. Itu menu favoritmu, tumis Paria sama ikan asin.”

Mata Resta membulat mendengar menu yang ada di dalam kotak makan. Ia begitu jatuh cinta dengan tumis Paria buatan ibu Gala. Baru di Malang ini dirinya dibuat ketagihan dengan sayur bercitarasa pahit tersebut. Resta dengan tersipu mulai menyantap makanannya. Kebaikan-kebaikan kecil itu selalu saja bisa merubah rasa kesalnya pada Gala.

Maaf, Ga.Untuk kali ini kamu udah keterlaluan.

***

Pemungutan suara sudah dilaksanakan dari pagi hingga sore. Selepas isya, penghitungan mulai dilakukan di depan kantor Dekan Fakultas Ekonomi. Ada 350 surat suara yang terkumpul di kotak suara. Jauh sekali dari jumlah total mahasiswa fakultas Ekonomi yang hampir mencapai angka 1500. Memang, tidak semua menyadari pentingnya menggunakan hak pilih. Apalagi jika berhubungan dengan organisasi.

Gala dengan semangat menyaksikan proses yang sangat menentukan itu. Ia ikut mencatat suara yang didapatnya. 

“Kamu nggak ikut nyatet?”

“Ngapain? Kita udah punya wakil juga di penghitungan suara.”

Gala terdiam, nada bicara Resta masih terdengar berbeda dari biasanya.

“Kamu masih marah?”

Resta menggeleng.

“Bohong, dari pagi mood kamu jelek banget kalau sama aku.”

Resta beranjak dari kursinya. Ia tidak memedulikan panggilan Gala. Gadis itu pun berlalu menuju kantor BEM. 

Gala kembali fokus dengan proses penghitungan. Ia gelisah, sudah separuh suara yang dibacakan, Gala mendapat hasil paling rendah. Tertinggi adalah Ghifari diikuti partai dari HMS. Pemuda itu mulai gelisah. Ia mengambil ponselnya, kemudian membuka galeri, tampak fotonya bersama Tita saat di Kopipiko.

Lihat selengkapnya